Sebenarnya Gio adalah anak yang cerdas dan pintar. Cyra bisa menilainya karena Gio termasuk anak yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Itu artinya ia memiliki jiwa kompetisi. Di lihat dari cara bicara dan atitudenya dia hanya mencari perhatian dan kurang kasih sayang. Seharusnya yang sekolah bukan hanya Gio tapi juga Aroon.
Mereka melewati lorong bergaya klasik yang terdapat beberapa ruangan entah apa itu Cyra tidak tahu. Akhirnya mereka sampai ke ruangan yang di design mirip dengan sekolah. Mungkin ini ide dari tuan Aroon pikir Cyra.
"Cyra, ini ruang di mana tuan muda belajar."
"Terima kasih sudah mengantarku Pak Uo." ucap Cyra.
"Bekerjalah dengan baik disini."
"Baik."
Syamsudin segera meninggalkan Cyra dan Gio sendiri.
"Ayo kita masuk bu Cyra." ajak Gio.
Cyra tersenyum dan mengikuti langkah Gio masuk kedalam ruang belajar.
"Selamat datang di istanaku." ucap Gio.
"Wow, istanamu sangat bagus dan megah. Aku suka."
"Syukurlah kalau ibu suka."
"Bisa kita mulai?"
"Bisa tapi tunggu sebentar pengasuhku sebentar lagi datang, ia akan ikut belajar bersamaku."
"O ya, mana orangnya?"
Gio tersenyum penuh kemenangan, ia segera memanggil "Olif! Omar!"
"Saya datang tuan muda." ucap mereka bersamaan.
Masuklah dua orang pria dan wanita yang kira - kira berumur dua puluh tahunan dengan wajah yang lucu, Oh ini ternyata pengasuh setia Gio pikir Cyra.
"Hai Olif, Hai Omar perkenalkan saya ibu guru baru yang akan mengajar disini."
"Siapa nama ibu?"
"Namaku Cyra."
"Oh bu Cireng." ucap Omar
"Bukan Cireng tapi Cyra." Cyra berusaha membetulkan namanya.
"Lebih enak Cireng bu." ucap Olif. "Bukankah begitu tuan muda?"
"Kamu betul Olif aku lebih suka memanggilnya bu Cireng."
"Hahahahhhh..." mereka tertawa terbahak - bahak bersama.
Cyra menghela napas panjang. Sabar...
"Baiklah kalau kamu suka memanggilku bu Cireng, aku tidak keberatan." jawab Cyra
Mereka menghentikan tawanya mendengar jawaban Cyra yang sama sekali tidak terpancing emosi.
"Bisa kita mulai belajarnya?"
"Bisa bu." jawab mereka bertiga hampir bersamaan.
"Baiklah. Gio pelajaran apa yang ingin kau pelajari hari ini?"
"Aku ingin Matematika."
"Oke." Cyra mulai mengambil buku Matematika di meja.
"Tunggu dulu bu guru."
"Ya Omar, ada apa?"
"Kita tadi belum bersalaman, bukankah bersalaman itu wajib."
"Benar yang kamu katakan." jawab Cyra. Ia sudah waspada jika sewaktu - waktu di kerjai oleh mereka.
Omar mengulurkan tangannya. Cyra segera membalas sambil terus waspada. Dan benar saja dugaannya.
"Ibu suka dengan cacing?" Omar menunjukkan tangan kirinya dengan menggenggam sebuah cacing besar. Cacing itu tampak bergerak - gerak. Kebanyakan wanita akan berteriak - teriak karena jijik atau kegelian. Tapi berbeda dengan Cyra. Dengan cepat ia mengambil cacing itu dengan tangannya.
"Terima kasih atas hadiah yang kau berikan Omar." Cyra melirik ke arah Olif yang tergidik jijik. "Nah Olif tolong kamu simpan cacing ini dalam wadah." Cyra mendekat dan menyerahkan cacing itu.
"Aaaacchh!!! Tidak!!! Aku jijik!!!"
Cyra tersenyum tapi ia terus memaksa, salah siapa mengerjaiku pikir Cyra.
Olif berlari ke pojok sambil menutup wajahnya.
"Tidak apa - apa, ayo pegang. Cacing ini tidak berbahaya tapi justru baik untuk kesuburan tanah."
"Aaahh!!! Tidak!!! Omar tolong aku!!!" Olif berteriak - teriak sejadinya.
Omar dengan segera mengambil kembali cacing itu dari tangan Cyra dan segera membuangnya keluar jendela.
"Loh kenapa di buang Omar?"
"Tidak apa - apa!" jawab Omar sewot karena ia gagal.
Mereka bertiga duduk berjajar dan bersebelahan. Tampak Omar membisikkan sesuatu ke telinga Gio. "Maaf tuan muda aku gagal." bisiknya.
