“Bu Nanda ke mana, Bu? Sudah dua hari dia tidak pulang, Bu. Apa Ibu tidak khawatir? Sepertinya, Ibu tenang-tenang saja.” Rima memberondong ibu mertuanya dengan begitu banyak pertanyaan. Rima tidak menemukan kekhawatiran di wajah ibu mertuanya.
“Paling dia pergi ke rumah temannya." Benar saja, bu Heni menjawab tanpa beban.
"Kalau tidak, pulang ke kota untuk bekerja. Untuk apa mencemaskan anak durhaka seperti dia? Melawan saja kerjanya.”
“Bu, jangan bilang Ibu lebih peduli pada mbak Indah, dibanding Nanda? Dia anak Ibu, sampai kapan pun akan selalu ada untuk Ibu. Menantu kesayangan Ibu, belum tentu."
“Halah diam, kamu! Indah itu menantu yang baik. Dia juga tidak pernah membentak Ibu, tidak seperti Nanda, sama kamu yang selalu melawan setiap Ibu memberi nasihat.”
“Sini Bu, makan! Mas Roni sudah datang,” seru Indah memanggil ibu mertuanya yang tengah mengobrol dengan Rima di meja makan.
“Tuh, kamu dengar sendiri ‘kan? Dia mengajak Ibu makan. Tandanya dia benar-benar menantu yang baik. Kamu jangan bikin opini sendiri! Kalau iri ya sana kerja! Jadi orang kaya, baru Ibu akan perlakuan kamu sama seperti Ibu memperlakukan Indah.”
“Ya sudah dulu, ya? Pesanan makanan Ibu sudah datang. Aromanya enak sekali! Nasi Padang kesukaan Ibu.”
“Loh kamu mau ngapain ikutan Ibu berdiri? Nasinya cuma tiga pas untuk Ibu, Indah dan Roni. Kalau kamu lapar ya, masak!”
“Maaf Bu. Cuma nasi Padang, Rima bisa membelinya sendiri. Silahkan saja Ibu makan sama mereka, Rima mau ke tempat Astuti sebentar.”
*****
“Kenapa, Mbak Rima? Tumben Mbak kesini?” tanya Astuti yang berdiri di depan pintu rumahnya.
“Lah, ada tamu bukanya disuruh masuk malah dipaido to, Nduk? Ayo Mbak Rima silahkan masuk!” ujar bu Saroh mempersilahkan.
“Maaf Bu sebelumnya, saya kemari ingin menanyakan pada dek Astuti, siapa tahu saja tahu keberadaan adik ipar saya. Soalnya sudah dua hari, Nanda belum pulang. Ponselnya tidak aktif.”
“Kalau tidak salah, kemarin Ibu lihat ada mobil hitam ke rumah Mbak Rima, dan saya juga melihat Nanda naik waktu mobil itu pergi."
"Mungkin Mbak Rima bisa tanyakan sama ibu mertua Mbak Rima, soalnya kemarin ada Bu Heni juga. Kebetulan saya pulang dari Pasar. Makanya saya lihat.”
“Jadi ibu mertua saya tahu? Pantas saja dia tenang-tenang saja, Nanda tidak pulang. Ya sudah Bu, saya pulang dulu. Terima kasih Bu atas informasinya.”
“Iya sama-sama Mbak Rima.”
******
“Bu, sebenarnya ke mana Nanda pergi? Ibu tahu tapi tidak mau memberitahuku.”
“Kenapa sih? Lagian kalau kamu tahu keberadaan dia, kamu mau menyusulnya? Sudah biarkan saja Nanda liburan. Nanti kalau di rumah terus, yang ada otaknya kamu cuci. Jadi tambah melawan sama Ibu.”
“Kenapa Ibu selalu menyalahkan aku? Aku yang lebih dulu menjadi menantu di rumah ini. Aku yang selalu ada saat Ibu susah. Aku yang selalu menyelesaikan pekerjaan di rumah Ibu. Rima minta Ibu menghargai Rima sedikit saja sebagai menantu Ibu!”
“’Kan sudah Ibu bilang sama kamu, jadi kaya dulu baru Ibu baik sama kamu. Susah ya? Tidak sanggup? Mundur kalau tidak mampu! Masih banyak di luar sana yang mengantre buat jadi istri Bambang.”
“Oh jadi itu alasan Ibu ingin menyingkirkan aku dari rumah ini, karena menginginkan suami kumenikah lagi. Silahkan Bu! Suruh mas Bambang menikah lagi!"
