My Love Teacher
"Ayah, Ibu. Aku berangkat dulu."
"Eh sarapan dulu Ra."
"Nanti saja dikantin sekolah, bu. Sudah terlambat nih."
"Kamu itu, kalau malam jangan bergadang." ucap ayah.
"Gimana nggak bergadang, yah? Nilai ujian harus terkumpul hari ini. Besuk anak - anak akan terima raport."
"Ya sudah sana berangkat, hati - hati dijalan."
Setelah mencium tangan kedua orang tuanya, Cyra segera mengendarai sepeda motor menuju ke sekolah dimana ia mengajar.
Sebenarnya waktu kuliah Cyra mengambil jurusan bahasa. Awalnya ia ingin menjadi seorang guide agar bisa keliling dunia tapi harapannya harus ia pupus karena yang mau menerimanya bekerja hanya di sebuah sekolah dasar di mana ia tinggal. Kota Surabaya merupakan kota besar akan tetapi lowongan pekerjaan belum mencukupi jumlah pengangguran. Semua harus pintar bersaing, berkreasi untuk menciptakan lapangan kerja sendiri. Sudah dua tahun ini Cyra mengajar anak kelas satu sekolah dasar. Pengalamannya dalam beberapa mata pelajaran makin bertambah beriring dengan waktu. Cyra sangat sabar dan cepat belajar, dalam waktu beberapa bulan saja ia sudah bisa menguasai semua mata pelajaran.
"Selamat pagi, pak Joko." sapa Cyra pada penjaga sekolah.
"Selamat pagi bu Cyra. Wah hampir saja saya tutup gerbangnya. Kok tumben berangkatnya agak terlambat, bu?"
"Iya nih pak, semalam bergadang mengerjakan nilai raport anak - anak." jawab Cyra sambil memarkirkan sepeda motornya. "Saya masuk dulu pak."
"Ya, silahkan bu."
Dengan setengah berlari Cyra segera menuju kantor dan menaruh laptopnya di meja. Di kantor sudah agak sepi karena beberapa guru sudah masuk dalam kelas. Setelah membawa beberapa buku ia bersiap menuju kelas satu.
"Bu Cyra."
"Oh, Bu Lina memanggil saya."
"Nanti setelah mengajar ke ruangan saya sebentar."
"Baik bu." jawab Cyra.
Bu Lina adalah kepala sekolah dimana ia mengajar.
Karena hari ini anak - anak bebas dari kegiatan belajar mengajar setelah satu minggu mengerjakan tes akhir semester, Cyra hanya akan memberikan permainan - permainan yang menarik untuk anak didiknya. Bahkan terkadang ia juga membacakan cerita dari tokoh - tokoh terkenal di dunia. Semua anak didik sangat menyukai kepribadiannya yang sabar dan ramah.
Setelah hampir dua jam asyik bermain bersama anak didiknya, Cyra segera menghadap kepala sekolah sesuai dengan perintahnya tadi.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk."
"Selamat siang bu."
"Oh bu Cyra, ayo masuk. Silahkan duduk."
"Terima kasih."
Setelah Cyra duduk dengan nyaman, Bu Lina memulai pembicaraan.
"Sudah berapa lama kamu kerja disini?"
"Sudah dua tahun bu."
"Bu Cyra anak - anak sudah selesai di semester ini dan sebentar lagi akan libur panjang." bu Lina menghela napas sebentar. "Saya tahu selama mengajar di sekolah ini kamu sabar\, serius\, berdedikasi dan terus terang anak - anak menjadi semangat untuk sekolah\, akan tetapi___." bu Lina tidak meneruskan perkataannya.
"Akan tetapi apa bu?"
"Apa kamu ada pekerjaan lain selain mengajar disini?"
"Tidak ada bu." jawab Cyra. "Ada apa sebenarnya bu Lina? saya semakin tidak mengerti."
"Hmm, jadi begini bu Cyra. Selama ini kamu hanya tenaga kontrak disini. Dan setelah liburan semester ini akan ada tenaga pengajar tetap yang baru yang akan mengisi posisimu disini."
"Sssa.. ssaaya di pecat bu?" suara bergetar yang keluar dari mulut Cyra seakan mewakili perasaannya yang kecewa.
"Maaf bu Cyra, saya hanya melaksanakan perintah kantor Diknas."
"Tapi saya kan bisa diperbantukan disini bu?"
"Bu Cyra kan tahu kondisi sekolah ini. Kami tidak ada biaya untuk membayar bu Cyra."
Untuk beberapa saat Cyra terdiam. Pikirannya berkecamuk, dadanya terasa sesak. Darimana ia akan mendapatkan uang untuk membantu kedua orang tuanya.
"Baiklah bu, jika itu memang keputusannya."
"Ibu sebenarnya sangat menyayangkan pemecatan ini, karena ibu tahu bagaimana kinerjamu di sekolah ini. Tapi mau bagaimana lagi, ini sudah keputusan dari Diknas."
"Iya saya mengerti, saya menerima keputusan ini. Walaupun memang terus terang ini berat dan terlalu mendadak untuk saya. Saya sudah terlalu mencintai anak - anak dan tentu saja ini akan berat berpisah dari mereka."
