Alice turun dari taksi tepat di depan sebuah restoran berbintang yang menjadi tempat untuk ia bertemu seseorang. Seseorang yang telah menghancurkan rumah tangganya. Langkah kakinya terasa begitu berat, sesaat keraguan hadir di hatinya.
Bukan dia yang menginginkan pertemuan ini. Melihat wajah wanita murahan itu saja sudah membuatnya mual.
Pintu kaca itu pun terbuka, seorang pelayan pria yang berdiri sebagai penyambut tamu hanya mengangguk pelan mempersilakan dia masuk. Mata bulatnya menelisik di sudut ruangan, mencari wanita yang menelponnya tadi. Tak begitu susah mendapati posisi wanita itu, ia duduk di dekat jendela kaca yang menghadap jalan raya.
Kendaraan yang lalu lalang terlihat begitu jelas dari dalam. Alice menarik kursi tepat di hadapan wanita yang berpenampilan anggun dan cantik, seolah sedang memamerkan kecantikan yang dimiliki padanya.
"Apa kamu ingin makan sesuatu, makanan di sini enak-enak. Mas Gavin suka mengajakku makan di sini, tempatnya enak dan romantis bukan?" ujar Gisella membuka obrolan di antara mereka.
Alice memutar bola matanya. "Apa kau mengundangku ke sini hanya untuk pamer akan hal itu!" cibir Alice.
"Tinggalkan rumah itu!" ucap Gisella membuat Alice tersentak. Suasana Restoran yang tidak terlalu ramai membuat mereka bisa dengan nyaman mengutarakan pembicaraan dengan blak-blakan.
Gisella tak perlu berbasa-basi jika Alice tak menginginkannya. Ia pikir satu atau dua kalimat sapaan bisa dapat membuat obrolan mereka bisa sedikit lebih santai. Namun tidak bagi Alice, wanita tambun itu tak mau meluangkan waktunya sedikit lebih lama untuk wanita yang telah merusak rumah tangganya ini.
Mereka berdua saling menatap tajam, seperti dua kubu yang sedang mempertahankan wilayah kekuasaan masing-masing.
"Meninggalkan rumah itu? Maksudmu?" Alice mengulang ucapan Gisella untuk memastikan apa yang di maksud wanita itu agar lebih jelas.
"Apa ucapanku belum jelas!" Gisella mulai menunjukkan sisi angkuhnya. "Sebagai seorang wanita yang sudah diceraikan, tak pantas untukmu terus berada di rumah mantan suami. Maka pergilah biar aku yang menggantikanmu!"
Sudut bibir Alice berkedut. Hatinya memanas mendengar ucapan wanita yang sedari tadi mengusap-usap perutnya yang tampak sedikit menyembul di balik dres ketat yang ia kenakan.
Seakan-akan sedang memamerkannya pada Alice. Kedua tangan wanita tambun itu terkepal di bawah meja, matanya semakin nanar menatap wanita bermake-up tebal itu dengan kebencian yang semakin membakar hatinya.
"Menggantikanku? Apa kau tidak percaya diri akan dapat diterima di keluarga itu jika ada aku, hum! Tapi betul juga, siapa yang akan menerima wanita yang merusakkan pernikahan orang lain."
"Ibu mertuaku adalah Ibu mertua terbaik di dunia, mana mungkin jika ia mau menerimamu yang seperti ini. Lihat saja pakaianmu, lebih mirip wanita penjaja tubuh di club malam di bandingkan wanita anggun yang berkelas!" lanjut Alice. Kata-kata yang keluar di mulutnya begitu menusuk dan tajam.
Alice bukanlah wanita yang lemah, ia tak akan sudi menguarkan air mata di depan wanita itu walau hatinya menjerit kesakitan sekalipun. Ia tak akan sudi memohon pada wanita di hadapannya ini untuk meninggalkan suaminya. Untuk apa ia harus mengemis akan cinta seseorang yang tidak menginginkannya.
Jika dulu ia bertahan akan sebuah harapan, tetapi kini; setelah melihat apa yang telah Gavin lakukan di belakangnya dengan wanita di hadapannya ini. Harapan itu telah mati terkubur dengan paksa di hatinya. Hanya tersisa kebencian yang kian membara.
"Aku akui kau wanita yang cantik, namun kecantikan yang kamu peroleh hanya mampu membuatmu mendapatkan barang bekas. Barang bekas dariku!" Alice menekan setiap bait kata-kata yang ke luar dari mulutnya untuk menyakiti hati Gisella walau sebenarnya hatinya pun juga sangat sakit. Namun sekuat tenaga ia tutupi.
