Tiga hari kemudian.
Entah sudah berbagai rumah sakit Arga datangi untuk memastikan keberadaan Zevanya. Namun, tak ada pasien yang bernama Zevanya Pradipta. Orang-orang di tempat kejadian pun tak tahu korban dilarikan ke rumah sakit mana. Dari siang sampai ke malam hari Arga terus mencari istrinya dan meninggalkan pekerjaannya. Ia ditemani Rega dan Sandy, mereka bertiga berpencar ke rumah sakit yang berbeda.
“Bagaimana, Sand? Sudah ketemu?” tanya Arga, sembari melihat sekeliling dan menelepon Sandy.
“Di rumah sakit Cahaya juga nggak ada.” jawab Sandy.
Arga mengangguk. “Ya, sudah. Kalau ketemu kabari saya.”
Ketika Arga hendak berjalan lagi, ponselnya berbunyi. Seseorang memberitahu alamat rumah sakit, tempat Zevanya di rawat. Ia membalasnya sekaligus mengucapkan terima kasih kepada nomor tidak diketahui itu. Arga segera bergegas menuju parkiran mobil. Setelah lelaki itu berlalu dari teras rumah sakit, Zevano menampakkan diri dari balik tembok seraya memperhatikan mobil Arga pergi.
“Lo harus cepet bergerak, buronan yang membunuh Cindy sekarang ngincer Zevanya.” Zevano mengirim voice note kepada Arga. Sudah tidak ada waktu lagi untuk mengetik keyboard, karena Rifky berhasil mengetahui alamat rumah sakit tersebut beberapa hari lalu.
Dua hari yang lalu, Zevano menjenguk kembarannya untuk memastikan kondisinya, dan tanpa sadar ada pelacak GPS di kantung celananya. Mungkin yang meletakkan benda itu antara Rifky dan Gavin. Ia lebih mencurigai Rifky. Karena satu-satunya orang yang telah mengetahui kejahatan lelaki itu adalah Zevanya. Maka dari itu, Rifky berencana membunuh Zevanya untuk membungkamnya soal pelaku yang telah membunuh Cindy.
Sebelum Zevano resmi menjadi siswa di kelas kriminologi, ia sempat melihat siswa bergosip tentang video yang tersebar di grup sekolah. Pun ia melihat Zevanya sedang bertengkar dengan seorang gadis bernama Icha. Dari situ, Zevano mengetahui Arga adalah suami kembarannya sekaligus iparnya.
“Gue berharap lo bisa jagain Zevanya dari deket.”
.
.
.
.
Arga telah tiba di rumah sakit Purnamasari, tempat yang dimaksud si nomor tidak diketahui itu. Lelaki itu berlari menuju resepsionis. Ia bertanya kepada resepsionis rumah sakit sambil menunjukkan foto Zevanya di ponselnya. Resepsionis tersebut tentu tahu, tetapi tidak bisa sembarangan memberitahu keberadaan pasien kepada orang luar.
“Saya suaminya.” kata Arga. Resepsionis itu memberitahu kamar Zevanya berada di lantai dua. Arga berlari ke tangga dengan langkah cepat, lalu Zevano kembali mengirim pesan, menunjukkan ciri-ciri pakaian yang dikenakan Rifky saat ke rumah sakit.
“Rega, saya sudah ketemu. Pelaku itu juga ada di sini, segera panggil polisi lain untuk menangkapnya.” ucap Arga kepada Rega melalui telepon.
“Siap, Bang.”
Arga sudah ada di lantai dua, di depannya ada seorang pria berpakaian jas dokter. Itu Rifky, sedang berjalan ke arah kamar Zevanya sambil membawa suntikan. Tidak bisa dibiarkan, lelaki itu mengeluarkan pistol dari dalam saku jaketnya. Arga membidik pergelangan kaki Rifky, kemudian menarik pelatuk pistolnya.
DOR!
“Akh!” tepat saat ingin masuk ke kamar VIP. Rifky terjatuh setelah peluru itu mengenai pergelangan kakinya. Ia mengangkat kepala, melihat siapa yang menembaknya barusan.
Arga berjalan pelan ke arah Rifky. Kaki lelaki itu berlubang mengeluarkan cairan merah berbau anyir. “Jangan bergerak!”
Rifky berpegangan pada tembok, berusaha berdiri. Ia menepis tangan Arga yang menodongkan senjata api. Lelaki itu berhasil menendang perut Arga menggunakan kaki kirinya. Kemudian, ia menindih tubuhnya dan mencekik leher Arga. Dengan muka memerah, Rifky mengencangkan cengkraman tangannya di leher Arga.
