19. Pengorbanan

Zevanya mengerjapkan-ngerjapkan mata. Ia saat ini sedang berada di dalam penyimpanan barang, banyak kardus-kardus menumpuk di belakang dan di depannya. Kardus tersebut juga terdapat bercak-bercak darah kering. Ia melihat peti es krim di samping tumpukan kardus, lalu memutuskan untuk memeriksa isi di dalamnya. Ia membelalakkan mata, lalu memundurkan tubuhnya. Ada mayat seorang gadis membeku di sana, kondisi tubuhnya seperti ada beberapa luka tusukan.

“Indah ... Jadi, dia beneran nggak ke luar negeri?”

Arjuna membuka pintu lebar-lebar. Lelaki itu langsung menarik rambut Zevanya dan menyeretnya keluar dari ruang penyimpanan barang. Ia memperlihatkan semua patung hasil mahakaryanya selama beberapa tahun ini, patung yang dibuatnya bukan sekadar patung biasa. Bahan utama pembuatannya adalah mayat manusia, ia hanya tinggal menyiapkan tanah liat dan bahan lainnya.

“Lo liat patung itu?” Arjuna menunjuk ke arah patung seorang gadis yang berdiri, sembari tersenyum dengan posisi tangan di sembunyikan ke belakang.

Satu bulir air mata mengalir kala Zevanya memperhatikan patung itu dengan seksama. Cindy. Ya, itu mayat sahabatnya yang sudah diubah menjadi patung. Tim SAR gabungan dan polisi sudah susah-susah mencari jenazah Cindy, ternyata yang dicari disembunyikan oleh Arjuna, kemudian dijadikan objek hobinya. Indah pun bernasib sama. Namun, bedanya tubuh Indah masih tersimpan di peti es.

“Kenapa lo ngelakuin ini sama sahabat-sahabat gue?!” teriak Zevanya.

“Itu namanya hobi, Sayang. Lo nggak akan pernah tau rasanya, gimana terobsesinya gue ngelakuin hal menjijikan ini.”

Zevanya menelan ludahnya dengan susah payah. “Tapi kenapa harus mereka berdua? Kenapa?”

Arjuna meletakkan jari telunjuknya di bibir Zevanya. “Ssshhutt ... Lo tenang aja, kalian bertiga nggak akan terpisah selamanya. Gue berencana jadiin lo objek terakhir gue.”

“Gila! Dasar nggak waras! Gue nyesel nikah sama lo!”

Arjuna menarik pucuk rambut Zevanya. Lelaki itu sangat tak suka bila ada yang mengatainya tidak waras, meskipun kenyataannya begitu. Ia bahkan sudah mempersiapkan gambar referensi untuk menyempurnakan hasil karya seninya. Bukan, bukan gambar yang dibuatnya hari itu. Ia mencarinya di aplikasi pinterest, agar hasilnya terlihat semirip mungkin dengan yang di pinterest.

Arjuna mencengkram kuat genggaman tangannya pada rambut Zevanya, kemudian mendorongnya ke lantai. Arjuna juga sudah menyiapkan suntikan untuk membius gadis itu. Tangannya terangkat, akan menancapkan ujung jarum suntik itu di tubuh Zevanya.

Namun, seseorang menerobos masuk dan menggagalkan rencana Arjuna. Zevano menendang lelaki itu menjauh dari kembarannya. Arjuna melihat siapa yang menyerangnya, rupanya anak buah Gavin yang mengantarkan mayat Indah beberapa hari lalu. Hanya saja saat itu Arjuna memakai masker hitam. Jadi, Zevano tidak mengetahui siapa Mr. Black itu sebenarnya.

“Zevano?” gumam Zevanya.

Arjuna mendorong Zevano yang menghalanginya, hingga terhuyung ke lantai. Setelah menyingkirkan Zevano, lelaki itu mengeluarkan pisau dari dalam saku celana. Ia langsung ke intinya, yaitu menyayat leher Zevanya. Sebelum itu terjadi, Zevano berlari memeluk kembarannya sekaligus menjadikan dirinya sebagai tameng.

Zevanya bisa merasakan ada cairan lengket di punggung Zevano. Lelaki itu menatap kembarannya sambil mengukir senyum di wajahnya. Mereka berdua merasakan adanya Dejavu, 9 tahun lalu juga Zevano melindunginya dari anak-anak yang ingin melakukan bullying. Kalau benar mereka hanya memiliki nama yang sama, tak mungkin Zevano akan merelakan dirinya sebagai tameng untuk melindungi Zevanya.

“Lo ... Nggak apa-apa?” tanya Zevano. Jujur, luka di punggungnya sangat menyakitkan. Namun, begitu menatap wajah kembarannya, rasa sakit itu menghilang seperti tiupan angin.

