4. Nomor Tidak Diketahui

“Kenapa jendela bisa kebuka? Perasaan semalem ketutup, deh.” gumam Zevanya sambil menutup daun jendela yang terbuka.

Zevanya berjalan keluar kamarnya dan melapor kepada Arga perihal masalah jendela terbuka. Arga mengecek ruangan CCTV yang terletak di sebelah kamarnya, gadis itu baru mengetahui bahwa di rumah ini ada ruangan CCTV yang sengaja dibuat untuk memeriksa keamanan.

Arga mengganti layar laptopnya dengan memperlihatkan teras rumah mereka. Memang benar ada seseorang di luar gerbang yang sedang berdiri mengintai kamar Zevanya, tak lama seseorang itu masuk dan membobol PIN pintu utama. Ia memindahkan CCTV yang merekam tangga menuju lantai dua, seseorang itu juga mencoba membobol pintu kamar Zevanya. Namun sayang sekali, Arga tidak bisa melihat apa yang dilakukan orang itu di dalam.

“Apa orang itu melakukan hal aneh semalam?” tanya Arga.

Zevanya mengangkat bahunya. “Ya, mana gue tau, kan, gue tidur semalem.”

“Benar juga.”

Setelah memeriksa CCTV, Arga maupun Zevanya menyeting ulang kunci pintu utama dan kamar menggunakan kartu kepemilikan. Dengan begitu tidak ada orang lain yang bisa mengakses pintu tersebut kecuali si pemilik rumah. Kini, Arga sudah rapi mengenakan kaus putih berlengan pendek dan berlapis jaket kulit hitam. Sementara Zevanya mengenakan seragam sekolahnya, yang artinya dia sudah bisa bersekolah lagi.

“Mau kemana? Ayo, naik.” ucap Arga melihat Zevanya yang berjalan keluar gerbang. Ia memutari mobilnya seraya masuk melalui pintu di sisi kanan.

“Nggak usah, gue bisa baik bus.” tolak Zevanya.

“Bisa jadi stalker itu menyamar sebagai supir bus.” Arga berteriak. Terlihat di kaca spion tengah, Zevanya berjalan menghampiri mobil kemudian masuk dan duduk di sebelah Arga.

Zevanya berniat menyalakan AC mobil. Namun, punggung tangannya malah tak sengaja menyentuh lengan suaminya. Arga melirik Zevanya, lalu menyalakan AC mobil dan mengambil tisu basah dari dalam kotak. Gadis itu mengelap telapak tangannya, menghabiskan tiga lembar tisu basah hanya untuk membersihkan telapak tangan yang tidak kotor.

Jantung Zevanya berdebar untuk pertama kalinya. Padahal, setiap bersentuhan dengan lawan jenis dirinya akan merasa gemetaran atau mengalami serangan panik. Tapi ini tidak. Mungkin karena mereka sudah terikat janji pernikahan, Zevanya tak lagi merasakan sensasi aneh seperti biasanya.

“Ambil ini.” Arga melemparkan pistol replika kepada Zevanya. Ia memberikan itu untuk berjaga-jaga bila istrinya bertemu dengan stalker atau orang jahat semacamnya.

“Gue bisa dimarahin kepala sekolah kalo bawa ini.”

“Jangan sampai ketahuan kamu membawa itu.”

Zevanya mengangguk, lalu memasukan pistol replika pemberian Arga ke dalam tasnya. Mengingat kelasnya yang paling rusuh dari semua kelas yang ada di SMA Dirgantara, Zevanya menyembunyikannya di kotak pensil agar lebih aman.

****

Mobil Arga memasuki area sekolah, berhenti di depan gedung berlantai empat. Zevanya menggendong tas ransel di bahunya kemudian keluar dari dalam mobil. Ia menggerakkan mulutnya, mengisyaratkan Arga untuk segera pergi dari sekolahnya sebelum teman-temannya mencurigai hubungan mereka. Lelaki itu tanpa permisi melajukan mobilnya dan hampir menggeleng kaki Zevanya.

“Dor!” Zevanya terlonjak kaget begitu Cindy dan Indah menepuk kencang bahunya.

Cindy tertawa terbahak. “Ya, ampun! Zev! Akhirnya lo balik ke sekolah. Rambut gue rasanya mau ubanan nungguin lo."

“Selama lo cuti, lo kemana aja, sih? Eh, iya! Gue lupa masukin lo ke grup sekolah.” kata Indah. Temannya itu langsung memeriksa aplikasi WhatsApp, selaku admin di grup sekolah, Indah mengundang nomor Zevanya bergabung kembali di grup sekolah.

“Gimana hari-hari tanpa gue? Enak?” tanya Zevanya sambil tersenyum kesal pada dua sahabatnya.

“Adem banget rasanya, beberapa hari ini kuping gue plong, nggak dengerin suara lo yang cempreng.” ucap Cindy pada Zevanya.