Kini, giliran Arga yang mencengangkan kerah pakaian Rifky, lalu membalikkan tubuhnya ke belakang. Perkelahian antara detektif dan psikopat gila pun terjadi di lorong rumah sakit. Lelaki itu mengambil suntikan yang sudah diisi dengan cairan morfin. Rifky hendak menyuntikkannya ke bola mata Arga. Dengan kesigapannya, Arga menahan jarum suntik itu yang hampir mengenai bola matanya.
“Lo nggak akan bisa lawan tenaga gue.” Rifky terus mendorong tangannya yang masih menggenggam suntikan tersebut.
Arga memejamkan mata, lalu menendang balik perut Rifky, hingga terhuyung ke belakang. Lelaki itu beringsut ke lantai dengan napas tersengal, hampir saja matanya tertusuk jarum suntik itu. Rifky sudah tidak bisa berkutik lagi, ia menyeret kaki kanannya menjauh dari Arga.
“Angkat tangan!” Rega dan Sandy datang di waktu yang tepat. Rifky tidak bisa melakukan apapun selain mengangkat kedua tangannya ke udara.
“Kamu ditangkap atas percobaan pembunuhan dan pelecehan seksual terhadap saudari Cindy.” Sandy memborgol tangan Rifky.
Rifky terkekeh. “Emang ada buktinya kalo gue ngelakuin pelecehan seksual?”
Arga berdiri, lalu mengeluarkan ponsel Zevanya dan memutar video yang sudah disalin. Ia menunjukkannya pada Rifky. “Ini bukti yang sangat jelas.”
“Oke! Gue ngaku. Iya, gue yang memperkosa Cindy!” ucap Rifky jujur. Sandy yang geram sedari tadi, lantas memukul kepala Rifky.
“Jelaskan itu di kantor polisi, sekarang bawa dia dan masukkan ke sel tahanan. Jangan biarkan dia kabur.” ucap Arga. Rega dan Sandy membawa Rifky pergi dari lorong rumah sakit.
“Pak Detektif?”
Arga menoleh ke arah sumber suara di belakangnya. Sepasang mata gadis yang ia cari-cari sekarang berdiri di ambang pintu. Zevanya terlihat memprihatinkan dengan kepala dan hidung dibaluti perban putih. Mimik wajah Zevanya juga terlihat kebingungan melihat keberadaan Arga tiba-tiba ada di depan kamar inapnya. Lelaki itu segera menarik Zevanya ke dalam dekapannya.
Arga menenggelamkan kepalanya di bahu Zevanya. Ia menatap lekat gadis itu. “Kenapa kamu ceroboh sekali, sih? Kenapa bertindak sendirian?”
Zevanya menjauhkan diri dari tubuh Arga. “Maksud Pak Detektif apa, ya?”
“Tolong jangan membuat saya khawatir.”
“Khawatir? Memangnya saya siapanya Bapak, sampai Pak Detektif khawatir begitu?”
“Saya ini suami kamu.” Arga menarik jari manis Zevanya yang terdapat cincin kawin perak, “Kalau kamu tidak percaya, mungkin cincin ini bisa jadi bukti.”
Zevanya menarik kembali jarinya, ia merasa risih dengan sikap Arga yang terlalu akrab. Padahal, sebelumnya mereka tak sedekat ini. “Kapan saya menikah sama Pak Detektif? Saya aja nggak inget.”
“Zevanya—”
Arga belum menyelesaikan kalimat akhirnya, seseorang berhoodie hitam tiba-tiba datang entah dari mana menarik Zevanya, menyembunyikannya di belakang punggungnya. Lelaki itu mengangkat kepalanya, menatap tajam ke arah Arga. Arga menyipitkan mata seperti mengenali wajah itu.
“Jangan paksa dia buat mengingat apa yang terjadi. Kalau begini caranya, lo cuma bikin ingatannya kacau.”
“Zevano?”
“Lo liat aja gelagat mukanya, dia kebingungan, susah buat inget apa yang terjadi akhir-akhir ini sama dirinya sendiri. Lo suaminya, seharusnya lo bisa jagain Zezev.” sergah Zevano dengan nada sedikit meninggi.
Sementara Zevanya berjongkok sambil memegangi kepalanya. Kepala bagian belakangnya terasa berdenyut, perutnya pun merasa mual. Denyutan yang gadis itu rasakan saat ini, merambat ke ubun-ubun kepalanya. Sepintas, ingatan yang hilang itu kini muncul secara acak di benaknya.
“Zev, lo kenapa?! Kepala lo sakit?” Zevano berjongkok, Arga pun ikut berjongkok di sebelahnya. Zevano menopang wajah gadis itu dengan tangannya.
Zevanya menatap dalam wajah saudara kembarnya. Ia mendadak menangis kemudian melingkarkan lengannya di punggung leher Zevano. “Bang Zevan jangan pergi, jangan ikut orang itu.”
To be continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
nandayue
zezev hamil ya?
2022-12-20
1