Selamat! Membaca 🤗
Keesokan harinya.
Rahman masih belum menampakkan batang hidungnya.
Entah kesibukan apa yang ia lakukan hingga membuatnya tidak sempat untuk menyusul Via dan Satria.
Saat ini Via tengah rapih-rapih karena ia memilih untuk membawa Satria pulang dan menjalani perawatan di Rumah.
Tapi karena rasa kesalnya pada Rahman Via tidak pulang kerumahnya, ia memilih ikut bersama Alfian untuk pulang ke Rumah orang tuanya.
Dan tentu saja itu disambut baik oleh sang kakak, Alfian segera membawa Via ke Rumah orangtuanya.
❄️❄️
Rahman yang tengah menunggu kepulangan Via menjadi jenuh, sejak tadi ia menunggu namun Via tak kunjung pulang.
Rahman yang merasa khawatir segera menghubungi Via, tapi Via tidak mengangkat teleponnya.
Rahman tidak menyusul Via ke Rumah sakit karena ia benar-benar disibukkan oleh Jubaidah yang merengek sakit perut dan minta ditemani oleh Rahman, dan semalaman itulah Rahman menemui orangtuanya sampai Ia lupa menyusul Via dan anaknya.
Setelah berkali-kali mencoba menghubungi dan mengirim pesan pada Via,
akhirnya Via mendapatkan balasan dari istrinya.
Via mengatakan Jika ia sedang berada di Rumah Ibunya dan tentu hal ini membuat Rahman marah.
"Bisa-bisanya ia pulang ke Rumah orang tuanya sedangkan suaminya menunggu kepulangannya di Rumah,"gumam Rahman.
Jubaidah yang saat ini sedang berada di Rumah Rahman, tersenyum puas dan merasa senang karena Via pulang ke Rumah Orangtuanya.
"Kau mau ke mana nak?"tanya Jubaidah yang melihat Rahman mengambil jaket dan kunci motornya.
"Aku mau ke Rumah Ibu Aminah."
"Untuk apa kau pergi ke sana?"
"Aku harus menjemput Via pulang Bu."
"Menjemput! Tidak usah Rahman, Via itu sudah keterlaluan mebiarkan kamu sendirian di Rumah dia malah pulang ke Rumah orangtuanya, padahal kau sudah menunggunya di sini. Jadi untuk apa kau menjemputnya pulang."
"Tidak Bu. Aku harus tetap menjemput Via untuk pulang."
Jubaidah menjadi gelisah, dalam otaknya mecari cara agar Rahman tidak pergi menjemput Via untuk pulang kembali ke rumahnya. Karena inilah tujuan dari Jubaidah menyingkirkan Via dari Rumah Rahman.
"Tapi Rahman, Via yang memilih pulang ke Rumah orangtuanya, jadi biarkan saja."
Namun seperti apapun Jubaidah menahan Rahman. Lelaki itu tetap pergi menyusul Via ke Rumah orangtuanya.
Meskipun Rahman sering marah-marah pada Via, menganggap istrinya itu boros dan selalu menyalahkan Via jika dia berselisih paham dengan Jubaidah.
Tapi sungguh Rahmah tidak pernah menginginkan Via pergi dari Rumah itu, apa lagi pergi dari hidupnya.
Rahman pun segera pamit pada Jubaidah.
*****
POV Via.
Aku baru menyadari kebohongan Mbak Rohmah ketika Mas Alfian mengatakan keraguan tentang sakitnya Putri.
Aku sungguh kecolongan akan hal itu.
Tapi tidak apa-apa,
untuk kali ini aku tidak menyalahkan Mas Rahman ataupun Mbak Rohmah, aku lebih menyalahkan diriku sendiri.
Aku segera menghubungi Mas Rahman memintanya untuk datang ke Rumah sakit, dan Mas Rahman pun berjanji akan segera menyusul ku.
Tapi sudah sangat lama aku menunggunya bahkan sampai pagi. Mas Rahman tidak kunjung-muncul.
Ia benar-benar sudah mengabaikanku, bahkan ia tidak memperdulikan anaknya, padahal aku sudah mengatakan pada Mas Rahman bahwa Satria menderita penyakit yang serius dan harus di rawat.
Tapi sepertinya, tidak ada sedikitpun rasa khawatir pada diri Mas Rahman untuk Satria.
Dia lebih mengkhawatirkan keluarganya.
Dan akhirnya.
