KEKASIH DI MASA LALU

“Eh ada orang di depan, coba Ibu lihat dulu ya Nak,” ucap bu Heni pada Indah saat keduanya menonton televisi.

“Maaf cari siapa ya?”

“Maaf Bu,  saya sudah dua hari tidak makan. Saya juga sudah tidak memiliki tempat tinggal lagi. Rumah saya sudah dijual oleh ibu tiri saya, apa boleh saya sementara tinggal di rumah ibu?”

“Kebetulan saya melihat pintu Rumah Ibu  terbuka, dan saya sudah tidak tahan lagi Bu untuk berjalan. Saya mohon Bu tolong saya. Saya jadi pembantu di Rumah Ibu tidak dibayar tidak mengapa, yang penting saya bisa makan Bu.”

Karena merasa iba, Bu Heni pun membawa wanita itu masuk.

“Silahkan duduk dulu. Saya ke belakang dulu sebentar.”

“Baik Bu, terima kasih.”

Bu Heni pun meninggalkan wanita itu di ruang tamu. Sementara Indah sibuk memperhatikan wanita yang baru masuk bersama sang ibu mertua.

“Siapa Bu? Kok penampilannya kayak gembel begitu Bu. Ih jijik aku melihatnya Bu.”

“Hussst jangan begitu Nak. Dia bilang belum makan selama dua hari, dan tidak punya tempat tinggal lagi, karena rumahnya telah dijual oleh ibu tirinya.”

“Terus apa yang ibu lakukan? Ibu ambil makanan ini buat dia?”

“Tunggu-tunggu, sejak kapan Ibu peduli sama orang miskin? Gak guna banget Bu menolong gembel begitu. Mana bisa dia balas budi?"

“Kamu belum tahu rencana Ibu, sebaiknya diam dulu. Nanti Ibu kasih tahu. Sekarang Ibu mau mengantarkan makanan ini dulu ke depan. Kamu mau ikut menemui wanita malang itu?”

Indah menggeleng cepat. “Aku di sini saja Bu. Ibu saja yang ke depan menemui wanita gembel itu.”

“Jangan kenceng-kenceng ngomongnya Nak, nanti dia bisa dengar. Gagal kita punya pembantu gratisan. Ya sudah ibu ke depan dulu.”

“Maaf lama, ini silahkan di makan. Ibu hanya masak sambal ikan sama tempe mendoan saja. Setelah ini silahkan mandi, ada beberapa baju anak Ibu yang masih layak pakai.”

“Baik Bu. Terima kasih banyak sudah sudi menolong saya.”

Tanpa bisa basi lagi, Nindi langsung memakan makanan yang telah disiapkan  dengan rakus seperti layaknya orang kelaparan.

Ia harus memerankan aktingnya sebaik mungkin, agar Bu Heni tidak curiga terhadapnya.

Melihat Nindi makan dengan rakus, membuat wanita paruh baya itu bergidik  ngeri. Ia seperti ingin muntah. Ia gegas kembali ke belakang untuk menemui menantunya.

Kedatangan wanita itu belum diketahui anggota keluarga yang lain. Hanya Bu Heni dan menantu kesayangannya saja yang tahu.

“Nak Indah mumpung orang itu lagi makan, Ibu mau kasih tahu, maksud Ibu menolong dia itu kenapa. Jadi dia itu gak punya tempat tinggal lagi. Dia rela jadi pembantu tanpa bayaran, asal bisa makan.”

“Jadi maksud Ibu, Ibu mau menampung wanita gembel itu di sini? Dengan imbalan dia menjadi pembantu di Rumah Ibu tanpa bayaran?”

“Iya tepat sekali. Bagaimana ide ibu, cemerlang bukan?”

“Tentu saja. Dengan begitu aku tak perlu susah-susah mengambil jatah pekerjaan rumah Bu.”

“Ya sudah ayo kita temui dia.”

Mereka pun berjalan beriringan ke ruang tamu, di mana Nindi berada.

“Is rakus banget sih Mbak. Kayak gak pernah makan saja,” celetuk Indah saat sampai di ruang tamu, dan melihat Nindi makan dengan lahapnya.

Nindi menghentikan aktivitas makannya dan menatap nyalang pada Indah.

“Memang gak makan kan dua hari, wajar dong kalau aku kelaparan,” sahut Nindi ketus.

Bu Heni menyenggol lengan Indah, tanda agar menantunya itu berhati-hati dalam bicara.

“Sudah selesaikan makannya, setelah itu mandi, kamar kamu di belakang ya, samping ruang keluarga.”

“Baik Bu, terima kasih.”

Bu Heni menarik lengan Indah ke belakang. Indah menurut saja mengikuti mertuanya.

“Hati-hati bicaranya, takutnya nanti dia tersinggung, gagal kita punya pembantu gratisan,” tegur Bu Heni pada menantunya.

“Tapi aku mual Bu lihat cara makanya, jorok banget, mana rambutnya semerawut, kayak gak keramas sebulan.”

“Sudah dari pada marah-marah, mending kamu ke Kamar temui suami kamu. Tadi katanya gak enak badan.”

“Ya sudah Bu. Ibu urusi perempuan gembel itu. Aku sih jijik Bu.”

Indah pun langsung berjalan menuju kamarnya yang berada di sebelah kamar Nanda.

“Ibu hanya tinggal berdua dengan anak ibu tadi?”

“Tidak, kami tinggal berenam di sini. Yang tadi itu menantu Ibu.”

“Pantas beda, Ibu baik, dia judes.”

