5. Nomor Tidak Diketahui 2

Sepanjang pelajaran, mata Gavin terus memperhatikan Zevanya yang fokus mendengarkan penjelasan guru. Hanya gadis itu yang menghargainya di kelas, tak seperti murid lainnya yang enggan memberikan sambutan khusus untuk murid baru sepertinya. Sadar bahwa seseorang menatapnya, Zevanya menoleh sekilas menatap Gavin kemudian memalingkan wajah ke arah papan tulis.

“Maaf ... Gue nggak bermaksud ngeliatin lo.” bisik Gavin ditengah-tengah penjelasan pak guru. Gadis itu hanya menganggukkan kepala tanpa menatap Gavin. Posisi mereka sekarang duduk bersebelahan, hanya saja di bangku terpisah.

Pelajaran selesai, Zevanya, Cindy dan Indah berjalan keluar kelas menuju kantin sekolah. Apalagi yang mereka lakukan selain makan sambil bergosip seperti ibu-ibu, sudah menjadi kebiasaan mereka bertiga. Langkah Zevanya berhenti di ambang pintu, lalu menoleh ke arah Gavin, ia merasa kasihan pada siswa culun itu.

“Gavin, lo mau ikut kita makan di kantin?” tanya Zevanya pada Gavin. Lelaki itu mengangguk sembari membenarkan kacamatanya.

“Lo serius ngajak dia?” bisik Cindy di telinga Zevanya.

“Jangan bilang sama kita, lo mau masukin dia ke circle kita?” Indah pun ikut berbisik di telinga kiri Zevanya.

“Gue cuma kasian sama dia, lo berdua liat aja tuh anak-anak yang lain. Nggak ada yang mau ngedeketin dia cuma karna penampilannya culun.” jawab Zevanya dengan mendesis pelan.

“Iya juga sih. Ya udah, Lo ajak aja dia makan sama kita di kantin.” ucap Indah.

Mereka bertiga meneruskan langkah kaki menuju kantin sekolah, disusul Gavin dari belakang. Cindy dan Indah tak suka Zevanya menaruh empati pada Gavin, terlebih mereka baru mengenal satu hari, entah karena ada firasat tidak enak atau kepedulian terhadap sahabat.

Saat tiba di kantin ponsel Zevanya berdering, ada satu notifikasi pesan WhatsApp yang belum dibaca. Gadis itu membaca pesan tersebut, sama seperti sebelumnya. Mengirim foto. Kali ini nomor misterius itu mengirim foto Zevanya dan kedua temannya yang duduk di kursi panjang bersama Gavin. Ia mengedarkan mata ke sekeliling kantin, tidak ada siapapun yang mencurigakan.

“Zev, lo kenapa? Dari tadi gue perhatiin lo kayak waspada gitu, ada apa, sih?” tanya Indah, menatap Zevanya penasaran.

Zevanya menunjukkan foto yang dikirim oleh nomor misterius itu kepada Cindy dan Indah. “Lo liat, ada yang merhatiin kita diem-diem.”

Cindy tertawa renyah. “Ya, elah. Biarin aja, bisa jadi itu penggemar rahasia lo tuh!”

Gavin bangkit dari duduknya. “Gue permisi ke toilet.”

Setelah Gavin berpamitan ke toilet, mereka melanjutkan lagi obrolan yang sempat tertunda. Zevanya menggeleng tak percaya. “Mana ada penggemar rahasia sampe ngikutin kaya gini. Kalo yang lagi viral itu namanya ....”

“Stalker?” kata Indah sambil menebak.

Zevanya antusias menjentikkan jari. “Nah, itu!”

“Tapi, ya, ngomongin soal penggemar rahasia. Gue punya gebetan rahasia.” ucap Cindy. Indah yang sedang menenggak air mineral kemasan botol, refleks menyemburkannya ke wajah Cindy. “Omg! Muka gue basah!”

Zevanya mengambil beberapa lembar tisu kemudian mengelap wajah Cindy yang basah oleh semburan air mineral. “Makanya kalo ngomong jangan bikin orang kaget.”

“By the way, gebetan rahasia lo siapa? Lo udah pernah ketemu sama dia? Gimana mukanya? Ganteng, nggak?” tanya Indah pada Cindy.

“Gue ... LDR-an sama dia. Kalian tau, nggak sih? Dia sampe ngirimin apa yang gue mau tanpa gue minta!” Cindy tersenyum kegirangan.

Ponsel Zevanya berdering lagi. “Temen-temen lo cantik juga.” begitulah kira-kira pesan yang dikirimkan oleh nomor misterius tersebut. Zevanya menatap Cindy dan Indah sambil menggigit bibirnya cemas. Akhirnya Zevanya memutuskan menghubungi Arga dengan mengirimkan nomor tidak diketahui itu, memintanya untuk melacak nomor tersebut.

“Ketemu. Lokasi nomor itu masih ada di area sekolah, saran saya, coba kamu telepon nomor itu.” balas Arga melalui pesan WhatsApp.

Zevanya mengikuti saran dari suaminya dan menelepon nomor misterius itu. Namun, telepon langsung terputus. Ia mencobanya sekali lagi. Kini, nomor itu malah tidak aktif. Mengingat kembali ucapan Cindy yang sedang berdekatan dengan seseorang dari jarak jauh, Zevanya cemas sekaligus gelisah.

“Kalian LDR? Terus ... Dia tinggal dimana sekarang?” tanya Zevanya.

“Dia ... Lagi di Korea sekarang, katanya sih ngelanjutin studinya di sana. Yang bikin gue suka dari dia, dia selalu ngirimin gue paket makanan dari Korea!” Cindy terus bercerita tentang lelaki yang sedang dekat dengannya sekarang.

“Di Indonesia juga banyak kali makanan Korea.” cetus Indah.

“Lo ... Ada foto dia?”

“Ada! Nih gue kasih liat.”

Cindy membuka galery foto pada ponselnya. Ia memilih salah satu foto yang dikirimkan lelaki itu, lalu menunjukkannya pada Zevanya dan Indah. Zevanya merebut ponsel Cindy dari tangannya, melihat foto tersebut dengan seksama. Gadis itu mendapati beberapa hal aneh dari wajah lelaki itu, terlihat tidak simetris, tubuh dan wajah terlihat berbeda.

“Cindy, lo kayaknya lagi ditipu.” Zevanya menatap Cindy.

“Nggak mungkin! Dari mana lo tau dia mau nipu gue?” Cindy berdiri, menatap tajam sahabatnya.

“Jaman sekarang udah canggih, Cin! Bahkan banyak aplikasi foto yang bisa ngubah wajah orang jadi wajah kita.”

“Haaah ... .” Ini adalah pertama kalinya Cindy mendesah napas panjang, “Lo emang kayaknya nggak seneng liat gue bahagia, udahlah, capek ngomong sama lo!”

Cindy pergi dengan raut wajah kesal, meninggalkan Zevanya dan Indah. Padahal, Zevanya hanya mengungkapkan kekhawatirannya terhadap hubungan Cindy dan lelaki yang masih belum jelas asal usulnya. Ia hanya tidak mau temannya salah memilih pasangan. Selang setelah Cindy pergi, Gavin baru memunculkan diri.

“Ada apa ini?” tanya Gavin.

“Lo mending diem daripada bikin suasana jadi rumit.” ketus Indah memutar bola matanya.

“Gue cuma nggak mau Cindy disakitin ... .”

****

Semenjak sepulang dari sekolah Zevanya menjadi pribadi yang pendiam setelah pertengkarannya dengan Cindy di kantin tadi siang. Ia dikeluarkan dari grup WhatsApp yang dibuat oleh Cindy. Nomornya pun diblokir. Indah juga tidak mengatakan apapun, mereka bertiga sudah bersahabat sejak kelas 3 SMP. Wajar saja Zevanya khawatir, jika salah memilih, orang itu bisa menyakiti Cindy.

“Wajah kamu pucat sekali, apa kamu belum makan?” tanya Arga yang berdiri di ujung sofa, sembari memegang secangkir kopi.

“Gue nggak laper.” sahut Zevanya.

Arga menaruh cangkir kopinya di atas meja. “Nanti sakit kamu malah nyalahin saya.”

Sebuah bantal kotak dilempar dan mendarat di wajah Arga. Lelaki itu langsung menangkapnya dengan sigap. Arga mengintip dari balik bantal tersebut. Zevanya melotot padanya.

“Siapa yang peduli!” bentak Zevanya.

“Jangan marah-marah, kamu masih muda.”

“Selamat ulang tahun! Gue punya kejutan buat lo. Kejutannya ada di depan pintu rumah lo.”

Tepat pukul 00.00, Cindy tiba-tiba mengirim pesan WhatsApp dan membuka nomornya kembali. Zevanya berjalan sambil tersenyum sumringah ke arah pintu kemudian membukanya. Dipikir Cindy akan lupa tanggal kelahirannya, rupanya diluar dugaan. Senyum gadis itu memudar ketika mendapati hadiah yang dimaksud Cindy. Tubuh terduduk lemas di depan plastik transparan yang terdapat banyak bercak darah.

Zevanya membalikkan plastik besar tersebut. Ia membulatkan mata dan menutupi mulutnya dengan tangan. “Cindy! Lo bercandanya nggak lucu, jangan kayak gini ... Cindy!”

Sudut bibir Cindy terdapat sayatan pisau. Ada bekas cekikan juga di lehernya dan beberapa luka lebam seperti habis dipukuli menggunakan benda tumpul pada tubuh gadis itu.

To be continued.

Terpopuler

Comments

aas

aas

eeeh Cindy nya meninggal? 😱

2025-01-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!