“Bu, besok jam tiga sore ada pesanan kue lapis sebanyak 50 loyang.”
“Wah, Alhamdulillah Mbak Intan, bisa dicicil mulai sekarang. Silahkan dimulai proses pembuatannya! Semua sudah mahir bukan dengan semua resep yang saya ajarkan?”
“Baik Bu. Kami akan berusaha sebaik mungkin.”
“Baiklah. Saya akan melanjutkan menghias beberapa kue ulang tahun pesanan untuk hari ini. Jadi untuk pesanan kue lapis, sepenuhnya saya serahkan pada kalian bertiga.”
“Baik Bu.”
Tiga pegawai Rima yang sudah piawai dalam dunia pertepungan, memulai membuat kue lapis pesanan bapak Camat, untuk acara selamatan pernikahan sang anak.
Siang itu, toko lumayan ramai. Yoga dan Bambang mulai merasakan kelelahan melayani banyak pembeli yang datang dan pergi silih berganti. Rezeki menjelang akhir tahun sungguh luar biasa.
“Masyaallah, Alhamdulillah, semua kue di kaca ludes terjual Pak. Rezeki dari Allah yang tak disangka-sangka. Biasanya jam segini baru separuh terjual, hari ini habis total.”
“Alhamdulillah Yoga. Semoga selalu seperti ini. Kita harus bisa memberi kepuasan pada mereka, agar usaha kita terus berjalan dan semakin maju.”
“Iya Pak. Semakin besar, semakin banyak pegawai, semoga semakin maju usaha Bapak, karena telah memberikan peluang pekerjaan pada kami yang membutuhkan.”
“Kita sama-sama membutuhkan Ga. Semoga kamu tetap betah kerja di sini. Gaji akan semakin naik, jika penjualan terus meningkat.”
“Alhamdulillah Pak, biar bisa segera menghalalkan neng Intan.”
“Walah, kamu naksir sama Intan to Ga?”
“Jangan kenceng-kenceng Pak! Saya belum berani menyatakan niat baik saya pada neng Intan. Saya mau langsung melamar jika sudah siap segalanya Pak.”
“Baiklah, jadi rahasia kita berdua. Saya mendukungmu. Semoga niat baik kamu diberi jalan kemudahan dalam menggapainya. Ayo makin semangat kerjanya! Saya naikkan gajinya."
Mereka pun mengakhiri obrolan mereka, karena pembeli mulai berdatangan lagi. Kue-kue di almari belakang yang baru selesai di produksi, dipindahkan ke lemari kaca yang sudah kosong sejak beberapa menit yang lalu.
*****
“Bang, mana yang lain? Kok masih sepi?" tanya Nanda pada sopir, setelah sampai di puncak yang dijadikan tempat pemotretan.
“Wah, Abang juga tidak tahu Neng, mungkin mereka sebentar lagi sampai. Sabarlah neng!"
“Nah itu mereka," seru Hadi.
Rombongan yang terdiri dari penata rias, penata busana, dan fotografer pilihan pun sampai di tempat.
“Maaf kami terlambat. Tadi salah ambil jalur, makanya kesasar, untungnya bertemu bapak penjual makanan di depan gang.”
“Ayo sudah kita mulai, keburu siang.”
Penata rias mulai menjalankan aksinya. Wajah Nanda yang memang sudah cantik, semakin cantik lagi pastinya setelah mendapat sentuhan dari tangan para perias tersohor itu.
‘Kalau diperhatikan baik-baik, Neng Nanda mirip sekali degan si Bos. Ah memang di dunia ini semua orang memiliki 7 kembaran. Entah mitos atau nyata,’ gumam Hadi.
Busana muslim berbagai merek yang akan dikenakan Nanda hari ini untuk pemotretan. Mulai dari Rabbani, Al hijaz, D&D, dan masih banyak merek lainnya.
Pemotretan pun di mulai. Nanda begitu lihai dalam memilih gaya yang pas, sesuai pakaian yang ia kenakan.
*****
"Senyaman ini tinggal tanpa mereka. Rasa sayangku pada kalian sudah sirna. Kalian benar-benar hanya memanfaatkan aku saja selama ini."
"Bapak, semoga Allah mengampuni segala dosa yang sudah bapak lakukan. Bapak sudah bertemu dengan ibu 'kan di sana?”
“Sekuat apa pun bapak ingin bertahan dengan istri Bapak yang sekarang, tetap ibu sebagai pemenangnya. Kini Allah sudah mempersatukan kalian lagi.”
Nindi memandang foto keluarga kecilnya yang bahagia, sebelum sang ibu meninggal dunia.
Derita Nindi dimulai, saat sang ayah memutuskan menikah lagi. Dengan berat hati Nindi menerima pernikahan sang ayah dengan seorang wanita yang sudah memiliki seorang anak perempuan, yang usianya terpaut tak jauh darinya.
“Duh jadi kangen sama keluarga baru. Mana belum sempat lagi mampir ke Toko Kue Berkah, milik mbak Rima.”
“Mendingan aku ke sana, dari pada di sini sendirian.”
Dengan mengendarai motor miliknya, Nindi berangkat ke Rumah Rima yang letaknya tak jauh dari rumahnya.
“Masyaallah, luar biasa mbak Rima. Rumahnya, tokonya, ini keren.”