“Beda dari mana, tidak tahu saja kamu bagaimana saya bersikap. Saya jauh lebih judes lagi dari menantu saya.”

“Maaf Bu, buat Ibu tersinggung.”

“O iya Bu. Saya sudah selesai makan. Boleh saya mandi sekarang? Badan saya rasanya gerah sekali tidak tersentuh air selama dua hari.”

“Silahkan saja. Saya antar ke Kamar kamu sekarang.”

“Nah ini kamarnya. Sudah tertata rapi dan bersih. Di dalam lemari ada baju milik anak saya, silahkan  dipakai.”

“Terima kasih Bu. Saya masuk dulu ya Bu mau mandi. Keren kamarnya langsung menyatu sama kamar mandi Bu. Begini enaknya jadi orang kaya.”

Nindi pun gegas menutup dan mengunci pintunya. Sementara Bu Heni meninggalkan kamar yang sekarang Nindi tempati.

Kamar ini dulunya milik saudara kembar Nanda. Namun sejak ia menghilang karena kasus penculikan, hingga sekarang Polisi belum menemukan keberadaannya.

“Nekat banget gue. Demi pujaan hati gue rela lakukan  hal bodoh ini. Eh tapi ngomong-ngomong pujaan hatiku sudah punya istri. Mana istrinya kayak setan lagi kelakuannya. Judes amat jadi orang,” Nindi menggerutu kesal.

“Untungnya calon ibu mertua baik, kalau gak mundur aja lah gue. Gak sanggup  juga jadi pelakor kalau istri sahnya kayak jin iprit begitu.”

“Tapi gak papa lah jadi pembantu di Rumah ini. Setidaknya aku lepas dari Jerat ibu tiriku yang kejam. Mana main jodohkan gue sama lintah darat yang sudah bau tanah lagi. Sudah bangkotan.”

“Ya sudah, mending gue mandi, dan menikmati kehidupan baru gue di rumah ini. Semoga ibu tidak menemukan keberadaanku disini.”

Nindi pun gegas mandi untuk menghilangkan rasa penat dan hawa panas yang mendera.

Sejak sepeninggalan sang ibu, ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita yang kejam.

Nindi bahkan dijadikan jaminan pembayar hutang sang ibu kepada rentenir yang sudah bau tanah.

“Loh Mbak siapa?,” tanya Rima saat hendak ke Dapur untuk mengambil minum.

“Saya Nindi Mbak. Saya pembantu baru di Rumah ini,” sahut  Nindi sopan. Nindi tahu dia sedang berbicara dengan orang baik, makanya dia juga menjawab dengan sopan.

“Pembantu? Sejak kapan ibu niatan cari pembantu? Siapa yang akan menggaji Mbak? Uang suami saya tidak akan cukup bila harus dipakai untuk  menggaji Mbak juga?”

“Saya tidak minta digaji kok Mbak. Saya dikasih tinggal di sini, dan dikasih makan saja sudah cukup.”

“Tapi pekerjaan  di Rumah ini banyak Mbak. Saya selama ini melakukannya berdua dengan adik  ipar saya. Mbak yakin ikhlas tanpa bayaran? Pikirkan lagi Mbak. Apalagi ibu Mertua dan kakak ipar saya lumayan cerewet orangnya. Takutnya mbak nanti tidak betah dan terpaksa saja.”

“Tidak apa-apa Mbak. Saya ikhlas. Yang penting saya bisa makan.”

“Siapa Dek?”

“Ini Mas, mbak Nindi.”

Bambang pun keluar dari Kamarnya karena penasaran dengan sosok yang mengajak istrinya berbicara.

Deg

Bambang langsung mengalihkan pandangan ke arah lain. Ia ingat sekali dengan wajah wanita yang saat ini berdiri di depannya.

“Kenapa Mas? Kok malah jelalatan  ke mana-mana? Ini mbak Nindi, dia akan  tinggal di Rumah ini. Apa Mas sudah mengenalnya sebelumnya?”

“Perkenalkan Mbak, ini Mas Bambang suami saya.”

“Tidak Mbak. Saya tidak mengenal suami Mbak sebelumnya. Oh iya salam kenal kembali, saya Nindi Astuti.”

Nindi merasa tak enak hati, pasalnya istri mantan kekasihnya ternyata sangat baik. Ia kira wanita judes bernama Indahlah istri mantan kekasihnya itu, ternyata lain.

“Ya sudah Mbak Nindi, silahkan beristirahat ya. Saya juga mau istirahat siang. Ayo Mas kita pergi, biar mbak Nindi istirahat juga."

"Nanti kita sambung lagi perkenalannya ya Mbak, saya permisi.”

“Iya mbak siap. Saya tunggu. Nanti kita mengobrol lagi, sekalian kenalkan saya sama adik ipar Mbak."

“Siap Mbak.”

Nindi masuk kembali ke Kamar barunya, dan kedua pasangan suami istri itu pun juga kembali ke Kamarnya.

"Ternyata kamu sudah melupakan aku Mas. Kamu sudah menikah. Cantik sekali istrimu. Dia juga sangat baik, pasti kamu bahagia sekali"

"Aku janji, aku hanya menumpang sementara sampai aku punya pekerjaan tetap, setelahnya aku akan mengontrak saja nantinya. Aku tidak mau jadi benalu dalam pernikahanmu."

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Terpopuler

Comments

ririn

ririn

nindi nanda apa saudara kembar

2022-12-22

0

Anonymous

Anonymous

jgn2 nindi saudara kembar nanda

2022-12-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!