“Kurang ajar kamu! Tidak tahu diuntung! Ibu sudah melakukan dan memberikan semua untukmu, ini balasanmu Ndah?,” ucap bu Heni emosi, lantaran di Rumah sang besan, menantunya berubah kasar dan suka memerintahnya.
“Kenapa Bu? Ibu tidak terima dengan perubahan sikapku sekarang? Silahkan ibu pergi dari rumah ini jika merasa keberatan. Siapa lagi yang mau menampung manusia macam kalian? Anak ibu pengangguran, sedangkan ibu suka memanfaatkan.”
“Cukup! Jangan mengina kami. Iya kami akan tetap jadi pembantu di Rumah orang tuamu. Tidak masalah harga diri kami kamu injak-injak. Istri durhaka sepertimu, akan mendapatkan azab nantinya,” sungut Roni sembari mencengkeram lengan Indah dengan kuat.
Indah meringis kesakitan dan mendorong sang suami hingga terjengkang.
“Jangan main kasar Mas. Sebentar lagi surat perceraian akan datang. Aku sudah mengurus perceraian kita di Pengadilan agama.”
“Lancang kamu. Tanpa meminta persetujuanku, kamu menceraikan aku Indah?,” teriak Roni tak terima di gugat cerai oleh sang istri.
“Suami kere dan pengangguran sepertimu, tidak akan bisa memenuhi gaya hidupku mas. Kamu tidak bertanggung jawab atas nafkahku. Untuk apa aku meminta persetujuan darimu?”
“Tolong jangan ceraikan Roni Nak Indah. Ibu mohon. Ibu sayang sekali sama Nak Indah. Ibu tidak mau kamu dan Roni berpisah,” bu Heni bersimpuh di kaki Indah sembari memohon.
Namun rupanya Indah tidak peduli. Ia memilih diam, dan memandang ke arah lain.
“Diamlah Bu! Jangan mengaturku! Kalian ini menumpang di Rumah orang tuaku. Jadi aku harap kalian tahu diri dan posisi. Maaf Bu kalau cuma sekadar sayang, aku tak butuh. Rasa sayangmu padaku tidak ada gunanya, karena kini kau tak bisa lagi memberikan apa pun yang aku mau.”
“Sana lanjutkan pekerjaan kalian. Ingat mulai malam ini kalian tidur di kamar pembantu, bersama dengan pembantu yang lain.”
“Di mana otakmu Indah? Kamu menganggap kami sama seperti pembantumu yang lain? Di mana rasa hormatmu?”
“Sudah ah Mas, jangan berisik. Aku tak butuh. Sana kerja lagi mas. Tuh urus kebun sudah mulai tinggi rumputnya. Ibu juga lanjutkan sana menggosok pakaiannya. Indah mau siap-siap jalan sama mama.”
Indah meninggalkan ibu mertua dan suaminya yang masih mematung tak percaya dengan perubahan sikapnya akhir-akhir ini.
“Benar-benar keterlaluan. Sebaiknya kita pergi saja Bu dari Rumah ini. Perempuan sundel, jadi istri tak patuh sama suami,” rutuknya sembari menonjok dinding dengan kuat.
Roni memekik kesakitan setelah memberi satu pukulan pada dinding yang tak bersalah.
“Sabar Ron. Kalau kita pergi dari sini, mau ke mana lagi kita? Kita tak memiliki rumah. Saudara juga tidak punya. Kamu mau kita jadi gelandangan?”
Roni langsung terdiam. Ia mungkin sedang memikirkan ucapan ibunya yang benar adanya. Tidak memiliki kemampuan apa pun, membuatnya ragu untuk keluar dari rumah mertuanya yang sebenar lagi akan menjadi orang lain.
Yang awalnya seorang mertua dan menantu, akan berubah menjadi majikan dan pembantu.
“Iya sudah Bu. Kita tetap di sini. Maafkan Roni yang tidak berguna ini Bu. Roni menyesal selama ini hanya menodong uang pada Bambang, tanpa bekerja. Kalau uang Roni banyak tentu saja kita bisa mengontrak.”
“Sudah tidak usah dipikirkan lagi. Kita bisa makan dan tidur di tempat ini saja sudah keberuntungan. Daripada harus jadi gelandangan dan pengemis. Ibu tidak mau Ron.”
Mereka pun melanjutkan pekerjaan mereka masing-masing dengan perasaan yang tak menentu.
“Cantik sekali anak mama. Sudah siap bertemu dengan pria yang akan mama kenalkan sama kamu sayang,” tanya Bu Rena sembari mengusap pucuk kepala anaknya dengan penuh cinta.
“Siap Mah. Sebentar lagi aku akan lepas dari laki-laki pengangguran itu. Aku bisa secepatnya menikah lagi dan bahagia dengan laki-laki yang bertanggung jawab atas diriku Mah.”
“Iya sayang. Ayo kita berangkat.”
“Mau jalan ke mana kamu? Aku masih suami kamu, harusnya kamu meminta izinku terlebih dulu.”
