Pindah

Dimas keluar dari kamar, dia berjalan menuju ruangan dimana keluarga sudah berkumpul disana. Dia tidak melihat Dinda di tengah keluarga berkumpul, duduk tepat di samping sang ayah, Dimas meraih gelas air putih beserta camilan.

"Sepertinya kau kehabisan tenaga?" sindir Tuan Dirga.

Dimas menanggapi dengan malas dan berkata. "Setidaknya masih bisa melewati hari ini," mulut yang mengunyah berubah pelan saat melihat Dinda keluar dari arah dapur dengan nampan makanan.

"Dia manis," bisik Tuan Dirga mengejutkan Dimas.

"Hmm," tanggapan Dimas malas jika ingat apa yang dilakukan Dinda.

"Karena pernikahan sudah berjalan dengan baik, kami berencana kembali hari ini juga. Selain ada pekerjaan, juga anak-anak harus melanjurmtkan studynya kan," ucap Tuan Dirga.

"Kita harus tanyakan dulu, mereka mau bagaimana Pa," tambah Nyonya Mona.

Sarannya di balas anggukan kedua orang tua Dinda sembari pandangan mengarah kepada Dimas dan Dinda yang sudah duduk berdampingan. Dimas masih diam melihat ke arah Dinda.

"Kenapa aku?" tanya Dinda berbisik pada Dimas.

"Menurutmu?" balas Dimas.

"Apa kalian sudah menentukan mau bagaimana?" tanya Mona.

Dimas tahu jika Dinda seorang gadis penurut pada kedua orang tuanya. Dia berpikir sejenak lalu bicara. "Saya akan mengajak Dinda tinggal di rumah yang ada di Surabaya Pa, Mah. Bukankah Dimas sudah pernah bilang? Selain disana bisa memilih mata kuliah, Dimas juga bisa lebih banyak menghabiskan waktu berdua disana dengan Dinda," ucapnya.

"Bandung, Jakarta dan Surabaya, itu jauh Dimas?" protes Ibu Mona.

"Ini pernikahan dan pilihan kami, Ma," tegas Dimas.

"Pilihan kami?" batin Dinda menatap tajam Dimas, tapi di balas Dimas untuk menekannya setuju.

"Ah, iya Bu. Kita sudah sepakat," sambung Dinda. Meski Dinda ingin protes kenapa tidak di Bandung saja, tapi dia juga tidak mau jika masih menuruti pendapat orang tua mereka.

"Kalian yakin?" tanya Mona.

"Ya, Mah. Sekalian kita bisa ...."

"Oh, maksudmu bulan madu?" sambung Ibu Mona.

"Hah?" Dimas terkejut tanpa menimbang hal itu.

"Iya, sekalian bulan madu Bu!" seru Dinda tanpa ragu.

Dimas terheran saat mendengar dan melihat reaksi keluarga terkesan Dinda bersemangat mendengar kata bulan madu.

"Tapi kami nanti tidak bisa ...."

"Ayah setuju dengan pendapat kalian," sela Pak Mardi menghentikan protes istrinya tentang keputusan Dimas dan putrinya.

"Ayah dan Ibu bisa datang kapan saja, biar pengurus yang mengatur jika ingin berkunjung," ucap Dimas.

"Apa kalian sudah yakin?" tanya Ibu Rahayu khawatir.

"Iya, Bu."

Jawaban Dimas dan Dinda di pahami kedua orang tua mereka. Keputusan sudah di tentukan, selain keluarga yang sudah bersiap kembali. Ada Dimas dan Dinda yang sedang berada di kamar bersiap untuk pergi.

"Kau yakin kita akan tinggal disana tanpa keluarga?" tanya Dinda.

"Bukankah kau suka kebebasan?" Dimas meraih ponselnya berbicara tanpa melihat ke arah Dinda yang cemas.

"Kau tidak sungguh-sungguh ingin ada adegan suami istrikan?" tanya Dinda khawatir.

"Kenapa, bukankah itu memang harus dilakukan?" tatap Dimas.

"Dimas, kamu tidak lupakan kalo pernikahan kita ini ...."

"Pelankan suaramu! Dinding punya telinga, apalagi rumahmu ini!" tegas Dimas menghentikan ucapan Dinda.

"Tapi ...."

"Kau pikir dengan hanya menikah akan mudah membuat aku tertarik padamu? Lihat tubuhmu yang rata saja aku enggan," ucap Dimas berdiri melihat ke arah dada milik Dinda, gadis itu tertegun di buat kesal oleh suaminya.

Namun Dimas pergi lebih dulu keluar kamar dengan tas di tangannya. Kali ini, Dinda sudah berpamitan dengan keluarga termasuk Isma.

"Hubungi ibu setelah sampai," pesan Ibu Rahayu sedih.

