Duduk di dalam mobil di kursi yang sama, Dinda masih mencoba mencerna apa yang terjadi. Dia baru teringat sesuatu dan menoleh ke arah Dimas yang mengangkat sebelah alis menatapnya.
"Kau menipuku!" seru Dinda.
"Apa kau buta? Bukankah aku tadi melakukannya di depanmu!" tatap Dimas.
"Tapi ...."
"Sudah, kau terlalu banyak tapi. Pak, pergi ke kantor sipil!" elak Dimas.
"Bukankah, kita masih terlalu muda jika kesana?" tanya Dinda.
"Usia kita sudah gak masalah. Lagipula ini cuma formalitas saja! Kau masih bisa terjun bebas di duniamu tanpa ada yang berubah!" tegas Dimas.
Kali ini, Dinda tidak melihat sosok Dimas seperti saat di cafe tadi. Terlihat, Dimas tampak serius dalam ucapannya.
Apalagi saat mobil yang di tumpangi mereka benar-benar berhenti disana. Di kantor catatan sipil mereka kini berdiri di hadapan dengan seorang wanita yang berbicara dengan Dimas.
Meski terasa aneh, tapi dengan perawakan Dimas yang tinggi. Dia tidak terlihat masih di bawah umur melainkan sudah layak menikah. Dimas berjalan menarik Dinda dan meminta seorang fotografer memotret poto pernikahan untuk buku nikah mereka.
"Poto untuk apa itu?" tanya Dinda.
"Buku nikah."
"Apa? Sejelek itu?" teriak Dinda.
"Kau mau tampil cantik, menikah dengan pria sesungguhnya!" seru Dimas.
"Huh, kau merusak segalanya!" cetus Dinda.
Dimas berjalan terlebih dahulu dan duduk di kursi tunggu. Mereka berdua hanya bermodal keberanian datang ke kantor sipil atas nama keluarga Anggadinata, dapat melakukannya dengan mudah tanpa hambatan.
Melihat Dinda yang terdiam, Dimas mencoba berbicara padanya.
"Kau tenang saja, setelah 6 bulan. Kita akan bercerai kok. Apalagi kau juga harus kuliahkan?" tanya Dimas.
"Bukan itu Dimas! Tapi aku juga mau di jodohkan ini, gimana sih kamu. Aku bisa di amuk ibu aku kalo ketahuan sudah nikah!" Dinda menyesali dirinya yang marah pada kedua orang tuanya yang memutuskan pendapat mereka.
Dimas tertegun, dia tidak tahu jika masalah yang sama menimpa Dinda kali ini.
"Tuan, Dimas Angga Dinata!"
Panggilan dari pegawai sipil menghentikan Dimas yang hendak bicara pada Dinda. Dia berdiri dan menghampiri meja, dua buku nikah sudah ada di tangannya kali ini. Penyesalan ada di dalam dirinya kali ini, berjalan menghampiri Dinda yang terdiam.
"Kau boleh membatalkannya! Maaf, aku tidak akan mempersulitmu," seru Dimas memberikan dua buku itu pada Dinda.
Dinda mengangkat sebelah alisnya, dia tidak percaya jika pria yang angkuh dan sombong di hadapannya itu kini meminta maaf dengan wajah bersalah nya. Dia tidak menyangka jika Dimas benar-benar merasa bersalah kali ini. Namun Dinda tersenyum tipis menarik kedua buku pernikahan mereka, melihat dengan seksama.
"Ternyata bukan aku saja yang jelek, kau juga sama jeleknya!" seru Dinda.
Dimas mengangkat sebelah alisnya, mendengar ejekan dari gadis yang ada di hadapannya itu."Bagaimana, apakah kau akan membatalkannya? Mumpung masih ada di kantor sipil untuk kedepannya. Aku tidak akan bisa membatalkannya, bahkan sekali ucapan pun tanpa persetujuan dari ku!" tegas Dimas.
"Apa kau bodoh, aku juga membutuhkan buku pernikahan ini untuk menunjukkan kepada kedua orang tuaku. Kalau aku tidak perlu perjodohan dari mereka. Karena mempunyai pria bodoh yang dalam waktu sekejap menjadikanku sebagai istrinya," balas Dinda.
Dimas mengangkat sebelah alisnya kali ini dia tidak lagi memahami apa yang dilakukan oleh wanita, yang kini sudah berstatus sebagai istrinya dengan perasaan yang berubah-rubah dilakukan oleh Dinda, membuat Dimas tidak percaya jika gadis itu merubah dengan sangat cepat raut wajah sedih dan kini terlihat tampak bersemangat. Setelah melihat buku pernikahan mereka.