Zevanya mengangguk. “Iya.”

“Saudara Arjuna, angkat tangan!”

Arjuna menoleh pada suara yang memanggil namanya. Para tentara itu kini sudah menodongkan senjata api ke arahnya. Ia pun menurut dan mengangkat kedua tangannya. Sementara Zevanya membantu Zevano berjalan keluar. Detik kemudian, Arjuna menarik pergelangan tangan gadis itu, kemudian mencekal lehernya dengan lengan.

“Kalo kalian nembak gue. Leher ni cewek gue bikin putus!” Arjuna meletakkan pisaunya di garis leher Zevanya.

Zevano mengepalkan tangan, ketika Arjuna mengarahkan pisau ke leher Zevanya. Ia terduduk lemas di lantai karena luka tusukan di punggungnya.

DOR!

Arga melepaskan satu tembakan ke arah bahu Arjuna. Melihat itu, Zevanya segera merangkul Zevano sembari berjalan keluar dan membiarkan tentara itu menangani Arjuna. Di luar sudah ada mobil ambulans, dua perawat langsung membawa brankar dan menyuruh Zevano untuk berbaring di atasnya.

“Zevano, thank you. Gue nggak akan pernah lupa sama apa yang udah lo lakuin buat ngelindungin gue.”

Zevano tersenyum. “Nggak masalah. Jangan lupa jengukin gue, ya! Sekalian ... Bawa bingkisan juga.”

Zevanya tertawa kecil. “Pasti, kok.”

Setelah itu, mereka membawa masuk Zevano ke mobil. Para tentara itu juga sudah keluar dengan membawa Arjuna masuk ke mobil polisi. Sayangnya, Zevanya tidak melihat seseorang yang menembak Arjuna tadi. Matanya terfokus pada salah satu tentara di depannya. Tentara itu sekarang berjalan ke arah gadis itu.

“Arga? Bukannya Arga udah di tangkep sama tentara tadi, ya?”

Arga menerbitkan senyum di wajahnya, kemudian memeluk tubuh Zevanya dengan pelukan hangat. Ia bernapas lega karena istrinya tidak terluka. Yang dipeluk sedang mencerna situasi yang terjadi pada dirinya. Zevanya baru menyadari bahwa salah satu tentara itu menyebut nama Arjuna dan bukannya Arga.

Apa mereka kembar? Pantes aja sikapnya beda dari biasanya.

“Kamu jangan khawatir, saya tidak akan menyakiti kamu.” Arga menatap lekat Zevanya.

“Gue tau, kok.”

Perawat lain terlihat sedang menggotong mayat Indah menggunakan brankar lipat. Tubuh pucatnya ditutupi oleh selimut putih. Begitu juga dengan patung Cindy, para polisi menggotongnya keluar. Mereka akan mengubur patung Cindy. Akan sangat sulit menghilangkan tanah liat yang sudah menyatu dengan kulit gadis itu. Bukan hanya patung Cindy, melainkan patung lainnya juga dikeluarkan dari dalam gedung berlantai satu.

“Gue berharap setelah ini, Cindy dan Indah bisa tenang di alam sana.” ucap Zevanya. Ia merasa senang sahabat-sahabatnya telah ditemukan walaupun dalam keadaan tak bernyawa.

“Saya juga berharap begitu. Kamu pasti sedih, ya?”

“Nggak apa-apa. Percuma nangis, itu nggak bakal ngerubah apapun.”

“Pinter, saya bangga sama kamu.” Arga mengusap pucuk rambut Zevanya.

“Selama beberapa hari ini, lo ke mana aja?”

“Saya dikurung di rumah Arjuna. Bahkan dia sampai menaruh beberapa bodyguard di depan rumahnya.” jelas Arga.

Zevanya terkekeh geli. “Terus gimana cara lo kabur dari sana?”

Arga mendekatkan mulutnya ke telinga Zevanya. “Menyamar.”

Tadinya Zevanya berpikir ingin bercerai dengan Arga, setelah tahu bagaimana sikap dan kepribadiannya. Tetapi, berkat kejadian ini, ia mengurungkan niatnya untuk bercerai. Karena yang selama ini bersamanya bukan Arga, melainkan iparnya. Untung saja mereka tidak melakukan hubungan intim. Bisa tamat riwayat Zevanya.

Mereka berdua tidak sadar, ada Gavin di kejauhan yang mengintai mereka melalui teropong. Ia melihat sepasang suami istri itu telah masuk ke dalam mobil. Mr. Black sudah tertangkap. Ia khawatir Arjuna akan membuka mulut soal dirinya menjual mayat. Namun, selama tidak ada bukti yang mengarah padanya, Gavin aman.

“Rifky, Mr. Black, kalian target gue berikutnya.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!