Selamat! Membaca 🤗
❄️❄️
Baru selesai aku bicara tiba-tiba raut wajah Bu Tuti dan Bu Lilis berubah, mereka saling pandang lalu menatapku.
Aku bingung apa yang terjadi dengan kedua wanita itu tapi aku melihat arah pandangan mereka tertuju di belakang punggungku.
Dan ternyata.
Arah mata kedua wanita itu tertuju pada Via.
Ya.. Via tiba-tiba muncul di sini, entah apa tujuannya mungkin saja ia ingin membeli sayur.
tapi tidak mungkin kan karena Via tidak pernah memasak jadi untuk apa dia berbelanja di warung sayur Ibu Lilis.
"Eh ... Via, mau beli apa?"tanya Ibu Lilis mencairkan suasana yang beberapa detik sempat menegang.
"Via, untuk apa kamu datang ke warung Ibu Lilis kau kan tidak pernah memasak?"kata Ibu Tuti, wanita bermulut maut itu sudah mulai beraksi.
Tapi Via hanya menyunggingkan senyum di ujung bibirnya mendengar sindiran Ibu Tuti.
Ia melangkah semakin mendekati kami lalu menatap ku dari ujung kaki sampai ujung kepala, aku langsung memberikan senyuman yang terbaik pada Via agar aku dicap sebagai mertua yang baik.
Tapi sial! Via juga mengikuti caraku, dia tersenyum dengan begitu ramah lalu meraih punggung tanganku dan menciumnya.
"Ibu ada di sini juga, ibu mau beli apa?"
Aku segera menarik tanganku dari pegangan Via, sungguh aku tidak Sudi jika tanganku ini disentuh oleh wanita munafik seperti Via.
"Eh Via, kau jangan berpura-pura tidak tahu seperti itu. Kau tahu kan Ibu mertuamu ini membeli sayur-mayur dan lauk pauk untuk suamimu, seharusnya kau yang melakukannya bukan malah Ibu mertuamu?"kesal Ibu Tuti yang semakin membuatku tersenyum.
"Sudahlah Bu, tidak apa-apa. Saya sungguh tidak keberatan jika Rahman setiap hari makan di Rumah saya, karena Rahman memanglah putra satu-satunya di keluarga kami."
Entah kenapa aku semakin sebal melihat Via yang malah melebarkan senyum ketika aku bicara seperti itu.
"Ibu-ibu dengarkan, Ibu mertuaku ini sungguh sangat baik hati, dia sangat-sangat menyayangi mas Rahman. Jadi beliau yang ingin mengatur sendiri apa saja yang harus mas Rahman makan setiap harinya."Kata Via yang semakin membuatku jengkel, apa dia tengah bersandiwara!
tentu saja, wanita licik ini pasti sedang mencari muka pada Ibu-ibu yang ada di sini.
"Tapi Via, jika memang Rahman lebih suka makan di Rumah ibunya seharusnya kau jangan menguasai semua gaji suamimu dong, kau tahu kan Ibu Jubaidah ini seorang janda dan beliau juga masih memiliki anak yang masih bersekolah dan Rahman itulah anak laki-laki satu-satunya di keluarga Ibu Zubaidah, jadi wajar dong jika Rahman memberikan uang bulanan pada Ibu Jubaidah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari lagi pula kan Rahman selalu makan di Rumah Ibunya, jadi kau jangan egois menguasai uang gaji suamimu Via."
Ibu Tuti mulai terpancing emosi, ia terus saja mengoceh menyudutkan Via.
Aku sangat yakin jika Via pasti malu dan merasa kesal akan kejadian ini.
semoga saja setelah kejadian ini ia merasa tidak betah tinggal di kampung ini lalu kembali ke asal mulanya yaitu di keluarga Aminah.
"Maaf Bu, tapi suami saya mas Rahman selalu memberi uang bulanan pada Ibu mertua saya bahkan mas Rahman memberi uang bulanan lebih besar pada Ibu mertua saya daripada saya sendiri."
"Cih.. pembelaan macam apa itu, sudah jelas-jelas tadi Ibu Jubaidah bilang jika ia sama sekali tidak diberi uang bulanan dengan Rahman karena uang bulanan dia selalu dikuasai olehmu,"ketus Ibu Tuti.