"Tidak apa - apa, besok kita rencanakan lagi." jawab Gio.
"Siap tuan muda." jawab mereka berdua lirih.
Cyra yang memperhatikan gelagat mereka tersenyum senang, itu artinya hari ini ia berhasil karena kedatangannya besok pagi ditunggu oleh mereka.
"Ini buku Matematika tingkat sekolah dasar yang harus kalian pelajari." ucap Cyra.
"Yang belajar hanya tuan Muda saja bu." ucap Olif.
"Tidak hanya tuan muda, kalian berdua juga harus belajar agar bisa lebih pintar. Bagaimana? Apa kalian mau dikatakan bodoh?"
"Enak saja! kami pintar kok bu." sanggah Omar.
"Kalau begitu mari kita belajar bersama."
"Baik siapa takut!" jawab Gio dengan lantang.
Cyra memulai pelajarannya. Ia menjelaskan beberapa teori dan langkah - langkah mudah dalam berhitung. Setelah itu ia memberi beberapa soal yang mudah dulu. Ia berusaha membuat pelajaran senyaman mungkin dan tidak memaksa mereka jika bosan. Gio sangat antusias dalam menjawab pertanyaan - pertanyaan yang diberikan oleh Cyra karena Gio suka tantangan. Jadi Cyra sering membuat challenge yang tidak terlihat bahwa itu adalah sebuah pelajaran. Dan tanpa terasa hampir tiga jam mereka belajar bersama.
"Nah kita sudahi dulu pelajaran Matematika untuk hari ini."
"Wah tidak terasa. Huh badanku capek." keluh Gio.
Cyra tersenyum mendengar ucapan Gio. Ia mendekati Gio sambil membelai kepala anak manis itu. "Istirahatlah, besok kita akan lanjutkan pelajaran yang lain lagi. Good job Gio." puji Cyra.
Terlihat muka Gio yang merah padam akibat pujian itu.
"Oya besok pagi kalian ingin belajar apa?" tanya Cyra kemudian.
"Bagaimana kalau pengetahuan alam?" pinta Gio.
"Baiklah Gio, besok kita akan belajar tentang alam." ucap Cyra. "Bu Guru akan pamit untuk pulang. Sampai ketemu besok jam delapan."
Setelah merapikan semua buku - buku yang tadi dipakai, Cyra segera keluar ruangan. Dan ternyata Syamsudin sudah menunggunya di lorong.
"Pak Uo."
"Bagus Cyra." puji Syamsudin.
"Terima kasih Pak Uo."
"Tuan ingin bertemu denganmu setelah makan siang."
"Baik."
"Kamu ikut aku ke pondok yang sudah disediakan tuan Aroon untukku, kita makan siang bersama."
Cyra mengangguk dan mengikuti langkah Syamsudin.
Sepanjang perjalanan Cyra dibuat kagum dengan arsitektur dari rumah ini.
"Rumah ini dibangun ketika tuan Aroon menikah dengan nyonya Davira." Syamsudin memulai bercerita.
"Oh pantas rumah ini terasa hangat."
"Yang menjadi arsitektur adalah tuan Aroon sendiri, di tambah nyonya Davira yang suka dengan alam jadi cocok." lanjutnya. "Sebelum menikah tuan Aroon juga sudah membangun sebuah rumah, tapi rumah itu tidak ia tempati lagi semenjak mereka menikah."
"Rumah ini sangat bagus dan penuh dengan nuansa keluarga yang hangat, tapi sayang ada anak kecil yang kurang perhatian."
"Maksudmu tuan muda?"
"Yah betul, dia sebenarnya anak yang manis dan pintar. Sikapnya yang memberontak hanya karena ia butuh perhatian dari tuan Aroon."
"Sulit untuk menjelaskan hal itu pada tuan Aroon yang saat ini berhati dingin."
"Akan aku coba pelan - pelan, Pak Uo. Ini demi seorang anak yang tidak bersalah."
"Aku doakan kamu berhasil."
Cyra hanya tersenyum.
Mereka sudah sampai di pondok di mana Syamsudin tinggal. Dan ternyata pondok itu lebih bagus dari rumah Syamsudin yang sekarang ditempati oleh Cyra. Setelah makan siang bersama Syamsudin mengantar Cyra masuk ke dalam ruang kerja sambil menunggu kedatangan Aroon. Tak lama kemudian pria bertubuh kekar khas dengan wajahnya yang tanpa senyum masuk ke dalam ruang kerja. Entah kenapa Cyra selalu gugup bila Aroon memandangnya dengan tajam. Ia bahkan harus menarik napas panjang berulang kali agar bicara dengan lancar di hadapannya.
"Bagus kau bisa bertahan sampai sekarang."
"Terima kasih atas pujian tuan."
"Aku tidak memujimu."
