"Kamu jangan memalukan aku." bisik Syamsudin.
"Kalau nggak mata duitan dari mana bisa bayar hutangnya ayah Pak Uo."
"Ah, lagi - lagi kamu benar." Syamsudin menghela napas. "Tapi jangan keterlaluan."
'Nggak mungkin Pak Uo, aku tahu batasan kok. Aku hanya meminta yang sudah menjadi hak ku."
Mereka bertiga pulang menuju ke perkebunan. Hanya sedikit pembicaraan karena Aroon suka ketenangan. Setiap kali Cyra mau mulai obrolan, Syamsudin langsung memberikan tanda agar memilih topik yang pas. Ah ribet amat hidupmu tuan pikir Cyra.
Tak berapa lama mereka sampai di perkebunan. Syamsudin membuka pintu mobil dan membantu Cyra keluar.
"Kamu tunggu sini, aku masukkan mobil ke garasi dulu."
"Tidak usah diantar Pak Uo, aku bisa jalan kok."
"Jangan begitu. Kamu itu jangan pura - pura kuat. Aku tahu kamu pasti kesakitan."
"Kau parkirkan mobilnya biar aku yang antar guru anakku yang keras kepala ini ke kamar." sahut Aroon yang mendengar perdebatan mereka. "Denganku tidak mungkin kau menolak bukan?"
"Iya.. Iya tuan." jawab Cyra. "Dari pada dipotong gaji." gerutu Cyra.
"Aku dengar." ucap Aroon enteng.
Cyra berjalan pelan menuju ke kamarnya, disampingnya ada Aroon yang mengantar.
"Tuan?"
"Hmmm."
"Kenapa tuan pendiam? Jarang bicara, jarang ngobrol dan juga kalau ditanya pasti jawabannya cuma hmm, tidak, ya."
"Penting buatmu tahu?"
"Tentu saja, agar saya bisa menempatkan diri."
"Benarkah, aku lihat mulutmu itu tidak betah diam."
"Saya guru tuan, bagaimana jadinya murid saya nanti kalau saya diam."
Aroon tersenyum mendengar celotehannya Cyra.
"Nah senyum begitu dong tuan. Anda terlihat sangat tampan." puji Cyra.
Kembali keheningan ada diantar mereka, hingga...
"Cyra."
"Ya tuan."
"Kalau berjalan seperti ini, bisa - bisa pagi kita baru sampai kamarmu." sindir Aroon.
"Kan juga habis kecelakaan tuan."
"Tadi siapa yang bilang di rumah sakit kakinya baik - baik saja?"
Cyra menghela napas karena omongannya di kembalikan oleh Aroon.
"Iya.. Iya.. saya jalan cepat." ucap Cyra kesal. Tapi baru beberapa langkah ia sudah mengeluh kesakitam. "Aauuww!"
"Kenapa?"
"Ternyata sakit tuan, hehehehh." Cyra meringis kesakitan. "Lebih baik tuan tidak usah mengantar saya, saya masih bisa jalan pelan - pelan."
Aroon menatap tajam Cyra yang masih meringis karena menahan rasa sakitnya. Dasar keras kepala umpat Aroon. Ia menghampiri Cyra dan tiba - tiba saja membopongnya.
"Hei! Apa yang tuan lakukan?!"
"Sudah diam!"
"Tapi tuan bagaimana kalau ada yang melihat? pasti akan timbul gosip yang tidak - tidak. Tolong turunkan saya. Saya bisa jalan sendiri."
Aroon diam tanpa menjawab permintaan Cyra.
Cyra akhirnya ikut terdiam, ia hanya menundukkan kepalanya. Menerima perlakuan Aroon tanpa membantah sekalipun. Memang kakinya sudah mulai terasa sakit, tapi ia malu berterus terang.
"Kenapa diam?"
"Tidak apa - apa tuan, bukankah tuan tidak suka saya banyak bicara."
"Bicara saja. Itu lebih baik daripada sepi."
"Hmm ya." Cyra mencuri pandang, Tuan sebenarnya sangat tampan, hanya saja ia kurang tersenyum dan terkadang menyebalkan puji Cyra dalam hati.
"Tidak usah terlalu mengagumiku."
"Iiihhh, tidaklah tuan." bantah Cyra. "Siapa yang suka sama orang dingin kayak es kutub utara." gerutu Cyra.
"Aku dengar."
Cyra membelalakkan matanya dan segera menutup mulutnya yang kelepasan. Memang diam itu emas pikir Cyra.
"Aku lakukan ini karena sudah berjanji pada Syamsudin untuk mengantarmu sampai ke kamar."
Cyra hanya mengangguk. Tak lama kemudian mereka sampai di depan kamar Cyra. Aroon segera menurunkan tubuh Cyra.
"Terima kasih tuan."
"Istirahatlah, besok kau tidak usah mengajar Gio dulu."
"Tapi tuan___."
"Mau aku potong gaji karena membantah."
"Tidak tuan. Baiklah."
Aroon segera meninggalkan Cyra. Tanpa menunggu lama Cyra masuk ke dalam kamar ia ingin segera merebahkan tubuhnya karena badannya sakit semua.
🍀🍀🍀🍀
Pagi itu Gio bangun dengan segera, wajahnya ceria penuh dengan canda tawa.
"Wah pagi ini tuan muda full senyum."
"Iya karena bu Cyra menjanjikan aku bagaimana membuat pupuk untuk bunga mawar Mae Davira."
"Ayo kita siap - siap."
"Mana Olif?"
"Sedang mengecek di dapur apakah sarapan untuk tuan muda sudah siap."
Omar mengantar Gio menuju ke ruang makan. Jarak antara ruang makan dengan dapur sangat dekat. Ketika mereka sedang melewati dapur terdengar Olif dan beberapa orang sedang membicarakan Cyra.
"Apa yang mereka perbincangkan Omar?"
"Sepertinya mereka sedang membicarakan bu guru."
Gio dan Omar terhenti, mereka mencuri dengar pembincangan mereka.
"Ah bohong kamu, nggak mungkin bu Cyra menjalin hubungan dengan tuan?" sanggah Olif.
"Kamu sih terlalu percaya dengan wanita licik macam Cyra." ucap Asih. "Semalam aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau tuan membopong Cyra dan mereka berdua masuk ke kamar."
"Nggak! Nggak mungkin. Cyra tidak akan berbuat kotor seperti itu. Aku tahu sifat anak itu. Jangan memfitnah kamu." bik Tika tampak marah dengan tuduhan Asih.
"Bik Tika ternyata juga tertipu dengannya. Sepertinya semua tertipu dengan sikap manis dan wajah polosnya. Dia memang pintar mengambil hati orang." Asih merogoh sakunya. Ia membuka handphonenya. "Untung gambarnya sudah aku simpan sebagai bukti, siapa tahu kalian tidak percaya padaku." Asih memperlihatkan hasil jepretannya pada semua orang yang ada di dapur.
"Iya ini bu Cyra, dan ini juga tuan!" teriak Olif. Mulutnya menganga seakan tidak pecaya dengan apa yang dilihatnya.
"Ini tidak benar." gumam bik Tika yang memijit pelipisnya.
Tiba - tiba..
"Itu tidak benar! Kalian jangan menuduh Phoo ku!"
"Tuan muda." mereka semua kaget dengan kedatangan Gio yang tiba - tiba. Dengan cepat Gio merampas handphone yang ada ditangan Asih. Ia melihat gambar itu cukup lama. Matanya menyala.
"Tidak mungkin bu Cyra melanggar janjinya padaku!" teriaknya sambil membanting handphone milik Asih. Ia berlari menuju ke kamar Cyra tapi di cegah oleh mereka. "Lepaskan aku!" teriaknya sambil menangis. "Aku harus mendengar sendiri penjelasan dari bu Cyra!"
"Jangan tuan muda. Lebih baik kita tunggu saja." Omar berusaha membujuk Gio.
"Tidak! Aku harus kesana! Lepaskan!"
