Selamat! Membaca 🤗
❄️❄️
Dadaku semakin memanas mendengar penuturan Ibu-ibu yang terus menghujat ku, di tambah lagi dengan ekspresi Via yang sepertinya sangat bahagia dengan hal yang memalukan seperti ini.
Awas kau Via, aku akan melaporkan semua kejadian ini pada Rahman.
*******
Sore hari.
POV Rahman.
Aku baru keluar dari Pabrik, dan ketika ingin menaiki motor tiba-tiba ponselku berdering dan ternyata yang menghubungi ku adalah Mbak Rohmah.
Ada apa lagi dia menghubungiku, pasti ada sesuatu. Jika tidak soal uang, pasti soal keributan antara Ibu dan Via.
Aku menggeser tombol hijau di layar ponsel ku. Dan benar seperti dugaanku, Mbak Rohmah menelpon ku untuk melaporkan jika Via lagi-lagi membuat ulah.
Apa sih maunya Istriku itu, tidak bisakah sehari saja ia tidak membuat ulah dengan mengajak ribut Mbak Rohmah dan mencari gara-gara dengan Ibu.
Aku bergegas menuju Rumah Ibu, dan ketika sampai di Rumah Ibu lagi-lagi aku mendapati Ibu menangis.
Ibu menceritakan semuanya padaku dan tentu aku tidak terima dengan semua kelakuan Via pada Ibuku.
Tanpa pikir panjang aku segera pulang ke Rumah dengan emosi yang menggunung.
Sudah aku tertimpa masalah di Pabrik dan harus di maki habis-habisan oleh Pak Burhan. Di tambah lagi dengan masalah yang timbul gara-gara Via. Semakin membuat otakku terasa mau pecah.
❄️❄️
BRAK!
Aku masuk kedalam Rumah mendorong pintu dengan sangat kuat, aku sudah tidak perduli lagi kalau suara yang bising bisa membuat Satria menangis.
Aku marah pada Via, sampai melemparkan semua benda yang ada ada di hadapanku.
"Kenapa kau bisa seperti ini Via! tidak bisakah kau menghormati Ibuku walau satu hari saja?"
Namun, seperti apapun aku mengamuk. Via masih tidak berkutik. Ia hanya diam dan menatap ku yang tengah marah-marah seperti orang gila.
Sampai selesai aku meluapkan semua emosi ku Via masih diam tidak mengeluarkan sepatah katapun.
" Kenapa kau malah mematung seperti itu!"tanyaku dengan nada membentak pada Via.
"Apa aku harus berteriak sepertimu juga Mas! Jika aku sudah berteriak sampai penjuru bumi mendengar, apa kau akan mempercayaiku Mas? Tidak kan! Jadi untuk apa aku harus berteriak-teriak membela diri."
Aku terdiam mendengar ucapan Via.
Dia benar, aku tidak akan mempercayai penjelasan yang akan ia berikan. Tapi setidaknya ia bisa memberi alasan sedikit saja kenapa ia selalu membuat masalah dengan Ibu, dan Via sudah semakin menjadi-jadi dengan mempermalukan Ibu dan aku di depan umum.
"Kau mau kemana Via?"tanyaku kala melihat Via malah berlalu dari hadapanku.
Bukanya memberi penjelasan tapi kenapa dia Malah nyelonong seperti tidak berdosa.
"VIA!"
Aku berteriak, dan langsung mengejarnya.
Via masuk kedalam kamar dan langsung menggendong Satria,
Satria menangis. Mungkin karena suara gaduh yang ku ciptakan tadi.
Tiba-tiba hatiku terenyuh melihat wajah pucat Satria dan tangis yang begitu menyayat hatiku, dia menangis dengan air mata yang deras, badannya kini terlihat kurus.
Ya Allah apa yang terjadi pada diriku, kenapa aku bisa seperti ini.
Aku baru menyadari jika sudah lama tidak memperhatikan putraku, aku sudah lama tidak menggendong putraku, bahkan aku juga sudah tidak pernah lagi menanyakan keadaan Satria pada Via.
Astaghfirullah. Dadaku terasa sangat sesak ketika mengingat ini.
Aku yang masih mematung di ambang pintu mendapat tatapan tajam dari Via, tapi ia tidak mau mengeluarkan sepatah katapun.
"Via."Panggil ku dengan suara yang sudah melemah, entah kenapa setelah melihat Satria hatiku jadi luluh.
Namun lagi-lagi Via tidak menyahuti panggilan ku, dia mendudukkan dirinya di pinggir ranjang dan memberi Asi pada Satria.
Aku perlahan mendekat.
"Keluar Mas!"
Akhirnya Via mau mengeluarkan suara. Tapi dari perkataannya itu Via mengusirku.
"Via!"
"Aku minta keluar Mas, Satria sedang sakit dia butuh istirahat. Jika Mas masuk hanya ingin memaki ku lakukan nanti setelah aku menidurkan Satria."
Kata-kata Via begitu telak menusuk jantungku.
"Via, aku ingin....!"
"Mas. Tolong keluar."
Aku diam tidak melanjutkan perkataan ku karena Via telah memotongnya, dan sepertinya aku memang harus keluar dari Kamar karena Via benar, Satria harus istirahat.
Padahal aku ingin melihat anakku dan menciumnya, aku sudah sangat merindukan Satria ku.
Tapi biarlah, aku masih bisa melakukan nanti, karena saat ini Satria harus Istirahat.
Aku keluar dari Kamar dan mendudukkan diri di sofa ruang keluarga, aku merenungi semua kesalahan dan ketidakpedulian ku pada Satria.
Maafkan Ayah nak, gumamku.
Aku mengeluarkan ponsel untuk melihat-lihat foto Satria waktu bayi, karena di saat Satria bayi hampir setiap jam aku mengabadikan momen berupa foto dan Video.
Tapi sudah hampir 3 bulan ini aku tidak pernah lagi melakukan hal itu, aku sudah tidak tertarik lagi bahkan ketika Via memintaku untuk melakukan foto bersama aku tidak pernah menggubrisnya.
Aku sudah tidak pernah bertanya pada Via tentang kondisi Satria, bahkan ketika Via mengatakan bahwa dia mengajak kontrol Satria ke Dokter, akupun tidak menanggapinya.
Tapi sekarang aku merasa bersalah atas apa yang aku lakukan itu.
Ting!
Baru beberapa foto yang aku lihat di ponsel, tiba-tiba notif pesan mengganggu.
(Rahman, apa kau sudah menegur istrimu itu? ingat Rahman, Via sudah mempermalukanmu dan Ibu di depan umum, jadi kau harus memberi pelajaran pada Istrimu itu?
Itulah pesan yang masuk ke ponselku dan pesan itu dari Mbak Rohmah.
Aku memutuskan untuk tidak membalasnya, karena aku lebih memilih untuk kembali melihat foto-foto Satria.
Bersambung......
❄️❄️❄️❄️❄️
Terimakasih sudah berkunjung 🙏
Love banyak-banyak untuk semuanya ❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Mirna Loden Mirna Mirna
ada lgi ayah sprti rahman,dia lbh mementingkan ibu sma mbaknya dr pada anaknya sndri
2023-05-03
2
AFM
Semangat Thor
2023-02-13
0