"Sekali lagi saya minta maaf bu Cyra."
"Tidak apa - apa bu Lina. Saya akan segera mengemasi barang - barang saya." Cyra beranjak dari tempat duduknya, ia mengulurkan tangannya. "Terima kasih bu Lina, sudah mau menerima saya selama dua tahun untuk mengajar disini."
Dengan tersenyum bu Lina membalas jabat tangan dari Cyra.
"Kalau begitu saya permisi."
Cyra segera meninggalkan ruang kepala sekolah, ia menuju ke taman belakang sekolah yang ia buat bersama dengan anak didiknya. Ia melihat taman itu dengan tatapan yang dalam, matanya berkaca - kaca. Banyak kenangan indah yang terpaksa harus ia tinggalkan. Berat.. dan terasa sangat berat. Pemecatan ini begitu tiba - tiba, bagaimana sedihnya kedua orang tuanya mendengar hal ini. Apalagi mereka berhutang kesana kemari untuk membiayainya sekolah.
Sudah cukup aku bersedih, aku tidak bisa seperti ini terus, pikir Cyra sambil menghapus air matanya. Ia segera kembali ke dalam kantor dan membereskan barang - barangnya ke dalam sebuah kardus kecil. Setelah semua selesai ia berpamitan pada beberapa guru disana. Ia sengaja tidak berpamitan pada anak didiknya karena bisa dipastikan akan membuatnya menangis dan lebih sedih.
"Bu Cyra beneran keluar dari sini?"
"Eh, iya pak Joko. Tapi lebih tepatnya di perhentikan."
"Wah, anak - anak pasti sedih."
"Iya, makanya saya tidak pamitan pada mereka."
"Yah, saya doakan bu Cyra segera dapat pekerjaan yang baru."
"Terima kasih pak Joko, kalau begitu saya permisi."
"Iya hati - hati bu Cyra."
Dengan perlahan Cyra mengendarai motor melawan teriknya matahari siang hari ini. Tidak sampai lima belas menit ia sudah sampai di rumah. Setelah menaruh sepeda motornya di halaman rumah, Cyra menurunkan kardus dari atas motornya dan duduk sebentar di teras depan.
"Loh, kok jam segini sudah pulang?" tanya ibu yang terkejut dengan keberadaan Cyra yang sudah duduk diteras.
"Aku diperhentikan dari sekolah bu." jawab Cyra lirih.
"Loh kok bisa!" ibu tampak terkejut. "Pak! Pak! kesini sebentar." panggil ibu.
Ayah Cyra yang baru mempersiapkan pupuk segera keluar bergabung bersama Cyra dan ibu. "Ada apa teriak - teriak bu?"
"Ini lo, anakmu dipecat."
"Hah! dipecat? kok bisa? apa kamu buat kesalahan fatal di sekolah."
Cyra hanya menggeleng.
"Jangan hanya diam, ayah sama ibu ingin mendengar penjelasanmu."
Cyra menarik napas panjang, ia mempersiapkan mentalnya untuk bercerita pada kedua orang tuanya. "Ayah sama ibu duduk dulu."
Ayah dan ibu segera duduk bersama diteras.
"Jadi begini, ada guru tetap yang baru yang dari Diknas ditunjuk untuk menggantikan posisiku mengajar disana."
"Apa kamu tidak bisa diperbantukan disana?"
"Aku sudah memohon kepada kepala sekolah, Yah. Tapi sekolah tempatku mengajar adalah sekolah kecil jadi tidak ada biaya untuk menggaji seorang guru kontrak sepertiku."
Mereka terdiam untuk beberapa saat.
"Ya sudah, kalau memang seperti itu kondisinya. Yang penting kamu tidak dikeluarkan karena korupsi atau tindak kekerasan pada anak."
"Nggak mungkin itu pak, anak kita ini guru teladan di sana." sanggah ibu.
Cyra hanya tertunduk, ia tidak berani memandang raut wajah kedua orang tuanya yang kecewa.
"Kamu nggak usah sedih, Ra. Mungkin di sana bukan rejeki kamu."
"Tapi, Yah. Aku nggak bisa bantu ayah dan ibu lagi, bagaimana dengan butang - hutang kita?"
"Kamu tenang saja, jika kita mau berusaha dan berdoa ayah yakin akan ada jalan keluarnya."
"Betul kata ayahmu, ibu masih ada perhiasan yang bisa kita jual. Dan kamu bisa mencari pekerjaan yang baru lagi."
"Tapi bu, perhiasan itu peninggalan nenek."
"Tidak apa - apa, yang penting kamu tetap semangat. Ibu yakin kamu kuat dan akan segera dapat pekerjaan baru lagi."
Air mata Cyra mengalir membasahi pipinya. ia sangat terharu dengan apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.
"Sudah nggak usah menangis, sambil kamu cari pekerjaan yang baru kamu bisa bantu bapak disawah. Sebentar lagi panen."
Cyra memeluk kedua orang tuanya. "Terima kasih Yah, Bu."
"Sudah tidak usah menangis. Sedih boleh tapi patah semangat jangan."
