Selamat! Membaca 🤗
Mas Rahman terdiam sesaat, entah apa yang ia pikirkan tapi tiba-tiba ia mengangguk dan mengatakan.
"Baiklah, aku mengizinkanmu dan Satria untuk tinggal di sini selama beberapa hari ke depan, tapi aku ingin bertemu dengan Satria."
Aku mengangguk dan mengatakan jika Satria sedang tidur di dalam Kamar lalu mengajak Mas Rahman ke dalam.
Ibu yang melihat aku masuk bersama Mas Rahman keluar dari Kamarku
"Ibu keluar dulu yah, karena Ibu harus memasak. Ayah akan pergi ke Toko sebentar lagi,"ucap Ibu seraya melangkahkan kakinya keluar dari kamarku.
Aku dan Mas Rahman mengangguk secara bersamaan.
"Iya Bu."
Selepas kepergian Ibu dari Kamarku Mas Rahman mendudukkan diri persis di sebelah Satria yang masih terlelap memejamkan matanya.
Ia menundukkan wajahnya lebih mendekat pada Satria lalu mencium puncak kepala putra kami.
Aku melihat Mas Rahman memandang Satria dengan penuh kasih dan cinta, berbeda sekali di saat dia berada di Rumah, jangankan untuk memandang Satria penuh dengan kasih seperti itu, melirik saja tidak pernah ia lakukan.
Mas Rahman mengusap lembut rambut Satria dan ia mengecupi puncak kepala nya berkali-kali seperti sedang menuangkan kerinduan yang begitu dalam pada anaknya itu, padahal ia setiap hari bertemu dengan Satria di Rumah tapi entah kenapa saat ini ia terlihat seperti tidak pernah bertemu Satria selama berbulan-bulan lamanya.
Akupun membiarkan momen haru seperti itu, karena memang sudah sangat lama sekali aku tidak melihat Mas Rahman melakukan hal seperti itu pada Satria.
"Via, apa kada Dokter? Satria baik-baik saja kan!"tanya Mas Rahman dengan menatapku lekat.
Ya. Aku belum menjelaskan pada Mas Rahman tentang penyakit yang di derita Satria, kemarin aku hanya memberi tahu Mas Rahman bahwa Satria harus di rawat, itu semua aku lakukan karena aku ingin mengatakannya secara langsung bukan lewat pesan teks.
"Dokter bilang, Satria menderita penyakit Meningitis, Mas."
"Apa! Meningitis?"mas Rahman sangat terkejut!
"Iya Mas, dan Satria harus melakukan pengobatan teratur, di tambah Satria juga memiliki daya tahan tubuh yang sangat lemah membuat ia harus secara rutin melakukan Kontrol."
Aku melihat Mas Rahman dengan raut sedih yang terukir di wajahnya. lalu ia kembali menciumi Satria.
"Maafkan ayah sayang, Ayah janji, Ayah akan berusaha semaksimal mungkin agar kau bisa sembuh dan sehat kembali,"kata Mas Rahman tepat di telinga Satria.
Aku melihat ada perbedaan pada diri Mas Rahman ketika berada di Rumah Ibu dan di Rumah kami.
Jika di Rumah Ibu dan Ayah, Mas Rahman terlihat sangat lembut dan penuh kasih sayang tapi ketika berada di Rumah kami dia sudah seperti singa yang siap menerkam jika seseorang mengganggu keluarganya yaitu Ibu mertuaku dan Mbak Rohmah.
Setelah puas bercengkrama dengan Satria meskipun putranya itu sedang tidur tapi Mas Rahman tetap mengajaknya mengobrol.
Mas Rahman beralih padaku.
Tiba-tiba ia memelukku dengan erat dan mengatakan.
"Aku sangat merindukanmu."
Aku mengerutkan keningku, bagaimana bisa dia bilang kalau dia sangat merindukanku jika selama di Rumah ia selalu mengabaikan ku seperti seseorang yang tidak perduli, bahkan ia selalu mengajakku ribut perkara uang bulanan yang ia berikan padaku selalu habis di waktu yang tidak tepat menurutnya.
"Via, kenapa kau diam?"tanya Mas.
"Memangnya aku harus bicara apa Mas?"
"Tadi aku bilang, kalau aku sangat merindukanmu. Apa kau tidak merindukanku?"
"Bukankah kita setiap hari bertemu?"
"Memang benar, tapi entah kenapa saat ini aku benar-benar merasa sangat merindukanmu. Aku merasa kita sudah sangat lama tidak pernah bertemu."
"Benarkah! Mungkin itu hanya perasaanmu saja Mas, karena setiap hari kau selalu mengajakku ribut."
"Maafkan aku Via."
"Aku sudah memaafkan mu Mas."
Mas Rahman yang tadinya berniat ingin mengajakku pulang malah betah berlama-lama di rumah orangtuaku, bahkan ia sampai tidak berangkat bekerja karena ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama kami.
Hingga malam hari tiba.
Mas Rahman masih belum kunjung pulang ke Rumah kami.
Sepertinya ia enggan untuk pulang ke Rumah padahal tadi ia yang ngotot mengajakku pulang ke Rumah.
"Rahman, ini sudah jam 09.00 malam. Lebih baik kau menginap saja di sini, bukankah besok hari Sabtu kau libur bekerja kan?"kata Ibu.
"Iya Bu, besok aku tidak bekerja."
"Ibu benar, kau menginap saja di sini, lagi pula ini sudah malam kan dan di Rumah kalian juga tidak ada siapa-siapa. Selama beberapa hari ke depan, karena Via dan Satria ada di sini, selepas pulang bekerja kau pulang ke sini, Via akan menyiapkan segala keperluan dan makan mu dari sini."Sahut Ayah.
"Baik ayah, terimakasih."kata Mas Rahman.
Dan malam ini Mas Rahman memutuskan untuk menginap di Rumah Ibu dan Ayah.
❄️❄️❄️
"Rasanya baru kemarin kita tidur di sini"kata Mas Rahman tiba-tiba. Sambil menatap sekeliling Kamarku.
"Apa maksudnya Mas?"
"Apa kau ingat pertama kali kita tidur di sini kapan?"
Aku mengangguk, karena memang aku tidak pernah melupakan itu.
"Tentu saja."
"Kapan?"Tanya Mas Rahman, dengan tatapan menggoda.
"Kenapa kau menatapku seperti itu Mas?"Tanyaku gugup.
"Memangnya kenapa dengan tatapanku? aku hanya bertanya kapan pertama kali kita tidur di kamar ini?"
Aku tersenyum malu, karena pertanyaan dari Mas Rahman mengingatkan aku di malam pertama kami.
Tiba-tiba Mas Rahman memeluk pinggangku dari belakang.
"Apa kau tengah membayangkan malam itu?"bisiknya, tepat di telingaku yang membuat seluruh tubuhku merinding karena bisikin dari Mas Rahman, bukan bisikan biasa.
Dadaku berdebar, entah sudah berapa bulan kami tidak melakukan hal seperti ini.
Mas Rahman membalik tubuhku agar menghadap ke arahnya.
Lalu ia menatap wajahku dengan sangat lekat.
"Kau Cantik!"kata Mas Rahman, seraya membelai wajahku, dan inilah kata yang dulu selalu ia ucapkan setiap hari. bahkan setiap Jam.
Bersambung.....
❄️❄️❄️❄️❄️
Terimakasih sudah berkunjung ke cerita ini 🙏
Tolong dukung Novel Ntor ya 🙏
Love banyak-banyak untuk semuanya ❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments