"Entahlah Kak. Aku hanya memikirkan bagaimana perasaan Kak Rubby jika tahu ternyata suaminya masih menjalin hubungan dengan mantan kekasihnya. Kak Rubby pasti akan tetap merasa sakit hati." Ucapnya membuat Arya menatapnya penuh tanya.
"Kenapa Rubby harus merasa sakit hati? Kami kan menikah tanpa cinta." Tanya Arya. Andika kembali menatap serius pada pria yang usianya delapan tahun di atasnya itu.
"Kak, walaupun kalian menikah tanpa cinta tapi kalau untuk wanita seperti Kak Rubby aku yakin, kalau status lebih penting untuknya." Jawab Andika.
"Kenapa kau seperti sangat mengenal Rubby?"
"Tidak perlu mengenalnya, Kak. Sekali lihat saja sudah bisa di tebak, jika wanita seperti Kak Rubby adalah wanita baik-baik yang sangat menghargai sebuah hubungan."
Arya terdiam mendengar penuturan Adiknya. Mungkin benar yang di katakan Andika, tapi... Entahlah... Arya juga bingung harus melakukan apa.
"Bagaimana hari pertamamu bekerja di sini?" Tanya Arya setelah sempat terdiam. Ia mencoba mengalihkan pembicaraan. Sudah cukup membicarakan istri dan mantan kekasihnya itu.
"Cukup melelahkan. Tapi aku senang, setidaknya orang di sini tidak ada yang galak." Jawab Andika sambil menyandarkan punggungnya di sandaran kursi yang di dudukinya
"Karyawanku memang tidak ada yang galak. Mereka juga bekerja secara profesional."
"Tapi di sini kan tidak ada yang tau kalau aku adik Kak Arya."
"Itu bagus bukan? Jadi tidak ada yang membeda-bedakanmu."
"Ya. Oh ya, bagaimana Kak?" Andika menegakkan kembali posisi duduknya.
"Bagaimana apanya?" Arya balik bertanya.
"Kakak ini, jangan pura-pura tidak tahu." Ujar Andika sambil menatap intens pada Kakaknya.
"Apa yang ingin kau katakan?" Arya mengerutkan keningnya.
"Ck, tentang ucapanku semalam Kak." Andika berdecak.
"Apa?" Kerutan di kening Arya semakin dalam, ia sama sekali tak mengerti maksud Adiknya.
"Malam pertama, Kak. Pasti menyenangkan kan?" Tanya Andika penasaran. Wajah Arya berubah datar.
"Dika, kau sendiri tahu kan kalau kami menikah tanpa cinta? Lalu kenapa kau tanya tentang malam pertama?" Arya balik bertanya.
"Ya, siapa tahu saja Kakak berubah fikiran setelah satu kamar dengan Kak Rubby."
"Tidak ada yang berubah. Dan sekarang sebaiknya kau belikan makan siang untukku." Titahnya.
"Tapi Kak..."
"Belikan aku makan siang atau aku pecat?" Tanya Arya sambil menatap tajam sang adik.
"Hah, Kakak ini. Menyebalkan." Gerutu Andika, mau tak mau ia pergi dari sana untuk membelikan makan siang untuk bos sekaligus kakaknya itu.
* * *
Sore harinya.
Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan ibukota yang lumayan padat merayap.
Lampu merah menyala, segera Arya menginjak pedal rem. Pria itu menghembuskan nafas berat. Ucapan Andika masih terngiang di benaknya.
"....bagaimana perasaan Kak Rubby jika tahu ternyata suaminya masih menjalin hubungan dengan mantan kekasihnya? Kak Rubby pasti akan tetap merasa sakit hati."
Benarkah Rubby akan sakit hati jika tahu kalau ternyata Mega masih menghubunginya? Karena bagaimanapun status Rubby adalah istrinya sekarang.
Bukannya dirinya juga sudah berjanji pada kedua orang tua Rubby kalau tidak akan menyakiti anaknya? Ayah Bakti pasti akan langsung memecatnya sebagai menantu jika sampai menyakiti Rubby.
Hah, dasar Andika. Membuat orang jadi kepikiran saja.
TIN !!!
Suara klakson menyadarkan Arya dari lamunannya, lampu lalu lintas rupanya sudah berganti warna.
