Bara memasuki gedung perusahaannya yang bergerak di bidang firma hukum, lelaki itu melangkah dengan tegap dan tegas, wajah datarnya membuat siapa pun yang berpapasan dengannya hanya menunduk segan. Sebagai orang kepercayaan dan juga kaki tangan Bara, Aidan mengekor kemanapun tuannya pergi.
Bara tampan dan juga mapan, termasuk kategori pria idaman bagi setiap wanita. Akan tetapi tak ada satu pun wanita yang mendekat membuat pria itu tertarik hingga menimbulkan berbagai persepsi tentang dirinya di kantor itu.
Ada yang mengatakan jika dirinya mengidap kelainan orientasi seksual, sejenis penyimpangan terhadap sesama jenis. Ada juga yang mengatakan jika dia lelaki dingin tanpa cinta karena pernah patah hati. Apa pun pendapat orang tak pernah Bara ambil pusing walau terkadang ia juga risih mendengarnya.
Sempat terlintas untuk mencari wanita bayaran untuk ia ambil sebagai istri dengan system kontrak, seperti cerita novel romansa yang membuat para pembaca tersenyum simpul dengan khayalan kebucinan. Tetapi niat itu ia kubur dalam-dalam, menjadikan pernikahan sebagai permainan bukanlah jalan keluar yang baik menurutnya. Hati kecilnya sedikit menolak dengan ide konyol itu.
Setibanya di ruang pribadi miliknya yang cukup luas dengan latar bernuansa abu-abu terasa begitu maskulin. Bara langsung mendaratkan pantatnya pada kursi kebesaran miliknya.
“Satu minggu lagi anda akan terbang ke lombok, mendampingi Tuan Tama atas kasus penipuan yang menyebabkan ia mengalami kerugian hampir mencapai 3 milyar.”
Bara mengangguk, ia ingat akan jadwal keberangkatannya itu. Kliennya yang ia kenal dengan baik karena merupakan salah satu pengusaha terkemuka di kota itu, Kliennya itu mengalami penipuan berkedok join bisnis yang membuatnya mengalami kerugian yang cukup besar hingga mencapai milyaran rupiah. Yang lebih membuat Bara tersenyum kecut adalah; orang yang menipu Kliennya itu adalah saudara kandung sendiri.
Uang memang membutakan mata hati, mengabaikan ikatan darah demi keuntungan pribadi. Itu adalah hal yang biasa ditemui di era globalisasi yang semakin canggih ini. Norma dan hati nurani manusia kini tergadaikan hanya demi lembaran berwarna merah menggoda itu.
Banyak quote bijak yang mengagung-agungkan tentang uang bukanlah segalanya, namun nyatanya semua kehidupan dan harga diri seseorang pun di nilai dengan uang.
“Lalu apa jadwalku hari ini?”
Ting!
Notifikasi masuk ke dalam ponsel lelaki berambut lurus dan sedikit panjang itu. Menghentikan Aidan yang hendak membuka mulut untuk menjelaskan apa yang tertulis pada jurnal yang sedari tadi ada di tangannya. Terpaksa Aidan menunggu, Aidan tahu betul jika atasannya itu paling tidak suka disela apa yang sedang ia lakukan.
Mata Bara memicing melihat nama Peter tertera di layar, bawahannya yang ia perintahkan untuk mengawasi gerak-gerik keluarga Robert.
[Wanita itu kini pulang, aku tak tahu ia pulang dalam rangka hanya berkunjung atau memang ingin kembali.] Jantung Bara berdegup kencang membaca isi dari chat tersebut.
“Setelah lima tahun akhirnya kau kembali!” gumam Bara tanpa sadar. Ia tak sedikit pun membalas pesan Peter, karena ia tak memiliki perintah lanjutan untuk pria itu selain mengawasi.
“Siapa yang kembali, Pak?” celetuk Aidan yang selalu ingin tahu. Entah mengapa apa yang menyangkut dengan Bara menjadi berita yang paling membuatnya penasaran di bandingkan nama pemenang liga bola internasional yang menjadi kegemarannya itu.
Ujung mata Bara menatap tajam, seketika Aidan menunduk tak melanjutkan kembali pertanyaannya.
“Kau belum menjawab apa jadwalku hari ini, Aidan!”
“Oh iya, Pak.” Sontak Aidan kembali membaca jurnal di tangannya. “Satu jam lagi ada meeting dengan mr. Dakarian membahas perkembangan pembangunan homestay di Labuan Bajo dan sorenya jadwal anda kosong. Lalu malam anda harus menghadiri acara makan malam yang disiapkan oleh Ibu jelita,” jelas Aidan.