Seorang siswa berpenampilan culun dan mengenakan kacamata bulat, berjalan di belakang ketiga gadis itu. Saat Zevanya dan kedua sahabatnya saling menyenggol, tubuh Zevanya terdorong ke belakang dan tak sengaja bersandar pada lelaki itu. Ia ataupun lelaki itu sama-sama diam membeku di tempat.

Detak jantung Zevanya berdetak sangat cepat, berbeda saat dirinya bersentuhan dengan Arga tadi. Napasnya tertahan di tenggorokan, ia segera mendorong lelaki itu hingga kacamata bulatnya terjatuh.

“Zevanya!” Cindy dan Indah menyusul Zevanya yang berlari memasuki gedung sekolah.

Lelaki itu mengambil kacamatanya yang terjatuh di bawah kakinya, lalu memakainya. “Zevanya ... Ze ... Vanya?” lelaki itu mengeja nama Zevanya dengan bergumam.

****

Zevanya sudah berada di toilet perempuan, mencuci tangannya seperti biasa. Ia menundukkan kepala di depan cermin sembari menetralkan napasnya yang tersengal. Memori ketika dirinya dilecehkan oleh pemuda berandalan menyeruak masuk memenuhi isi kepalanya. Area sensitif Zevanya dipegang-pegang, bahkan dadanya di remas dengan kuat. Yang lebih menyakitkannya lagi, pemuda itu meninggalkan bekas ciuman di leher gadis itu.

Gadis itu memukuli kepalanya berulang kali, berharap ingatan itu segera terhempas dari kepalanya. Pintu toilet terbuka, Cindy dan Indah memeluk tubuh temannya, bermaksud menenangkan Zevanya.

“Tarik napas dalam-dalam, buang ....” ucap Cindy mengusap punggung Zevanya.

“Ayo, Bu, terus bayinya sebentar lagi keluar.” seru Indah.

Zevanya menertawai lawakan Cindy dan Indah kemudian memukul lengan atas mereka. “Kalian pikir gue mau lahiran!”

Cindy menghela napas lega. “Udah mendingan kan, sesek napasnya? Yuk, ke kelas, sebentar lagi kelas udah mau di mulai.”

Ponsel Zevanya yang diletakkan di saku jasnya berbunyi. Ia menyuruh teman-temannya keluar lebih dulu dari toilet, sementara dirinya melihat pesan WhatsApp yang dikirimkan oleh seseorang dengan nomor tidak diketahui, mengirimkan foto gedung SMA Dirgantara. Zevanya tidak membalas dan berpikir pesan itu hanya keisengan murid di kelasnya.

Zevanya memang tidak banyak menyimpan nomor teman-temannya di grup sekolah, hanya sebagian yang dia kenal, banyak juga murid lain memintanya untuk menyimpan nomor mereka. Namun, Zevanya tidak mau jika tidak ada kepentingan sekolah.

Siswa-siswi di kelas kriminologi termangu menatap Zevanya yang sudah kembali bersekolah seperti biasanya. Gadis itu tersenyum, menyapa mereka yang masih menatapnya dengan tatapan melongo.

“Kenapa kalian ngeliatin Zeva? Kaget karna dia udah masuk sekolah?!” Cindy melototi siswa siswi secara bergantian. Indah hanya geleng-geleng kepala melihat perilaku temannya itu.

“Sudah sudah! Kembali ke tempat masing-masing!” Andrian, selaku guru di kelas kriminologi datang sambil memeluk beberapa buku di lengannya.

“Iya, Pak!”

“Oke anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru di kelas kriminologi.”

Begitu mendengar akan ada murid baru di kelas mereka, para siswi berteriak kegirangan seperti tak sabar ingin melihat wajah baru itu. Lain dengan Zevanya dan teman-temannya yang hanya tersenyum menatap keluar pintu.

Andrian melirik ke arah pintu. “Ayo, silakan masuk murid baru!”

Siswa baru yang dipanggil menampakkan diri kepada siswa siswi lainnya, mereka yang kegirangan tadi berubah seketika kala siswa itu masuk. Kemudian, masing-masing dari mereka menatap jijik ke arah siswa tersebut, karena penampilan culunnya. Zevanya yang duduk di bangku barisan paling depan, menatap lelaki itu.

Dia kan ... Yang nabrak gue tadi?

“Nama gue ... Gavin Sanjaya. Mohon bantuannya teman-temannya.”

Zevanya tersenyum simpul. “Selamat bergabung di kelas kami.”

Gavin memandangi mimik wajah Zevanya dengan tatapan tak terbaca, ujung bibirnya terangkat, memperlihatkan senyum seringai kepada Zevanya.

To be continued.

Terpopuler

Comments

aas

aas

hmmm apa si Gavin ini yaa stalker itu? 🤔

2025-01-15

0

nandayue

nandayue

masih bab awal jadi massih penuh misteri.

2022-12-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!