Aku melihat Via menghela nafas panjang dan dia menatapku dengan penuh arti.
Entah apa yang dipikirkan Via dengan tatapan itu yang jelas aku merasa Via menyimpan marah yang teramat besar padaku.
Tapi tentu aku tidak peduli akan hal itu, justru itulah yang aku cari aku senaja selalu membuat keributan dengan menantu yang tidak diinginkan ini.
"Apa yang sudah Ibu katakan pada Ibu-ibu disini?"tanya Via padaku.
Tapi lagi-lagi Ibu Tuti yang menyahutnya. Ibu Tuti benar-benar hebat jika urusan menindas orang.
"Heh Via, kenapa kau malah bertanya seperti itu pada Ibu mertuamu! sungguh tidak sopan sekali. Ibu Jubaidah mengatakan fakta yang sebenarnya tentang kelakuanmu yang tidak mau memperlakukan suamimu dengan baik bahkan kau hanya memberikan makanan itu untuk saja setiap hari pada suamimu, harusnya kau lebih peka dan pengertian sedikit pada suaminya itu Via. Rahman itu sangat bekerja keras untukmu jadi kau harus merawatnya dan memberi dia makan yang bergizi!"
"Bagaimana saya harus memberi makanan yang bergizi Bu, jika setiap hari saya harus belanja dengan uang sebesar 15 ribu? Apa bisa saya membeli daging untuk uang sebesar itu?"kata Via yang mampu mengejutkan Ibu Tuti si mulut pedas.
"15 ribu!?"
Via melirik ke arahku lalu ia berkata.
"Maaf Bu, aku tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan mas Rahman, aku hanya bicara apa adanya dan ini pun karena Ibu yang memulainya terlebih dahulu, jika Ibu tidak memulainya aku tidak mungkin mengatakan ini pada semua orang."
Setelah berkata seperti itu Via kembali menatap Ibu-ibu yang ada di warung Ibu Lilis.
"Mas Rahman hanya memberi aku uang sebesar 1 juta setiap bulannya, apa Ibu-ibu kira uang sebesar itu cukup untuk biaya hidup kami selama satu bulan, sedangkan setiap satu minggu sekali aku harus membawa Satria kontrol ke Rumah sakit, kalian tentu tahu kan biaya kontrol dan berobat itu tidak sedikit ditambah lagi keluarga kami tidak memiliki asuransi kesehatan apapun, aku juga harus membayar biaya bulanan di Rumah kami seperti air listrik dan internet, ditambah lagi selama beberapa bulan ini mas Rahman harus membayar cicilan motor Mbak Rohmah karena mas Rudi sudah lama tidak mengirimkan uang pada istrinya."
Semua orang terkejut mendengar penuturan Via.
Begitupun dengan ku.
Berani sekali Via bicara seperti itu di hadapan semua orang, dia sudah benar-benar mempermalukanku.
Dulu aku bicara apapun tentang dirinya, Via tidak pernah melawan dan menentang seperti ini.
Tapi sekarang anak ini benar-benar menantangku, jika bukan karena Via memegang rahasia besarku selama ini tentu saja aku sudah menjambak dan menghantamnya ke tembok.
"Ibu Jubaidah bagaimana sih, katanya uang bulanan Via itu sangat besar tapi kok hanya satu juta rupiah, jika memang nilainya seperti itu dengan biaya yang menumpuk bahkan untuk berobat anaknya juga tentu saja tidak akan cukup! jika saya jadi Via, mungkin saya tidak pernah memberi makan pada Rahman."
"Iya benar Bu, masih syukur diberi makan tahu tante setiap hari, kenapa Rahman harus membayar cicilan Motor Rohmah! bukankah Rudi itu bekerja di luar Negeri dan ibu Jubaidah tadi bilang, jika Rudi setiap bulan mengirim uang untuk istri dan anaknya tapi kenapa harus melibatkan Rahman untuk membayar cicilan motornya."
Bersambung...
❄️❄️❄️
Terimakasih 🙏
Love banyak-banyak untuk semuanya ❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Heny
Nah lho malu sendiri
2024-12-23
1
Suci Fatana
uh rasainn
2023-05-06
1
Mirna Loden Mirna Mirna
jd malu sndri kan
2023-05-03
1