"Apa maksudnya ini, Ma?" Bara kaget melihat beberapa lembar foto gadis yang diletakkan Jelita ke atas meja kerjanya.
"Pilih salah satu yang kamu suka, lalu nikahi dia secepatnya!" ujar Jelita tegas. Ia melayangkan tatapan tajam pada putra sulungnya yang tahun ini tepat berusia 33 tahun. Usia yang tidak lagi muda untuk bersantai-santai mencari pasangan.
"Jadi Mama repot-repot datang ke kantor ini hanya untuk memberikan ini padaku? Aku pikir ada hal yang penting apa?"
Bara mengabaikan apa yang Jelita katakan. Tanpa melihat salah satu foto itu, Bara langsung mengesampingkannya ke pinggir meja dan hendak beralih menyelesaikan pekerjaannya kembali.
"Sampai kapan kamu akan seperti ini Bara. Anak Gavin saja sudah berusia hampir lima tahun, dan kamu masih saja betah sendiri. Apa kamu sadar apa yang dikatakan orang-orang diluaran sana! Anak tertua keluarga Apsara mempunyai kelainan karena tak kunjung menikah!" marah Jelita.
Jelita menatap putranya dengan geram. Ia rampas map yang Bara pegang dan membuangnya ke lantai, Bara hanya melongo melihat sikap ibunya hari ini. Jelita berdiri di hadapan Bara, meraih kembali foto tersebut dan meletakkannya satu persatu di atas meja untuk di tunjukkan pada putranya itu.
"Ini Stella, lulusan universitas terbaik. Anak dari seorang dokter dan juga pengusaha. Kesibukannya sekarang sebagai seorang desainer butik ternama." Melihat tak ada respon dari putranya. Jelita kembali menunjukkan foto selanjutnya.
"Riana Putri, gadis ini seorang model. Usianya sama seperti Stella 28 tahun. Gadis yang aktif dan ceria, ia juga mandiri sesuai kriteria kamu yang tidak suka gadis yang manja, kan?"
"Ma, stop! Jangan buang-buang waktuku untuk hal yang tak penting ini. Untuk apa Mama menjelaskan aku satu persatu tentang gadis yang ada di dalam foto ini. Karena percuma, aku tak tertarik sedikit pun!" balas Bara yang mulai naik emosinya. Ia benci selalu dituntut untuk menikah. Ia akan menikah jika ia bertemu dengan wanita yang ia inginkan.
Ya lima tahun, waktu telah berlalu selama lima tahun sejak kepergian Alice. Semuanya tak ada yang berubah selain rasa sepi di hati Bara. Ia tak tahu apa yang sedang dirinya rasakan saat ini, tapi yang pasti Bara tak dapat melupakan semua kejadian lima tahun yang lalu itu. Rasa bersalahnya terhadap wanita itu masih saja mendera hatinya.
Bara sudah mencari keberadaan wanita itu. Ia juga sudah tahu jika Alice berada di Jerman. Bara juga sempat datang ke negara itu untuk menjemput wanita itu, tetapi penolakan keras yang di berikan Alice dengan tak ingin menemuinya membuat hati Bara kecewa.
Braak!
Jelita mengebrak meja dengan kesal. Berulang kali putranya menolak. Sebagai seorang Ibu ia menjadi putus asa akan kenyataan putra sulungnya tak kunjung menikah.
"Sampai kapan kamu akan bersikap seperti ini, Bara! Apa kamu mau lihat Mama mati dengan tidak tenang karena melihatmu hidup sendiri! Atau kamu memang senang menyiksa Mama seperti ini!"
"Apa yang Mama katakan?" Bara mengusap wajahnya kasar. Ia cukup frustasi dengan tekanan yang diberikan Jelita padanya. Melihat wajah Jelita yang tak sedap di pandang dengan muka yang memerah, Bara tak ingin mengambil resiko, bisa saja darah tinggi wanita itu naik.
Bara berdiri dari tempat duduknya, ia menghampiri ibunya dan mengusap lengan kurus wanita yang tetap modis walau usianya yang sudah tua. Bagi Jelita, penampilan adalah nomor satu.
"Ayo kita duduk di sana saja ya, Ma. Agar lebih santai!" Bara mengajak Jelita duduk di sofa yang ada di samping meja kerjanya. Jelita menuruti kemauan putranya, mereka pun duduk berdampingan.
Bara menarik napas panjang untuk mengatur deru emosi di dadanya.
"Aku minta maaf, aku tahu apa yang Mama lakukan untuk kebahagiaanku. Tetapi pernikahan tidak bisa terjadi hanya sebatas perjodohan saja. Aku butuh cinta untuk menjalin komitmen," jelasnya dengan lembut. Mencoba berbicara dari hati ke hati pada ibunya itu. Bara berharap Jelita bisa mengerti apa yang ia inginkan.
Jelita memiringkan sedikit duduknya hingga posisinya saat ini tepat menghadap wajah Bara. Kedua tangan yang mulai keriput itu menangkup wajah tegas pria yang dulu ia kandung selama sembilan bulan. Retina matanya menatap manik coklat milik Bara dalam, mencoba menyelami isi hati putra sulungnya itu.
"Jika ada wanita yang ingin kamu nikahi, maka kejar wanita itu dan seret dia ke hadapan Mama. Siapa pun dia dan bagaimana orangnya Mama nggak akan protes sama sekali, asal kamu akhiri masa lajang ini. Mama tidak akan selamanya bisa menjaga kalian berdua, sebelum Mama pergi setidaknya izinkan Mama melihat anakmu hadir ke dunia ini!" pinta Jelita terdengar memohon.
Mencubit perasaan Bara. Ada rasa sakit yang ia rasakan melihat wajah sedih Jelita. Apakah ia egois? Apakah ia memang pria dingin yang tak memiliki hati seperti yang dikatakan oleh orang banyak diluaran sana?
Bara juga tak mengerti kenapa ia tak tertarik sedikit pun dengan wanita cantik di luaran sana.
Bara menghela napas berat. Permintaan sepele Jelita bahkan lebih sulit ia bereskan dibandingkan kasus terberat sekalipun.
"Baiklah, aku akan berusaha mencari wanita untuk kunikahi." Bara memegang kedua tangan Jelita agar terlepas dari wajahnya.
"Lima bulan! Dalam lima bulan kamu harus membawa wanita itu ke hadapan Mama. Jika tidak, kami harus menerima wanita yang Mama jodohkan padamu. Tak ada penolakan Bara!" tekan Jelita final akan keputusannya.
"Tapi Ma ...,"
"Tidak ada, tapi-tapian! Mama cukup bersabar dengan memberimu waktu lima bulan! Dan keputusan Mama tak bisa kamu ganggu gugat lagi. Jika kamu menolak, maka kamu putuskan saja hubungan ibu dan anak di antara kita berdua. Kamu jangan anggap aku ibumu lagi!" potong Jelita yang disertai ancaman yang membuat Bara terdiam.
Lelaki itu terpaku mendengat ucapan Jelita. Sebegitu teganya wanita itu memutuskan hubungan Ibu dan anak di antara mereka hanya karena ia menolak.
Keterdiaman Bara cukup membuat Jelita tahu jika lelaki itu sedang memikirkan dengan baik-baik apa yang ia ucapkan. Merasa tak ada lagi yang ia perlu bicarakan lagi, Jelita pun memutuskan untuk pergi. Ia mengambil tasnya terlebih dahulu di atas meja kerja Bara dan berlalu keluar pintu tanpa pamit.
"Lima bulan? Bagaimana mungkin aku bisa mendapatkan istri hanya dalam waktu lima bulan? Sedangkan lima tahun saja terlalui dengan tak bermakna! Arkhhhh!" gerutu Bara seraya menjambak rambutnya sedikit. Kepalanya kini mulai berdentum hebat, ia pusing dengan permintaan mamanya yang ia nilai terlalu berlebihan.
Ia menikah dengan tidak menikah apa bedanya? Toh ... Jelita juga sudah memiliki cucu dari Gavin. Seorang bocah lelaki yang begitu nakal dan membuat hari-harinya memusingkan.
Bara tidak menyukai anak itu, baginya anak itu terlalu berisik. Apa karena ia tak menyukai anak kecil? Apa ia tak menginginkan sebuah keluarga kecil di hidupnya? Atau ia hanya sedang menunggu seseorang untuk kembali?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Intan IbunyaAzam
duh,, klo sdah ketemu keberadaan Alice knp qm yg trus berjuang bara,secara ankmu ad sma alice
2023-10-23
0
kabeta.baca
mamanya ga belajar dr kejadian gavin dan alice ya. ckckck
2023-09-21
3
kabeta.baca
ini time lapse 5th kah? dr usia bara 28 ke 33?
2023-09-21
3