Selain seorang pengacara, bara juga seorang pengusaha di bidang property, ia juga memiliki beberapa income pasif yang membuat kekayaannya jauh lebih banyak dari saudaranya, Gavin. Namun Bara menyembunyikan semua dengan sangat rapi.
Dahi lelaki berahang tegas itu berkerut, ia pun kembali memicingkan matanya.
“Acara makan malam dengan Mama?”
Aidan menganggukkan kepala sebagai jawaban, tanpa ia jelaskan secara terperinci sekalipun Aidan yakin atasannya itu tahu betul alasan dari Jelita mengajaknya untuk bertemu di restoran. Apalagi kalau bukan untuk mengenalkannya pada para gadis-gadis yang Jelita anggap pantas untuk putranya itu.
“Katanya memberikanku waktu 5 bulan, namun nyatanya? Tampaknya Mama sudah tidak sabar menyuruhku untuk menikah!” geram Bara sembari menarik salah satu sudut bibirnya ke atas.
“Saya rasa tak ada salahnya anda datang, Pak, siapa tahu kali ini cocok. Sangat menyenangkan memiliki seseorang yang akan menyambut kita saat pulang kerja dengan senyum manis dan makanan yang enak. Apalagi ditambah celoteh bayi kecil yang menggemaskan,” ucap lelaki yang sudah memiliki istri dan seorang putri berumur dua tahun itu dengan wajah bahagianya.
“Apa kau sedang pamer padaku, Aidan?”
Aidan hanya tersenyum santai menanggapi sindiran Bara. “Saya sedang berbicara layaknya seorang saudara laki-laki anda, Pak. Setelah anda menikah dan memiliki anak, maka hidup anda yang menonton dan sepi akan jadi lebih berwarna. Anda hanya perlu memilih salah satu untuk menjadi pendamping hidup anda. Seoang wanita yang bisa membuat anda jatuh cinta padanya berulang-ulang kali.”
“Sayangnya semua itu tak semudah yang kau ucapkan Aidan. Hubungan dengan cinta saja berakhir dengan sebuah pengkhianatan. Apalagi yang tanpa cinta?” balas Bara. Binar matanya kini meredup.
Aidan menghela napas panjang. “Apa anda masih mengingatnya, Pak. Sudah hampir 10 tahun, untuk apa anda mengingat seseorang yang mungkin saja tak memperdulikan anda, Pak? Mungkin saja di sana ia sudah memiliki keluarga dan hidup bahagia! Aku yakin ada pasti akan menemukan seseorang yang akan membuat dada anada berdebar dan hasrat untuk memiliki seseorang.” Aidan berlagak seperti dokter cinta yang handal.
“Terkadang aku merasa kau terlalu lancang sebagai asistenku, Aidan! Apa kau ingin di mutasi dan dipotong bonus tahunan yang kau miliki, setengahnya atau 70 persen!” marah Bara. Matanya yang redup kini memancarkan kilat yang membuat Aidan menelan ludah. Mengungkit tentang wanita itu adalah kesalahan terbesar yang ia lakukan.
“Tidak, Pak! Jangan! Aku lupa jika saat ini aku masih ada pekerjaan yang harus aku lakukan.” Aidan langsung bergerak mundur. Ia pamit dan berlaku pergi dengan kecemasan meninggalkan ruangan Bara.
Lelaki itu paling takut jika sudah menyangkut masalah gaji. Gaji dipotong 10 persen saja sudah membuat hidupnya sulit apalagi jika setengahnya ditambah bonus tahunan yang ikut dipangkas. Aidan tak bisa membayangkan bagaimana ia pulang ke rumah dengan keadaan tenang.
“Gaji dipotong, bisa-bisa koperku di lempar keluar oleh Riana dan tak dapat jatah malam. Ah … membayangkannya saja sudah membuatku bergidik ngeri!” batin Aidan merinding.
Sepeninggal asistennya, Bara menyenderkan punggungnya dengan malas pada senderan kursinya. Ia memandang tumpukan dokumen dengan pikiran yang terbang entah kemana. Bahkan ia pun tak mengerti ada apa dengannya? Kenapa ia seperti ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Intan IbunyaAzam
qok kesannya bara SMA Yona lma bget jmpanya emmm agak lelet thor
2023-10-23
0
kabeta.baca
hooo ternyata ada masalalu. kirain nol pengalaman. semoga ga jd batu sandungan ke depan..
2023-09-21
2
Ra II
menarik
2023-08-29
0