Nindi pun masuk ke dalam toko. Antrean pembeli lumayan banyak, sehingga tak ada satu pun dari mereka yang menyadari kedatangan Nindi.
“Lah, mbak Nindi.”
“Mbak Rima."
"Rame sekali Mbak tokonya. Saya mau mesan kue lapis Surabayanya satu kotak dong Mbak, rame banget, pesan dulu gak papa kan Mbak? Buat jaga-jaga, takutnya tidak kebagian,” kekeh Nindi.
“Tidak apa-apa Mbak, nanti akan dibungkuskan sama pekerja saya. Mbak sini kalau mau ikut main tepung!"
“Wah, bolehkah mbak? Secara resep itu pasti rahasia dapur mbak, tidak boleh ada yang tahu. Mbak tidak takut nih nanti resepnya saya contek?" Nindi kembali terkekeh.
“Tidak Mbak,” sahut Rima yang tengah sibuk memasukkan kue lapis yang sudah dipotong-potong ke dalam kotak.
“Nindi bantu potong saja lah Mbak.”
“Boleh Mbak, sini kebetulan Mawar bagian potong-potong, tetapi dia sedang memanggang kue di belakang.”
“Oh iya, bagaimana dengan ibu dan saudara tiri Mbak? Apa mereka sudah berubah sejak Mbak pulang?”
“Tidak ada yang berubah Mbak. Mereka tetap saja, kejam.”
“Mendingan Mbak Nindi tinggal sama saya saja, daripada harus satu rumah dengan mereka,” usul Rima.
“Saya sudah mengusir ibu Mbak. Kalau saya tidak tegas, yang ada nanti ibu berbuat kesalahan lagi. Saya mending tinggal sendiri, daripada tinggal bareng sama para manusia toxic.”
“Lalu, bagaimana dengan aki-aki yang memaksa mau menikahi Mbak karena masalah hutang itu?”
“Saya pastikan, dia tidak akan mengganggu saya lagi Mbak.”
“Alhamdulillah, akhirnya Mbak bisa keluar dari lingkaran hitam yang selama ini membuat Mbak tertekan dan dalam ketakutan.”
“Ngomong-ngomong, bagaimana caranya Mbak membuat aki-aki itu kapok tidak mau mengganggu Mbak lagi? Secara dia 'kan sok berkuasa dan punya banyak pengawal. Apa mbak melaporkannya ke pihak yang berwajib?”
“Oh tidak Mbak, saya hanya mengatakan saya punya penyakit TBC yang bisa menular, aki-aki itu langsung menyerah tanpa saya gertak dengan ancaman berat. Tidak masalah 'kan Mbak berbohong untuk melindungi diri kita?"
“Wah, hebat sekali Mbak Nindi, kenapa tidak dari dulu Mbak lakukan itu?”
“Idenya baru muncul Mbak, saat aki-aki itu datang ke rumah dengan dua pengawalnya, dan saya menghadapi mereka seorang diri.”
“Eh maaf Mbak, saya jadi banyak bertanya.”
“Tidak apa-apa Mbak, santai saja. Mbak ini, seperti sama siapa saja sih.”
“Mbak Sukma.”
“Iya Bu.”
“Tolong ambilkan beberapa jenis kue di kaca depan, dan segelas teh hangat untuk mbak Nindi.”
“Baik Bu, tunggu sebentar.”
“Oh iya, ke mana mbak Nanda Mbak? Dari tadi tidak kelihatan.”
“Dia ada pemotretan untuk busana baru hari ini Mbak. Alhamdulillah berkat Mbak, dia punya pekerjaan yang lebih dekat, tak jauh seperti dulu.”
“Alhamdulillah Mbak, rezekinya mbak Nanda memang di dunia permodelan.”
“Acara ulang tahun Mal Asri nanti bakalan lebih meriah lagi Mbak, nanti datang sama-sama ya.”
“Iya Mbak. Susunan acaranya rinci sekali, gak sabar saya mau bertemu dengan wanita muda yang penuh menginspirasi.”
“Iya sudah sukses di usia muda. Pasti orang tuanya sangat bangga ya Mbak.”
“Iya Mbak Nindi, saya juga sudah tak sabar mau bertemu dengan beliau.”
Mereka terus mengobrol tak terasa hari mulai sore.
*****
“Mbak Ratih, mohon maaf sebelumnya, kedatangan saya kemari, saya ingin meminjam uang pada Mbak, untuk membawa anak saya berobat ke Rumah sakit."
"Saya harap, mbak bisa membantu meringankan beban saya,” wanita paruh baya berpakaian lusuh itu memohon bantuan pada orang terkaya di kompleks Kenanga.
“Berapa yang Ibu butuhkan?” tanya Ratih sopan.
“Satu juta saja Mbak,” sahut ibu itu dengan wajah menunduk.
“Tunggu sebentar ya Bu, saya ambilkan uangnya dulu, pamit Ratih. Ratih pun meninggalkan wanita paruh baya itu seorang diri di ruang tamu.
‘Dasar bodoh, mau saja dikibuli. Enak sekali mencari uang, hanya bermodalkan pakaian lusuh dan wajah memelas saja.'
'Gara-gara Nindi anak tiri sialan, sekarang aku harus bisa mencari uang, kalau tidak, aku bakal diusir sama anakku sendiri,’ batin wanita itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
ririn
semangt thor
2022-12-30
1