"Istri mana yang sanggup bertahan dengan uang bulanan satu juta untuk makan lima orang? Sedangkan gaji suaminya yang lain dipegang ibu mertua, dan untuk memenuhi gaya hidup kakak iparnya.”
“Tidak berlaku kalau istri Bambang orang kaya. Semua uang bulanan, Ibu serahkan semuanya padanya. Kalau kamu orang biasa hidup susah, tidak pantas pegang uang banyak-banyak. Tidak cocok, yang ada nanti uangnya kamu habiskan sendiri.”
“Wajar dong Bambang juga kasih aku uang, aku ini kakaknya. Kamu tak perlu iri dong. Begitu saja dipermasalahkan. Besok Bambang akan pulang, bersiaplah pergi dari rumah ini! Wanita murahan penggoda suami orang sepertimu, tidak pantas berada di rumah ini."
“Yang ada kamu yang akan keluar dari rumah ini Mbak. Kamu pikir kamu dalam keadaan yang aman? Bersiaplah Mbak. Tunggu kepulangan suamiku, yang akan menjadi bencana untukmu!”
“Berani macam-macam, kamu akan menyusul Nanda!” ancam bu Heni pada Rima.
“Apa maksud Ibu? Menyusul Nanda? Memangnya Nanda di mana, Bu? Apa yang Ibu lakukan pada Nanda? Katakan Bu!”
Rima memberondong banyak pertanyaan pada ibu mertuanya. Bu Heni keceplosan.
“Kamu tidak perlu tahu. Kalau kamu macam-macam, kamu akan ketemu sama Nanda. Masih mau macam-macam sama menantu kesayangan Ibu? Awas kalau kamu sampai laporan sama suami kamu yang tidak-tidak! Ibu akan kirim kamu ke kantor polisi, degan tuduhan pencemaran nama baik.” Ibu mertua Rima berani menggertak Rima, demi membela menantu kesayangannya.
“Oh silahkan saja, Bu! Rima tidak takut. Katakan sekarang! Di mana Nanda? Aku ingin menemuinya.”
“Oh rupanya kamu tidak takut? Ibu tidak main-main. Indah cepat telepon anak buah Bara untuk menjemput wanita kampungan ini!” titah bu Heni pada Indah, yang membuat Rima seketika kaget.
Indah pun gegas melakukan perintah sang ibu mertua. “Bara, siapa, Bara? Apa dia yang membawa Nanda pergi, Bu?"
“Iya kenapa? Kamu mau ketemu anak pungut itu ‘kan? Silahkan! Akan ada yang menjemputmu sebentar lagi.”
“Apa, Bu? Anak pungut? Maksud Ibu, Nanda bukan anak, Ibu?”
“Bisa tidak kamu diam saja! Terlalu banyak bertanya. Tunggu saja, setelah ini akan ada yang menjemputmu!”
Tidak perlu menunggu lama, mobil hitam berhenti di depan rumah, dan dengan paksa pria asing itu membawa Rima pergi.
Aku sempat memberontak dan melawan, namun rasanya seperti slowmo.
Akhirnya Rima berakhir dengan mimpi buruknya, setelah tubuhnya terhempas ke lantai. Pinggangnya terasa sangat sakit, karena ranjang King size miliknya, lumayan tinggi.
“Buset, panjang lebar perjalanan rasanya dua hari, ternyata mimpi selama tidur satu jam, ”ucapnya setelah dia tersadar dan nyawanya terkumpul sepenuhnya.
“Jadi rencana busuk mbak Indah, penculikan Rina, dan nasi padang itu, hanya mimpi?” Nanda menggeleng tak percaya. Semua terasa nyata baginya.
Walaupun hanya mimpi, namun Rima merasa kelelahan. Rima juga merasa sangat kesal karena mimpinya itu.
“Heh, kenapa Mbak ini teriak-teriak? Mimpi buruk, Mbak?” tanya Nanda adik iparnya. “Memangnya kedengaran dari luar, Dek?” tanya Rima memastikan.
“Banget Mbak. Nanda mau ke kamar mandi, dengar Mbak teriak-teriak minta tolong. Nanda bukalah pintu kamar Mbak.”
“Kamar Mbak? Perasaan tadi Mbak tidur di kamarmu.”