"Lebih baik tuan muda jangan kesana. Atau tuan muda akan lebih syok lagi." ucap Asih.
"Apa maksudmu?" tanya Olif.
"Setelah melihat gambar tadi sudah jelas bukan, bahwa tuan Aroon pasti masuk ke dalam kamar Cyra. Apa kalian tidak satu pemikiran denganku?" jawab Asih. "Aku hanya mencegah agar tuan muda tidak melihat pemandangan yang tidak senonoh. Kasihan jiwanya yang suci akan ternoda melihat kelakuan gurunya."
"Hei! Jaga mulutmu ya!" teriak Omar. "Diam dan tutup mulutmu! Atau kau mau aku robek mulutmu!"
"Kalian ini kenapa sih! Aku hanya mengatakan hal yang sebenarnya. Terserah dengan kalian." Asih pergi meninggalkan kerumunan.
Gio juga pergi kembali mengunci diri ke kamarnya. Olif menjaga Gio karena emosinya tidak stabil. Sedangkan Omar mondar - mandir di depan kamar Cyra untuk meminta penjelasan. Ia menunggu diluar karena takut akan dimarahi oleh tuan Aroon jika memang dugaan dari Asih itu benar.
"Aduh kenapa sih bu Cyra tidak keluar - keluar." gumam Omar panik. Sudah hampir satu jam ia menunggu. "Apa aku ketok saja pintunya." Omar bersiap mengetuk pintu tapi kemudian ia urungkan. "Tunggu.. Tunggu.. Kalau benar dengan apa yang dikatakan Asih, bisa - bisa aku dipecat karena dianggap mengganggu." Omar frustasi sendiri dan mengacak - acak rambutnya. Akhirnya ia memutuskan kembali ke kamar Gio untuk menghiburnya.
"Gimana?" tanya Olif lirih
"Nihil." jawab Omar sambil menggelengkan kepala.
Gio masih berdiam diri sambil melihat keluar jendela.
"Tuan muda ayo sarapan dulu."
"Aku tidak lapar Olif." jawab Gio lirih. "Kenapa bu Cyra membohongiku?"
"Tuan muda jangan berpikiran seperti itu. Kita tidak tahu kebenarannya seperti apa." Omar berusaha terus untuk membujuk.
"Bukanlah sudah jelas, kalian juga melihatnya sendiri kan?"
"Lebih baik kita tanyakan ke tuan Aroon atau bu Cyra langsung."
"Mereka pasti tidak mau menjawab dengan jujur. Aku benar - benar kecewa dengan bu Cyra."
Sementara itu...
"Oahammm." Cyra menguap dengan lebar. Ia meregangkan otot - ototnya dan "Aauwww!" teriaknya. Ah aku lupa tangan dan kakiku masih sakit pikirnya. Ia melihat jam di dinding. "Ya tuhan sudah jam sepuluh siang." teriaknya kaget.
Obat penghilang rasa sakit yang diberikan oleh dokter ada kandungan obat tidurnya. Tadi malam karena terasa sakit dan perih ia meminumnya lagi seperti anjuran dokter. Alhasil ia tertidur nyenyak dan bangun kesiangan. Cyra segera ke kamar mandi, kali ini harus pelan - pelan karena lukanya tidak boleh terkena air.
Setelah hampir tiga puluh menit ia pergunakan untuk mandi, Cyra segera mengobati lukanya. "Aduh perihnya." gumamnya lirih sambil meniup lukanya pelan - pelan.
Kenapa Gio, Omar dan Olif tidak menjengukku ya? Apa mereka tidak tahu kalau aku mengalami tabrak lari pikir Cyra.
Ia memutuskan untuk keluar karena perutnya sudah sangat lapar. Tapi semua tampak sepi ketika dia melewati lorong. Cyra bertemu dengan beberapa pekerja, ia tersenyum seperti biasa tapi anehnya justru mereka berbisik - bisik. Walaupun lirih Cyra masih bisa mendengarnya. "Calon nyonya Aroon." bisik mereka.