"Maaf." ucap Cyra.
"Syam sudah cerita padamu?"
"Soal apa tuan?"
"Soal bagaimana jadwal kerjamu jika aku memperkerjakan mu disini."
"Belum tuan."
"Baiklah aku akan menjelaskannya padamu, dengarkan baik - baik."
"Baik tuan." jawab Cyra sambil berkonsentrasi penuh. Kebetulan Cyra termasuk wanita yang cerdas, hanya dengan sekali mendengar ia bisa mengingatnya. Hanya saja nasibnya yang kurang baik.
"Aku akan memperkerjakanmu menjadi guru anakku selama dua puluh empat jam, jadi kau harus tidur disini."
"Kenapa?"
"Kau belum aku beri waktu untuk bertanya!"
"Maaf tuan."
"Gio termasuk agak ketinggalan pelajaran untuk anak seusianya, aku ingin kau mengejar ketinggalan itu."
Cyra hanya diam sambil terus mendengarkan penjelasan Aroon. "Kenapa diam?" tanya Aroon tiba - tiba.
"Oh tuan sudah memberi waktu saya untuk bicara? Maaf saya tidak tahu."
Seperti termakan omongannya sendiri membuat mata Aroon menatap tajam ke arah Cyra. "Bicaralah."
"Terima kasih tuan." ucap Cyra. "Terima kasih atas kepercayaan yang tuan berikan kepada saya. Saya akan menerima tawaran tuan mengajar dan menjaga Gio selama dua puluh empat jam. Yang pertama saya minta untuk hari minggu saya libur bekerja."
"Alasannya?"
"Alasannya agar Gio tidak mudah bosan dan tentu saja saya sebagai manusia biasa juga membutuhkan waktu untuk menyenangkan diri saya sendiri."
"Pergi berkencan?"
"Tidak tuan, asal saya dari Surabaya. Saya tidak punya teman orang Bogor."
"Bagus, kau bisa fokus mengajar anakku."
"Yang kedua___."
"Masih ada lagi?" Cyra yang belum menyelesaikan perkataannya sudah dipotong oleh Aroon
"Ya tuan, saya belum selesai."
"Teruskan."
"Yang kedua setiap satu bulan sekali ijinkan saya pulang ke Surabaya."
"Tiga bulan sekali atau kau tidak bekerja disini." ucap Aroon tegas. "Aku bukan orang yang mudah untuk diajak negosiasi, apalagi permintaan yang tidak bermutu seperti itu."
Cyra menghela napas, mau bagaimana lagi ia butuh pekerjaan itu. Terpaksa harus menyetujui persyaratan Aroon. "Baiklah saya menyetujuinya."
"Besok kau sudah boleh pindah disini."
"Baik tuan." jawab Cyra. Cyra terdiam sejenak, ia tampak ragu untuk berbicara dengan Aroon.
Tapi sepertinya Aroon tau gelagat itu. "Masih ada lagi?"
"Masih tuan."
"Apa?"
"Tuan belum menjelaskan berapa gaji yang akan saya terima."
"Penting?"
"Sangat tuan."
"Alasannya? Suka uang kau rupanya."
"Maaf tuan, dengan bekerja disini banyak waktu yang harus saya lewatkan dengan orang tua saya. Dan saya ingin membagi hasil kerja keras saya untuk mereka." Cyra memberanikan diri.
Aroon mengangguk - angguk mendengar alasan Cyra. Dan menurutnya itu masuk akal juga. "Lima belas juta sebulan."
"Apa?!"
"Kenapa? Terlalu sedikit?"
"Bbukan itu maksud saya. Justru itu terlalu banyak untuk saya."
"Aku ingin anakku berhasil, jadi berapa pun biayanya akan aku tanggung. Jadi ingat bekerjalah yang serius."
Wah ini sih terlalu memaksa kerjaku, bisa - bisa membuat aku gagal karena besarnya tekanan pikir Cyra.
"Bagaimana kalau sepuluh juta saja tuan, jika pekerjaan saya berhasil mungkin tuan bisa memberi saya bonus."
"Kalau itu mau mu, it's oke."
"Karena sudah tidak ada yang perlu saya tanyakan lagi, saya akan pamit pulang."
Cyra segera keluar dari ruang kerja Aroon, ia bisa bernapas lega sekarang. Setelah bertemu dengan Syamsudin Cyra segera pulang mengayuh sepedanya menikmati sore hari diperkebunan.
🍀🍀🍀🍀
Phoo : panggilan ayah untuk negara Thailand
Mae : panggilan ibu untuk negara Thailand
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
ko seperti wong Jowo yah, mae😆😆
2024-06-02
0
Maya Ratnasari
attitude
2024-05-17
0
Itsaku
boleh gantiin pekerjaan cyra g sih thor😄🤭
2023-08-04
0