“Wah berarti dari situ, mimpi Mbak dimulai. Mbak habis keluar dari kamar aku, katanya mau pindah tidur di kamar Mbak. Masa Mbak, lupa?”
Rima menggeleng lemah. Rima benar-benar tidak mengingat semuanya.
“Mbak tidak ingat? Ini kenapa Mbak tiduran di lantai? Mana tidak pakai bantal lagi,” ujar Nanda bingung. Nanda baru menyadari kakak iparnya tiduran di lantai .
“Mbak bukan tiduran di lantai, tapi Mbak jatuh dari ranjang karena mimpi buruk diculik penjahat.”
“Walah, makanya jangan tidur kalau lapar Mbak! Jadinya mimpi menegangkan gak kuat lari,” ujar Nanda disertai tawa mengejek.
“Lah malah ketawa. Sudah pulangkah besan kebanggaan ibu, Nanda?”
“Sudah Mbak.”
“Sudah sana mandi Mbak! Setelah itu kita makan! Nanda sudah beli makanan buat kita. Makanan yang tadi kita masak, semua sudah habis dimakan mereka Mbak.”
“Sebanyak itu, habis?” tanya Rima tak percaya.
“Iya Mbak. Sudah sana Mbak cepetan mandi! Nanda keburu lapar ini, Mbak.” Rima pun bergegas mandi.
*****
“Wah enak, ya? makan tidak bagi-bagi, ”seloroh Indah saat Rima dan Nanda menikmati sup daging berdua di meja makan.
“Mbak Indah ‘kan sudah kenyang makan masakan kami. Mbak makan juga tidak menyisihkan untuk kami. Sudah sana Mbak, jangan ganggu acara makan kami!” sahut Nanda ketus.
“Bu, mereka makan sup ayam gak bagi-bagi. Padahal Indah pengen lho Bu,” adunya pada ibu mertuanya.
“Sudah, tidak usah sedih! Nanti setelah Bambang gajian dan kita minta uangnya, kita makan enak,” ujar ibu membujuk mbak Indah.
“Bener ya Bu? Benar-benar mertua idaman.”
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsallam. Eh Bambang sudah pulang. Ayo masuk! Pasti bawa oleh-oleh buat kami ‘kan?”
“Maaf Bu, jangankan oleh-oleh, bisa pulang saja sudah Alhamdulillah Bu. Uang Bambang habis di perjalanan saja. Jadi tidak bisa membeli oleh-oleh buat yang di rumah. Maaf ya, Bu?” Bambang baru saja datang, dan langsung ditodong oleh-oleh. Benar-benar ibunya keterlaluan.
“Yah padahal Ibu sudah mengidam-idamkan oleh-oleh bawaan kamu dari Bandung. Di sana ‘kan banyak oleh-oleh khas Bandung.”
“Lain kali ya, Bu? Ya sudah, Bambang ke kamar dulu, mau mandi.”
“Eh Mas pulang tidak kasih kabar, sih? Bikin kaget saja,” ucap Nanda setelah bersalaman dengan kakaknya.
“Oh iya Dek, Mas tidak sempat kasih kabar. Kehabisan pulsa Dek.”
“Iya, tidak apa-apa, Mas.”
“Wah, Akur ya, kalian? Lagi makan sop? Kayaknya enak.”
“Sini Mas, makan bareng! Rima buatkan teh hangat dulu. Rima kebetulan sudah kenyang. Ini masih banyak sop dagingnya. Sini makan bareng Nanda.”
“Iya Dek, terima kasih, ya?”
Rima beranjak membuatkan teh untuk suaminya. Sementara Bambang makan bersama dengan Nanda. Ini yang Bambang inginkan, bukan hanya ditanya oleh-oleh setelah pulang dari luar kota.
Di ruang depan, bu Heni dan Indah saling menggerutu karena kepulangan Bambang kali ini tidak membawa oleh-oleh sama sekali. Begitulah mereka, memiliki jiwa yang sama. Sama-sama tidak punya perasaan.
******
“Hei, rupanya di rumah itu kau tinggal Mas. Aku mencintaimu jarak jauh. Aku masa lalumu yang hanya kau sapa lewat media sosial. Kini aku hadir kembali dalam versi nyata untuk memenangkan perasaan kamu. Apakah kamu masih mencintaiku juga, Mas? Walaupun tanpa bertemu,” ujar wanita yang tengah bersembunyi di balik pohon nangka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Keyboard Harapan
semanagat💪💪💪
2023-02-06
1