Ketika Satria diperbolehkan untuk menjalani perawatan di Rumah, aku memutuskan untuk pulang. Tapi bukan pulang ke Rumahku dan Mas Rahman, melainkan pulang ke rumah Ibuku.
Aku kesal dan marah pada Mas Rahman dan aku ingin memberi sedikit pelajaran padanya.
Bukan hanya ingin memberi pelajaran saja, aku juga ingin menenangkan diri dari kesedihan dan kehancuran yang melanda hati dan pikiranku atas Vonis dari Dokter untuk Satria.
Aku seperti di terjang Tsunami ketika mendengar Vonis dari Dokter.
Aku merasa gagal menjadi seorang ibu yang tidak bisa merawat anakku sampai ia menderita penyakit serius.
Aku sangat membutuhkan seseorang yang bisa menguatkan dan menenangkan hatiku yaitu Ibuku sendiri, sesungguhnya aku sangat berharap jika Mas Rahman yang bisa menenangkan hatiku ini, dan aku bisa berbagi kesedihan dengannya.
Tapi itu sangat mustahil karena Mas Rahman selalu mementingkan keluarganya daripada anaknya sendiri.
Berulang kali Mas Rahman mengirim pesan dan menelepon, tapi aku tidak memperdulikannya aku benar-benar ingin memberi dia pelajaran.
Tapi karena Ibu membujukku untuk membalas dan menjawab telepon dari Mas Rahman akhirnya aku memutuskan untuk mengirim sebuah pesan teks padanya.
Aku mengatakan bahwa aku dan Satria pulang ke Rumah Ibu.
Sudah bisa diduga, seperti apa reaksi Mas Rahman ketika mengetahui aku pulang ke Rumah Ibu,
ia pasti sangat marah!
Dan sepertinya itu terbukti karena Mas Rahman langsung menelponku kembali tapi aku tidak mengangkatnya,
aku sangat yakin jika saat ini ia pasti ingin marah besar padaku.
Mas Rahman sangat sulit memberi aku izin ketika aku ingin pulang ke Rumah Ibu.
Entah apa alasannya, padahal dulu, ia membebaskan aku untuk pulang ke Rumah orangtuaku kapanpun aku mau, tapi akhir-akhir ini dia selalu melarangku untuk pulang ke Rumah Ibu dan Ayah.
Aku menduga jika ini ulah Ibu Mertuaku dan Mbak Rohmah. Dia pasti yang menghasut Mas Rahman untuk tidak mengijinkan aku pulang.
Padahal aku sangat yakin sekali jika Ibu Mertuaku itu menginginkanku keluar dari Rumah Mas Rahman, tapi kenapa dia tidak mengizinkan aku ke Rumah Ibu.
Sungguh wanita yang aneh.
❄️
Tapi sungguh tidak aku duga, tiba-tiba Mas Rahman datang ke Rumah Orangtuaku.
Aku berpikir Mas ingin menjemputku dan Satria, tapi aku tidak mau menemuinya,
aku segera masuk kedalam Kamar dan membiarkan Ibu dan Ayah yang menyambut kedatangannya, karena aku masih sangat kesal dengannya.
Dan aku lebih memilih menemani Satria di Kamarku dulu.
Entah apa yang dibicarakan Ibu, ayah dan Mas Rahman di ruang keluarga.
Aku tidak mau mendengarnya dan aku juga tidak mau perduli,
tapi aku mendengar suara Mas Alfian, sepertinya Mas Alfian tengah melampiaskan kemarahannya pada Mas Rahman.
Karena Mas Alfian bicara dengan begitu kencang sampai tembus ke Kamarku,
tapi lagi-lagi aku tidak memperdulikannya biarkan saja Mas Alfian memarahi Mas Rahman karena aku sangat jengkel dengan Mas Rahman.
❄️❄️
Beberapa menit kemudian.
Aku tidak mendengar teriakan dari Mas Alfian, sepertinya suasana di ruang keluarga sudah mulai tenang dan itu pasti Ayah yang menenangkan Mas Alfian.
Tok.
Tok
Tiba-tiba pintu Kamarku di ketuk dari luar dan terdengar suara Ibu memanggilku.
"Viaa.. Buka pintunya sayang."
Bersambung......
❄️❄️❄️❄️❄️
Terimakasih sudah berkunjung ke cerita ini.
Minta dukungannya ya 🤗
Tolong koreksi jika ada kesalahan dalam tulisan ini.
Love banyak-banyak untuk semuanya ❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Mirna Loden Mirna Mirna
lbh baik plng ke rmh orgtua n fokus sma kesembuhan satria
2023-05-03
1