"Iya, Dinda pasti melakukannya," angguknya.

Sekitar 3 mobil pergi meninggalkan kediaman keluarga Dinda, meski sudah biasa berada jauh dari keluarga. Tapi kali ini, Dinda merasa sedih saat tahu jika kali ini tidak seperti biasanya. Kenyataan pernikahannya benar terjadi, Dinda memperhatikan Dimas yang tertidur bersandar di kursi mobil. Dia tidak percaya pria yang selama ini di acuhkannya, malah menjadi suaminya.

"Apa yang harus aku lakukan? Tidak mungkin aku harus jadi pemeran istri yang baik hati kan?" pikir Dinda menerawang masa depannya dalam diam.

Meski kedua orang tua Dimas sempat mengajak Dimas dan Dinda mampir ke rumah dulu, tapi Dimas tidak berlama-lama disana. Mereka benar-benar bergegas kembali dan ingin segera sampai di rumah tujuan. Masih dalam tidurnya, Dimas tidak berbicara sama sekali dengan Dinda. Gadis itu berpikir keras tentang hari-hari yang akan dia lewati jika bersama pria seperti Dimas. Jangankan tidur, duduk di samping Dimas saja, Dinda menjaga jaraknya enggan berdekatan dengan Dimas.

Tanpa sadar, Dinda tak bisa mempertahankan dirinya dari rasa kantuk di perjalanan. Pada akhirnya gadis itu juga tertidur, malah bersandar tepat di bahu suaminya yang terbangun terkejut karenanya.

Dimas tidak menyangka jika gadis itu akan sangat kuat menahan diri membuat jarak dengannya sedari tadi. "Pada akhirnya kamu tetap jatuh di pelukanku," ucap Dimas membiarkan Dinda tidur bersadar padanya.

Dimas tahu mereka sudah hampir sampai di rumah tujuan, dia sudah meminta sopir pribadinya untuk mencarikan rumah yang cukup bagus untuk mereka. Masuk ke sebuah rumah yang cukup besar membuat Dimas merasa cukup jika hanya untuk mereka berdua. Setelah mobil berhenti, Dimas tidak berpikir untuk membangunkan Dinda. Dia berinisiatif untuk menggendong istrinya masuk ke dalam rumah.

Ada sopir dan seorang penjaga rumah membantu membawakan koper milik tuan rumahnya. Dimas berjalan menaiki tangga tanpa memperhatikan Dinda yang setengah sadar, gadis itu tidak kuat menahan rasa kantuknya tanpa mencoba untuk bangun.

Dimas tidak menyangka dirinya akan menggendong seseorang dalam hidupnya. setelah membiarkan Dinda tidur dengan baik, dia duduk di sofa tanpa bica. Melepas rasa lelahnya, Dimas bersandar hingga tertidur mengingat hari masih gelap saat mereka sampai di rumah.

Membuka kedua mata, Dinda tersenyum merasa tubuhnya jauh lebih baik dari hari sebelumnya. Apalagi dari hari kelulusan, dia tidak sempat tidur dengan baik, tapi kali ini, Dinda merasa cukup setelah tertidur.

"Gadis galak sepertimu ternyata tidur seperti orang mati ya," ucapan Dimas membuat Dinda terkejut.

Dinda lupa jika pernikahannya bukanlah mimpi, pria yang duduk di sofa di hadapannya adalah suami sahnya. "Kamu?" tatap Dinda.

"Tidur seperti itu apa nafasmu masih berkualitas?" tatap Dimas mengingat Dinda tidur membelakangi langit-langit kamar membuat dia yang melihat merasa sesak.

"Bukan urusanmu!" acuh Dinda turun dari kasur dan berjalan melewati Dimas yang hanya diam melihat istrinya pergi ke kamar mandi.

"Apa kau yakin itu kamar mandi?" tanya Dimas.

"Apa ini bukan kamar mandi?" balas Dinda bertanya.

"Aku tidak bilang itu bukan kamar mandi," Dimas tersenyum tipis melihat Dinda yang masih setengah sadar.

"Kau menipuku! Kenapa tidak bicara dengan jelas Dimas Angga Dinata Dirga!" teriak Dinda kesal berjalan dengan hentakan pergi masuk ke kamar mandi.

Dimas hanya tersenyum setelah membuat gadis itu kesal saat bangun. Melihat waktu yang sudah hampir siang, Dimas mencoba menghubungi seseorang untuk datang ke rumahnya.

Terpopuler

Comments

Anni 21

Anni 21

jgn lama2 merajuk nya Thor tercari2 dimana Dimas dan Dinda nyangkut😀

2023-03-02

0

Ayna Ghazali

Ayna Ghazali

lanjut ya cerita nya best tau

2023-03-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!