“Maaf Mas, kamu selama ini tidak bertanggung jawab menafkahiku, jadi apakah aku dosa kalau mau jalan tidak meminta izin darimu?”
“Sudah jangan lagi mengganggu anakku. Sebentar lagi kalian akan bercerai bukan? Ayo kita jalan sekarang,” Roni menatap nanar kepergian istrinya yang tak lagi patuh padanya seperti dulu.
Roni melanjutkan kembali memangkas rumput liar di halaman depan rumah mertuanya. Tanaman bunga yang mulai tumbuh subur dan tak lagi terlihat rapi pun ia rapikan.
Peluh membasahi wajahnya yang memerah.
“Sudah lama menunggu Frans? Maaf lama soalnya sedikit macet.
“Tidak kok Tante. Baru lima belas menit yang lalu Frans sampai.”
“Inikah anak Tante yang ingin tante kenalkan padaku?,” Frans tak berkedip memandang Indah sembari tersenyum ramah.
“Iya kenalkan, ini Indah anak Tante,” Frans mengulurkan tangannya, dan Indah menyambutnya dengan malu-malu.
“Cantik dan elegan,” puji Frans dengan pandangan tak lepas dari Indah.
“Ya sudah Tante, Indah, silahkan pesan makanan yang diinginkan. Frans yang traktir. Setelah ini kita belanja ke Mal.”
“Ya kalian saja dulu memesan, Tante ada janji dengan teman Tante di lantai atas. Tante titip Indah ya.”
“Baik Tante.” Rena memberi ruang pada Frans dan juga sang anak untuk mengenal lebih satu sama lain. Sementara Denia tengah menunggunya lantai atas.
“Kamu suka makan di sini juga?”
Hening tak ada jawaban. Indah justru menatap wajah Frans tanpa berkedip.
'Wah baru awal aja sudah seroyal ini, pasti aku tidak akan menderita seperti sebelumnya. Aku yakin Frans bisa membuatku bahagia, tak seperti suami pengangguran yang tak berguna itu,' gumam Indah dalam hati.
“Halo, diajak mengobrol kok malah bengong,” Frans menepuk lengan Indah hingga Indah tersadar dari lamunannya.
“Eh maaf, tadi ngomong apa ya? Aku sedang tak fokus,” sahut Indah gelagapan.
“Apa gerangan yang membuat wanita secantik kamu sampai kehilangan fokus? Apa suami kamu yang pengangguran itu? Atau justru aku yang kini mengalihkan duniamu?”
“Eh apa sih? Kok jadi bahas yang lain. Aku tak suka ya kamu bahas dia disini.”
“Yah maaf. Biar bagaimana pun dia suami kamu. Pasti adalah kamu memikirkan dia walau sedikit.”
“Berhenti bahas dia, atau aku pulang?”
“Maaf, janji tak akan bahas suami kamu lagi. Kamu jangan pulang. Ayo kita pesan makanan sekarang. Setelah ini aku akan membelikanmu barang-barang mewah yang kamu inginkan.”
Indah mulai luluh. Senyumnya yang tadi sempat redup, kini mengembang kembali.
“Nah gitu dong makin cantik kan jadinya kalau tersenyum begini.”
“Ya sudah kamu saja yang pesan. Aku mau ke Kamar mandi sebentar ya kebelet.”
“Oke Frans. Jangan lama ya.”
“Iya Indah. Cuma sebentar kok.”
[Kamu jangan menelepon terus. Aku lagi sibuk. Bisa tidak jangan manja. Lama-lama aku muak sama kamu Ratih] bentak Frans, saat pacarnya yang berasal dari desa itu terus menelepon dirinya di saat yang tak tepat seperti ini.
[Jangan marah dulu mas. Aku menelepon bukan lagi mengajakmu bertemu, aku ingin kita putus mas. Kamu pikir aku meneleponmu untuk apa? Kamu jalan sama wanita lain dan melewatiku begitu saja. Kamu pikir aku patung mas?]
[Oh bagus kalau kamu sudah tahu. Oke kita putus. Lagian kamu burik, bikin malu kalau di ajak jalan. Pacarku yang sekarang jauh lebih cantik dan lebih dewasa pastinya.]
[Iya mas. Semoga bahagia]
Sambungan telepon terputus. Frans merasa lega karena ia berpikir bisa lepas dari pacarnya yang burik itu. Tidak tahu saja sekarang Ratih sudah berubah. Bahkan Ratih sekarang sudah menjadi wanita cantik, mandiri, dan kaya raya. Ia menjual tanahnya seluruhnya untuk mendirikan Mal, Cafe, dan Toko kosmetik di Kota yang menjadi aset terbesarnya. Bahkan ia juga telah membeli sebuah Perusahaan dari seseorang. Ia juga telah menjalin usaha dengan beberapa rekan bisnis terkemuka.
Mal yang baru buka setahun ini adalah milik Ratih. Di mana sang kekasih mengajak wanita lain ke Mal miliknya dan melewatinya begitu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
ririn
semangt thor
2022-12-26
0