Hah tidak salah dengar aku dengan yang mereka ucapkan pikir Cyra. Ia masih menyangka kalau ia salah dengar. Selanjutnya ia berbelok menuju dapur. Di situ ia juga ketemu dengan beberapa pekerja lagi dan kembali mereka melakukan hal yang sama. Mereka berbisik - bisik seperti sedang membicarakanannya.
Ini Aneh, aku harus mencari tahu apa yang terjadi. Cyra segera menemui bik Tika.
"Bik." panggilnya. Tapi bik Tika seakan - akan pura - pura tidak mendengarnya dan bahkan terkesan mengabaikannya. Bik Tika membelakanginya dan menyibukkan diri dengan pekerjaannya memotong sayuran. "Bik Tika." panggil Cyra lagi.
"Apa!" jawab bik Tika ketus.
"Bik Tika marah padaku?"
"Aku tidak marah hanya kecewa padamu!"
"Kecewa padaku? Aku semakin tidak mengerti."
"Ternyata di balik sikap baik dan polosmu itu kau menyimpan maksud yang jahat. Kau merayu tuan Aroon agar menjadi nyonya di rumah ini bukan?! Kau sudah menyakiti perasaan tuan muda."
"Tunggu.. Tunggu.. Darimana bik Tika bisa beranggapan seperti itu. Bik Tika ada bukti aku merayu tuan?"
"Ada buktinya dan sudah tersebar di kalangan pekerja. Semalam tuan menggendongmu dan kalian bermesraan di kamar bukan?"
Cyra terdiam mendengar penjelasan dari bik Tika. "Bik darimana bik Tika mendapatkan foto atau gambar apalah itu sebutannya?"
"Dari Asih."
"Bik, tolong lihat aku." pinta Cyra.
Dengan malas bik Tika membalikkan badannya. Tapi ia terkejut kemudian. "Ya tuhan Cyra apa yang terjadi denganmu?"
"Kemarin sore aku di tabrak oleh mobil bik ketika pergi ke warung."
"Kenapa tidak memberitahuku?" bik Tika tampak merasa bersalah karena bersikap ketus pada Cyra.
"Aku pingsan dan dibawa oleh warga ke rumah sakit, malamnya baru Pak Uo dan tuan Aroon datang. Mereka harus membuat pernyataan dengan pihak kepolisian karena ini termasuk kasus tabrak lari. Oleh sebab itu malam aku baru bisa di bawa pulang."
"Kamu tidak apa - apa kan?"
"Tidak apa - apa bik, hanya lecet, lebam dan jahitan di tanganku ini. Jadi karena kakiku sakit, tuan Aroon membantuku dengan menggendongnya. Tak disangka itu jadi bahan gosip dan mencemarkan nama baikku."
"Jadi tuan Aroon menggendongmu ke kamar bukan untuk bermesraan tapi menolongmu karena tidak bisa jalan."
"Iya bik, tidak mungkin tuan Aroon menyukaiku, seorang guru dari keluarga sederhana." ucap Cyra. "Dan juga aku sudah berjanji pada Gio untuk fokus mengajarnya dan tidak mengusik kehidupan pribadi ayahnya."
"Wah gimana ya. Tadi tuan muda sudah mendengarnya dan saat ini ia sangat marah."
"Gio tahu gosip ini bik?"
Bik Tika mengangguk.
Aku harus menemui Gio dan menjelaskan semua agar ia tidak salah paham terhadapku. Aku juga harus menyelidiki Asih, kenapa ia masih berkeliaran di luar rumah padahal itu sudah larut malam. Cyra bergegas menuju ke kamar Gio dan melupakan rasa laparnya.
🍀🍀🍀🍀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
sepertinya si Asih dibayar jadi mata" nih sama si Biantara, entah dia atau keluarganya ditekan mungkin,,,
2024-06-03
0
Itsaku
pengen nyumpal mulut asih pakek tisu belas ingus deh😡😡
2023-09-02
0
Anisul Mukaromah
ya si asih pasti mata2 musuhnya aaroon
2023-02-17
0