"Astaga, kenapa mereka tidak sabar sekali.'' Gerutunya saat kendaraan mewah di belakang mobilnya tak berhenti membunyikan klakson.
"Jangan mentang-mentang punya mobil mewah kalian jadi tak sabar seperti ini, kalian tidak lihat? Mobilku saja yang biasa seperti ini begitu sabarnya menunggu lampu merah."
Arya kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, setelah beberapa menit jalanan yang di lewatinya terlihat tak begitu ramai. Tepat di sebuah tikungan yang sudah dekat dengan toko kue istrinya tiba-tiba ada seekor kucing melintas.
Terkejut, Arya langsung menginjak pedal rem. Mobil itu langsung berhenti mendadak. Untung tidak ada kendaraan lain di belakangnya.
"Akh!" Pria itu mendesis saat keningnya membentur stir mobil dengan cukup keras.
"Ck, Meong...! Kenapa nyebrang sembarangan sih."
Arya menyentuh keningnya, sepertinya ada luka di sana.
Darah?
Astaga, kenapa ada-ada saja. Mobil itu menepi, Arya mencoba melihat seberapa parah lukanya melalui kaca spion dalam. Tapi sepertinya tidak begitu parah, ia mengambil sapu tangan dari saku celananya dan mengelap darahnya yang masih mengalir dan sempat menetes di kemeja yang di pakainya. Arya memejamkan matanya sejenak sebelum menjalankan mobilnya kembali.
Mobil itu kembali melaju dengan Arya yang masih menekan lukanya dengan sapu tangan supaya darahnya tak mengalir lagi. Setelah beberapa menit, akhirnya ia tiba juga di toko kue yang sudah tutup itu.
Toko kue Rubby tutup lebih cepat hari ini. Karena menyelesaikan pesanan dari Bara dan juga tadi begitu banyak pelanggan yang datang hingga akhirnya kue yang tersedia di sana habis terjual tanpa sisa.
Arya turun dari mobilnya dengan tangan yang masih memegang keningnya.
"Rubby..." Panggilnya sambil membuka pintu toko. Terlihat Rubby yang sudah bersiap untuk pulang.
"Mas Firaz kenapa?" Tanya Rubby yang langsung menghampiri suaminya. Di lihatnya ada bercak darah di kemeja yang di pakai suaminya itu.
"Tadi ada sedikit kecelakaan." Jawab Arya.
"Mas terluka? Ayo duduk dulu. Biar aku obati." Terlihat kekhawatiran di wajah wanita itu.
"Tidak perlu, Rubby. Ini hanya luka kecil." Arya mencoba menolak.
"Tidak, tidak. Mau luka kecil atau apapun itu, tetap harus di obati. Mas Firaz duduk saja dulu. Aku mau mengambil kotak obat." Wanita itu memaksa Arya untuk duduk lalu ia berlari kecil untuk mengambil kotak obat yang terletak di dekat dapur.
Tak lama, Rubby kembali dengan kotak obat di tangannya. Dengan cekatan Rubby mengambil kasa dan membasahinya dengan alkohol. Arya hanya memperhatikannya saja.
"Aku bersihkan dulu lukanya." Rubby mendekat, posisi mereka kian rapat. Mungkin hanya tersisa beberapa cm saja. Arya terdiam melihat Rubby yang mulai membersihkan lukanya. Padahal itu hanya luka kecil, tak seharusnya Rubby melakukan hal ini.
"Sakit?" Tanya Rubby ketika mendengar suaminya itu meringis. Mungkin terasa perih.
"Sedikit." Jawab Arya. Sepasang netranya tak berhenti menatap Rubby yang terlihat begitu serius mengobati lukanya. Apalagi tubuh Rubby yang kian merapat, membuat jantung Arya berdetak tak karuan.
"Jantungku, kenapa rasanya tak karuan begini? Aku tak pernah sedekat ini dengan perempuan manapun. Apa tidak bisa ia menjauh sedikit?" Batin Arya.
"Sudah." Rubby menarik dirinya begitu selesai. Luka kecil itu sudah tertutup oleh plester. Arya menghembuskan nafas lega, berada sedekat itu dengan Rubby malah membuatnya sesak nafas.
"Bagaimana? Apa merasa lebih baik?" Tanya Rubby sambil merapikan kembali peralatan dan juga obat yang tadi di gunakannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments