bab 2

"Tidak seharusnya, kau mendatangi mereka." Perkataan teguran terdengar di salah satu pintu apartemen sederhana yang terletak di pinggiran kota, Paris.

Terlihat pria dengan rambut panjangnya, sedang mengobati sahabatnya yang terluka parah.

Sosok laki-laki tangguh sedang terbaring di sofa dengan wajah berlumuran darah akibat luka di seluruh wajah rupawan itu.

Pria tampan dengan punggung kekar, begitu terlihat kesakitan setiap sebuah kapas dengan cairan obat menyentuh luka sobekan di wajah.

Belum lagi di beberapa bagian tubuhnya terdapat begitu banyak luka memar juga luka robekan.

Pria gondrong hanya meringis sedih melihat kondisi menyakitkan sang sahabat.

"Aku sudah memberikanmu, peringatan untuk tidak terlalu berharap kepada, nona muda." Pria gondrong kembali berbicara, mimik wajah begitu kesal sambil terus mengobati luka sahabatnya.

"Aku hanya ingin menyakinkan mereka, kalau, aku begitu mencintai wanitaku," sahut Hans sambil menahan rasa sakit.

"Dengan memberikan nyawamu? Apa kau sudah kehilangan akal? Atau kau kehilangan otakmu untuk berpikir, wahai pria bodoh," timpal pria gondrong dengan bersungut-sungut kesal. Ia juga mengumpat kawan baiknya itu dengan ekspresi kesal.

Hans hanya memejamkan kedua matanya untuk mengabaikan ocehan sahabatnya itu. Ia kini memijit pelipisnya yang terasa begitu nyeri.

Ingatannya kini terfokus kepada raut wajah sedih kekasihnya, bagaimanapun, ia tidak akan bisa melihat kesedihan di wajahnya wanita yang begitu sangat ia cintai itu.

Hans berjanji akan membuktikan kalau dirinya bisa menjadi sukses dan menjadi pria layak untuk sang kekasih.

"Aku begitu mencintainya. kenapa mereka begitu kejam, ingin memisahkan kami," ucap Hans lirih. Tatapannya kini tertuju langit-langit ruangan kecil di apartemen sederhana miliknya.

"Aku sudah tahu," sela pria gondrong sambil menekan kuat kapas yang ada di tangan ke luka Hans.

Hans hanya bisa terpekik sakit dan ngilu, ia hanya melirik sahabatnya itu sinis.

"Itu sebabnya, kau membuatku repot dengan luka-luka seperti ini lagi. harus berapa banyak lagi, luka yang akan kau dapat dari mereka?" Cerca pria berwajah garang itu.

"Bukankah, seminggu yang lalu, kau juga mendapatkan, luka pukulan dari pria tua itu?" Sungut pria gondrong dengan wajah semakin kesal.

Hans hanya bisa terdiam. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi, kenyataannya, baru seminggu yang lalu ia mendapatkan peringatan dari orang suruhan daddy dari wanitanya.

Membuat tubuh Hans remuk dan harus menjalani perawatan serius di beberapa tulangnya yang cedera.

Sekarang ia kembali mendapatkan luka. Sekarang yang lebih parah. Namun, Hans masih ingat berjuang untuk mempertahankan hubungan percintaannya dengan sang kekasih.

"Apa aku salah, memperjuangkannya?" Tanya Hans lirih.

Pria gondrong hanya bisa diam dengan bibir mencebik kesal, ia tidak habis pikir dengan jalan otak dan akal sehat sahabatnya ini.

"Robben. katakan, apa aku salah!" Sentak Hans.

Pria gondrong bernama Robben terkejut, tidak sengaja ia menekan kembali luka di wajah Hans.

"Bedebah!" Pekik Hans.

Robben hanya bisa tersenyum sinis, ia pun semakin menekan kuat kapas luka yang ada di tangannya dan menekankan kepada luka Hans.

"Rasakan saja, itu akan menyadarkan otak pendekmu," Robben mencibir sinis.

"Apa aku salah?"

"Tidak! Kau tidak salah, hanya nasibmu saja yang kurang mendukung," jawab Robben.

Hans kembali terdiam dan berpikir. Sedangkan Robben menuju dapur untuk mengganti air di wadah untuk kembali mengompres luka di punggung, Hans.

"Aku ingin kaya." Hans bergumam lirih.

Robben yang sudah berjalan ke arahnya, terlihat mengernyit heran dan ia meletakkan wadah air hangat juga minuman kaleng.

"Aku ingin menyaingi mereka," ungkap Hans lirih.

Pria gondrong yang baru saja duduk di sampingnya dan menyesap minuman galeng, seketika tersendat hingga membuatnya terbatuk-batuk.

"What?! Ucapnya kaget dengan ekspresi tidak percaya.

"Aku ingin menjadi orang kaya, menyaingi mereka," jelas Hans sekali lagi.

Robben kembali terkejut dengan mulut menganga dan mata berkedip-kedip mengesalkan.

"Oh Tuhan, sepertinya otak dan akalmu semakin sedikit," seloroh Robben.

"Aku serius, bedebah," erang Hans sambil menendangkan kakinya kepada sang sahabat.

"Aku pun serius, saat mengatakan kau kekurangan akal pikiran," sela Robben. Mimik wajah pria itu juga semakin sinis.

Sambil menahan rasa sakit, Hans memikirkan cara cepat untuk bisa menjadi seorang yang berpengaruh. Agar dirinya tidak diremehkan lagi.

"Pekerjaan apa, yang bisa menghasilkan uang banyak dalam waktu singkat?" Tanya Hans serius.

Robben kembali tercengang dengan mulut menganga. Sunyi, tiba-tiba ruangan itu terdengar sunyi. Hanya ada suara binatang menjijikkan yang terdengar.

"Entah!" Sahut Robben dengan ekspresi wajah shock.

"Apakah aku harus menjadi, petarung?" Tanya Hans kembali.

"Kau bisa bertarung?" Tanya Robben kembali.

"Tidak," jawab Hans cepat.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan di ring taruhan? Menjadi boneka tarung? Atau menjadi bahan lelucon," timpal Robben sinis.

"Aku harus apa? Aku menantang mereka." Hans kembali berucap dengan nada frustasi.

"Tinggal Rosella. Maka hidupmu akan damai dan tenang," sahut Robben.

Hans pun melemparkan tatapan tajam kepada sahabatnya itu. Ia tidak akan terima saran dari sahabatnya.

"Itu tidak akan pernah aku lakukan," ujar Hans yakin.

"Maka, berdiri lah' di hadapannya dan berikan nyawamu kepada tuan Abraham. Maka hidupmu akan tenang dan damai," celetuk Robben.

"Brengsek!" Maki Hans sambil menahan rasa sakit. Saat dirinya meneriaki sang sahabat.

"Bukankah, kau yang mengatakan, akan mati demi wanitaku?" Sela Robben. Wajah pria itu terlihat mengolok-olok temannya.

Hans terdiam dan mencoba mencari cara agar bisa menjadi pria terkaya dalam waktu singkat. Benar yang dikatakan sahabatnya, dirinya kekurangan otak sekarang ini.

"Hanya manusia-manusia nekat yang akan menjadi kaya dengan cepat," Seloroh Robben.

Hans memandangi sahabatnya dengan intens dan penasaran. Ia juga menunggu sahabatnya itu mengatakan pekerjaan apa itu.

"Diantaranya, menjadi mata-mata mafia, pembunuh bayaran, kurir obat terlarang, menjadi pelacur dan yang terakhir …." Robben menjeda ucapannya sejenak, saat telepon genggam miliknya berdering. Sebuah pesan teks masuk di aplikasi hijau.

"Perampok? Beberapa komplotan perampok, berhasil melarikan uang dan barang berharga seorang pengusaha sukses." Robben membaca pesan masuk di ponselnya dengan suara keras.

Berhasil membuat Hans tersenyum penuh rencana. Ia pun akan bertekad untuk menjadi orang terkaya, dengan mengambil sebuah jalan pintas, yaitu menjadi seorang perampok.

Robben meletakkan kembali ponselnya dan ingin melanjutkan saran yang diminta oleh sahabatnya itu. Namun Robben tercengang, saat melihat Hans sudah tertidur.

"Brengsek!" Maki Robben.

Pria itu membersihkan meja yang dipenuhi obat-obatan khusus luka dan membawanya ke dalam dapur. Setelah itu ia pun meninggalkan apartemen sahabatnya.

……..

Sedangkan Hans membuka kembali matanya, pria itu hanya berpura-pura tertidur agar sahabat segera meninggalkan, apartemennya.

Hans segera bangkit dan berjalan susah payah ke dalam kamarnya. Ia membuka nakes yang berada di sudut kamar berukuran kecil itu, lalu mengambil sebuah notebook.

Hans memasuki sebuah aplikasi pencarian, ia mengetik nama-nama orang terkaya di kotanya. Setelah mendapatkan hasil, Hans kembali membuka nakes dan mengambil sebuah catatan kecil.

Ia mencatat nama-nama yang akan menjadi target, tindakan beraninya itu. Ia juga mencari tahu segala keamanan juga keadaan rumah mewah yang terpampang di layar notebook-nya.

Terpopuler

Comments

Syifanya

Syifanya

nyimak sambil baca ulang..

2022-12-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!