Cyra menganggukkan kepalanya sambil berusaha tersenyum dihadapan orang tuanya.
"Bawa masuk barang - barangmu, setelah itu kita makan bersama."
"Baik, bu."
Cyra segera membawa kardus itu ke dalam kamarnya. Ia sangat bersyukur bisa dibesarkan oleh orang tua yang sangat menyayanginya. Mudah - mudahan setelah ini akan ada kebahagiaan yang akan datang menghampirinya.
🍀🍀🍀🍀
Sudah hampir seminggu ini Cyra disibukkan dengan mengirimkan surat lamaran pekerjaan di beberapa sekolah swasta dan hotel. Akan tetapi tidak satu pun dari mereka yang memanggilnya untuk wawancara. Bukan Cyra namanya jika ia pantang menyerah. Rencananya hari ini ia akan mendatangi sekolah dan hotel satu persatu untuk menanyakan lowongan pekerjaan, ia ingin memastikan sendiri. Jika memang tidak ada lowongan disana ia akan menyetujui tawaran temannya untuk memberi les privat. Walaupun gajinya sangat kecil tapi itu lebih baik dari pada menganggur.
"Tumben bu hari ini masak banyak?"
"Pak Uo Syamsudin mau datang kesini."
"Pak Uo mau kesini?"
"Iya."
"Sendirian?"
"Iya mau sama siapa lagi? sejak Mak Uo mu meninggal dan anak semata wayangnya menikah ia lebih suka menghabiskan waktunya dengan pekerjaan." jawab ibu sambil menggoreng ayam.
"Sudah hampir empat tahun aku tidak bertemu dengan Pak Uo." kenang Cyra. "Pak Uo sekarang kerja dimana bu?"
"Di sebuah perkebunan di Bogor. Dia mandor dan orang kepercayaan bos nya."
"Benarkah? Wah enak dong."
"Eh kamu kok pake baju rapi, mau kemana?" tanya ibu keheranan.
"Mau cek surat lamaranku, sudah masuk ke bagian HRD atau belum."
"Sudah besok pagi saja, hari ini kamu bantu ibu. Sebentar lagi Pak Uo mu datang. Ayahmu sudah menjemputnya di bandara."
"Baiklah." Cyra segera mengganti bajunya dengan baju rumahan dan mulai membantu ibu memasak.
Ibunya Cyra bernama Nuraini berasal dari Minang menikah dengan ayah Mahmud asal Surabaya, ia memiliki adik bernama Syamsudin yang menikah dengan orang bogor. Tapi meninggal empat tahun yang lalu karena sakit kanker. Sejak saat itu Pak Uo tidak pernah mengunjungi mereka di Surabaya. Hanya komunikasi lewat telepon dan sesekali videocall.
Setelah hampir satu jam ikut membantu ibu akhirnya pekerjaannya selesai. Dan bertepatan dengan kedatangan Pak Uo Syamsudin ke rumah.
"Cyra kamu tambah dewasa."
"Selamat datang di rumah kami Pak Uo." Cyra mencium tangan Syamsudin.
"Ayo masuk dulu, kamu pasti lelah." ucap ibu.
Mereka berempat duduk di ruang tamu, Cyra segera membuatkan minum dan membawa beberapa kue ke depan.
"Sudah lama aku tidak kesini, dan banyak yang berubah." Syamsudin mengawali pembicaraan sambil menyeruput kopi buatan Cyra.
"Kenapa kau tidak mengunjungi kami lagi? Apa pekerjaanmu begitu sibuk?" tanya ibu.
"Yah bisa dibilang begitu Uni, istri pemilik perkebunan empat tahun yang lalu juga meninggal. Ia sangat mencintai istrinya sehingga larut dalam pekerjaan sama sepertiku."
"Kasihan sekali." timpal ayah.
Mata Syamsudin tampak berkaca - kaca mengenang wanita yang sangat ia cintai.
"Sudahlah, biarkan ia tenang disana." ibu berusaha menghibur.
"Oya, kamu sudah lulus Cyra?" tanya Syamsudin mengalihkan pembicaraan.
"Sudah Pak Uo. Dua tahun yang lalu."
"Sudah bekerja?"
"Sudah, di sebuah sekolah tapi seminggu yang lalu aku diberhentikan."
"Kenapa?"
"Ada tenaga tetap yang menggantikan posisiku, Pak Uo."
Syamsudin tampak terdiam sejenak. "Kebetulan.. sangat kebetulan."
"Hei apa maksudmu Syam bicara seperti itu." ucap ayah
"Kebetulan aku membutuhkan tenaga pengajar, Uda."
"Untuk siapa?"
"Anak bosku."
🍀🍀🍀🍀
Pak Uo : Panggilan untuk paman dari Minang
Mak Uo : Panggilan untuk bibi dari Minang
Uni : Panggilan kakak perempuan dari Minang
Uda : Panggilan kakak laki - laki dari Minang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Allenn
Di berhentikan
2024-08-27
0
Sugiharti Rusli
suka sama tema cerita othor satu ini, selalu berbeda dan menarik😊
2024-06-01
0
sakura
..
2024-05-18
0