Berjalan keluar dari kantor sipil, keduanya memasuki kembali mobil dengan supir pribadi milik Dimas yang selalu setia menunggunya. Berada di dalam mobil yang sama, Dimas melihat kearah Dinda yang terdiam.
"Kenapa? Kamu mau membatalkannya. Bukankah sudah kubilang kalau sudah terlambat jika sudah meninggalkan kantor itu?" tanya Dimas.
"Bukan itu yang sedang aku pikirkan tapi, bukankah pernikahan itu harus ada akad nikah nya. Lalu kenapa malah buku pernikahan terlebih dahulu?" balas Dinda.
"Benar juga, aku tidak terpikirkan akan hal itu. Kau mau melakukannya kapan?" angguk Dimas.
Dinda hanya bisa menggelengkan kepala ketika mendengar kepolosan Dimas yang tidak memahami tentang sebuah pernikahan. Tapi dia tahu cara mendapatkan buku pernikahan dengan sangat cepat.
"Sebenarnya kau ini pintar apa bodoh! Buku seperti ini kau mengetahuinya, sedangkan akad pernikahan kau tidak tahu!" protes Dinda.
"Bukankah, diakui oleh hukum itu jauh lebih baik dan sangat terpercaya ketika keluarga kita mengetahuinya?" balas Dimas.
Dinda tertegun dia membenarkan apa yang diucapkan oleh Dimas, namun di keluarganya memang sebuah pernikahan harus ada akad pernikahan yang dilaksanakan di mempelai wanita.
"Kenapa kamu terdiam lagi?" tanya Dimas.
"Entahlah Dimas, sepertinya kepalaku mau pecah!" seru Dinda.
"Benarkah, pecah bagian mana? Memangnya apa yang terjadi dengan kepalamu?" tanya Dimas, dia menyentuh dahi Dinda dengan rasa cemasnya.
"Jangan bercanda, aku sedang serius kali ini. Rasanya sangat sulit sekali untuk menjelaskan apa yang terjadi kepada keluargaku tiba-tiba memiliki suami seperti dirimu!" Dinda menyingkirkan tangan Dimas dihadapannya.
"Oh, Kau masih memikirkan tentang akad pernikahan? Aku bisa mengaturnya dan juga keluargaku bisa langsung datang ke rumahmu jika aku sudah menunjukkan ini," jelas Dimas menunjukkan buku pernikahan kepada Dinda.
"Masalahnya, keluargaku itu keras kepala Dimas!" seru Dinda.
"Lalu apa yang kau inginkan kita, melakukan akad pernikahan sembunyi-sembunyi?" tanya Dimas.
"Aku juga tidak tahu, karena jika melakukan akad pernikahan. Tentunya harus ada kedua orang tuaku dan juga kedua orang tuamu tidak akan sah jika antara aku dan kamu saja," jelas Dinda.
Terasa sangat sakit sekali di dalam kepalanya ketika dia memikirkan segala hal yang akan terjadi jika keluarganya mengetahui hal yang benar-benar membuatnya semakin jauh lebih sulit ketika dia menolak dan harus menerima Perjodohan dari keluarganya.
Begitupun Dimas, dia tidak memahami apa yang di pikirkan oleh Dinda, gadis yang selama ini tidak pernah menunjukkan ekspresi wajahnya, namun kali ini Dinda menunjukan mimik wajah dan suasana hati yang berubah-rubah di hadapannya. Terkadang sedih terkadang bersemangat dan juga terkadang penuh tanda tanya yang tidak bisa dijawab oleh siapapun.
"Sudahlah, jangan terlalu banyak di pikirkan. Sebaiknya kita kembali terlebih dahulu dan biarkan semua berjalan begitu saja. Jika kamu memilih untuk menerima Perjodohan dari keluargamu, sebaiknya jangan menunjukkan tentang pernikahan kita. Tapi jika kamu menolak Perjodohan dan menunjukkan surat pernikahan, aku rasa akan menjadi solusi untuk keluarga kita," tegas Dimas.
Meski benar apa yang di katakan Dimas, tapi Adinda tetap masih merasa khawatir dan takut tentang keluarganya terlebih lagi sebuah buku sakral ada di tangannya kali ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
nesaric
6 bulan terlalu singkat thorrr semoga jgn cepet tamat ceritanyaaaaa huhuuu😭😭😭
2023-02-09
0