Rahang Gisella semakin mengetat dengan mata yang melebar seakan keluar dari tempatnya. Dalam kemarahan akan hinaan Alice, wanita itu masih mencoba untuk tersenyum manis.
"Kau ... jangan begitu sombong! Kau pikir lelaki mana yang mau menikahi wanita bertubuh gemuk tak berbentuk sepertimu. Lihat dirimu baik-baik di pantulan kaca ini Alice!" Gisella menunjuk kaca panjang dan lebar yang ada di samping mereka. Tampak pantulan diri mereka walau samar-samar. Alice menoleh menatap pantulan dirinya dalam diam.
"Bisa kau lihat, tak ada sedikit yang dapat kau banggakan dengan dirimu saat ini. Kenapa kau begitu sombong padaku. Yang namanya barang bekas itu adalah sesuatu yang kamu pakai. Jadi, bagaimana bisa Gavin disebut barang bekas darimu jika dirimu saja tidak pernah disentuhnya!" Gisella tertawa meremehkan. Tatapan matanya seakan melucuti harga diri yang mati-matian wanita gendut itu pertahankan.
"Kau hanya pakaian cacat yang tak beharga!"
"Aku dibeli dengan harga yang cukup tinggi, lalu dari segi mananya aku tidak beharga?!Statusku istri sah di mata hukum dan agama. Lalu kamu! Hanya pakaian yang dipakai tanpa dibeli, bahkan pakaian obralan pun masih memiliki nilai harga. Sedangkan hargamu sendiri berapa?" balas Alice tak kalah sengitnya.
Ketegangan kian melingkupi mereka berdua. Bahkan makanan yang sedari tadi hadir di antara mereka, tak sedikit pun tersentuh. Alice mulai merasa mual dengan perbincangan yang menguras emosi ini.
"Kau harus ingat satu hal, tak akan pernah ada kebahagiaan setelah merebut kebahagiaan orang lain. Mungkin saat ini kau bisa berbangga diri atas kemenangan yang kau dapatkan. Tapi semuanya itu semu, bagi seorang Gavin, kau hanya boneka pemuas saja. Aku mengutukmu, kau tidak akan pernah bahagia dengan apa yang telah kau rampas dariku. Tak akan pernah bahagia! Jika saat itu tiba, kau harus ingat akan wajahku saat ini, wajahku yang menatapmu penuh kebencian! Suatu hari nanti, aku akan membuatmu menangis darah dan menyesal karena telah mengusik hidupku! Dan jika saat itu tiba, aku tak akan berbelas kasih sedikit pun terhadapmu!"
Gisella tercengang dengan ucapan Alice yang menggetarkan hatinya. "Tenang Gisell wanita itu hanya sedang menggertakmu. Memangnya siapa dia hingga mampu mengutukmu, kamu pasti akan bahagia. Keluarga Apsara adalah keluarga terpandang dengan harta yang melimpah, kekayaan yang di miliki Gavin cukup untuk membuatmu bahagia. Wanita gendut itu tak akan mampu berbuat apa-apa sealin menangis di pojok kamar!" batin Gisella menyakinkan dirinya sendiri. Menepis ketakutan yang sempat singgah di hatinya.
Alice beranjak dari duduknya. Ia rasa apa yang dibicarakan di antara mereka sudah cukup jelas sampai di sini.
Alice keluar dari restoran dengan hati yang tercabik kembali. Luka yang terbuka kian berdarah. Alice menyetop taksi yang kebetulan lewat di depan matanya. Dalam taksi ia langsung menumpahkan air mata yang sedari tadi ia tahan.
Sopir taksi melirik dirinya dari balik kaca spion yang ada di hadapannya.
"Jalan saja, Pak! Jangan hiraukan saya! Saya baik-baik saja!" ujar Alice di tengah tangisnya. Pak supir pun mengangguk. Ia menyodorkan tissue untuk Alice menyeka air matanya. Lalu menjalankan mobilnya di bawah langit cerah, namun hati wanita itu justru berkabut gelap
Dadanya begitu sesak seakan tak ada sedikit pun oksigen di sekitarnya. Alice terasa tercekik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
jlebb bngt...ayo alice km pasti bisa..semngt
2023-10-24
0
Intan IbunyaAzam
mantap kli Alice wanita yg tegas aq suka aq suka
2023-10-23
0
Flower Layu Layu
dimna hatimu pempuan yg tega merebut suami orng..smbong sangat pelakor
2023-10-17
0