"Kak?"
Suara Intan menyadarkan lamunan Rubby. Tak sadar jika mereka berdua sudah terdiam cukup lama mengingat kembali kejadian hari itu.
"Kenapa kita berdua jadi melamun?" Tanya Intan sambil tertawa kecil.
"Ehm... Intan, yang kau lakukan dengan Andika memang sebuah kesalahan. Tapi semua itu sudah terjadi. Dan kalian harus memperbaiki kesalahan itu. Jadilah istri yang baik untuk suamimu dan jadilah ibu yang baik untuk anakmu nanti." Rubby menasehati.
"Iya, Kak." Jawab Intan sambil mengangguk pelan.
"Tapi bagaimana dengan Kakak?" Tanya Intan kemudian. Gadis muda itu sebenarnya khawatir dengan kakaknya.
"Kakak akan baik-baik saja. Bukannya ayah dan bunda juga sudah setuju? Mas Firaz adalah anak dari sahabat orang tua kita. Dan Tante Dewi, Kakak sudah mengenalnya. Tante Dewi adalah orang yang sangat baik, jadi anaknya pasti tak akan jauh berbeda." Ujar Rubby menenangkan, ia tak ingin adiknya itu terus merasa bersalah.
Lagi, Intan hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
"Sudah jangan berfikiran yang aneh-aneh. Kakak akan baik-baik saja."
"Iya, kak. Terima kasih sudah bersedia berkorban untukku." Intan melebarkan tangannya, meraih Rubby ke dalam pelukannya.
"Kakak menyayangimu." Ucap Rubby sambil mengusap lembut punggung adiknya.
"Intan juga menyayangi Kakak." Intan membalas pelukan itu, dan keduanya berpelukan cukup lama.
"Boleh aku tanya sesuatu?" Tanya Intan begitu pelukan merekan terlepas.
"Apa?"
"Kenapa Kakak memanggil Kak Arya dengan sebutan Mas Firaz?" Tanya Intan penasaran. Rubby terlihat berfikir sejenak, ia juga tak tahu kenapa. Nama Firaz tiba-tiba saja terlintas di fikirannya. Tapi yang jelas Rubby memang menyukai nama itu yang menurutnya unik dan jarang orang yang memakai nama tersebut.
"Namanya Arya Firaz bukan? Jadi tak salah kan kalau Kakak memanggil nama belakangnya?" Rubby malah balik bertanya.
"Iya juga ya? Lagipula itu bisa menjadi panggilan spesial untuk Kak Arya dari istrinya nanti." Kata Intan dengan nada menggoda.
"Apa sih, Intan. Kakak fikir panggilan itu biasa saja." Sanggah Rubby yang menyembunyikan senyumnya.
"Mas Firaz... panggilan khusus untuk suamiku." Batin Rubby, sambil tersenyum dalam hati.
* * *
Hari pernikahan.
Tanpa terasa hari itu tiba. Hari yang di nantikan oleh Andika dan Intan mungkin juga dengan Rubby. Tapi tidak dengan Arya.
Rubby menatap pantulan dirinya di cermin, ia nampak begitu cantik. Riasan natural, kebaya dengan hiasan payet dan hijab putih yang ia kenakan menambah kecantikan alami yang ia miliki.
Sebenarnya Rubby memang cantik, tapi selama ini Rubby selalu menutupi kecantikannya dengan kacamata di wajahnya dan ia juga tak pernah memakai riasan apapun. Jadi wajar jika Arya yang sebelumnya terbiasa melihat Mega yang seorang model jauh lebih cantik di banding Rubby, karena wajah gadis itu tak pernah tersentuh make up.
"Wah... Kakak cantik sekali..." Puji Intan, ia terpana melihat kakaknya yang nampak jauh berbeda.
"Akh, Intan. Kau bisa saja." Wajah Rubby merona mendengar pujian dari adiknya.
"Benar Kak, Kakak cantik sekali. Aku yakin, Kak Arya akan jatuh cinta jika melihat Kakak seperti ini." Kata Intan lagi. Rubby tertegun mendengarnya.
Jatuh cinta? Benarkah Arya akan jatuh cinta padanya kalau melihat penampilannya sekarang?
Akh, Rubby jadi berharap lebih.
"Kakak? Kakak melamun?" Tanya Intan yang melihat kakak perempuannya itu terdiam.
"Em, tidak-tidak." Rubby menggeleng, menepis fikirannya yang sudah berfikir terlalu jauh.
"Kau juga cantik, Intan. Beruntung Andika mempunyai istri sepertinya kau." Sambungnya.
"Beruntung apanya, kak? Aku cuma seorang gadis manja, aku juga tidak bisa memasak." Intan mengerucutkan bibirnya. Ia sadar akan dirinya yang tak bisa apa-apa.
"Intan, ukuran seorang istri bukan hanya sekedar bisa memasak atau tidak. Tapi bagaimana dia memperlakukan suaminya kelak. Dan kakak yakin, kau bisa melakukan yang terbaik nantinya." Ujar Rubby sambil tersenyum simpul.
"Terima kasih, Kak." Keduanya saling berpelukan.
Sementara itu di kediaman Arya.
Mama Dewi dan Andika sudah nampak rapi dan siap untuk berangkat. Tapi di mana Arya? Sedari tadi lelaki itu tak terlihat batang hidungnya.
"Di mana kakakmu, Dika?" Tanya Mama Dewi.
"Dika tidak tahu, Ma." Andika mengendikkan bahunya dan menggeleng.
"Mungkin di kamar. Biar Dika panggilkan." Sambungnya sambil hendak melangkah.
"Biar Mama saja." Cegah Mama Dewi yang langsung melangkah menuju kamar Arya.
Tanpa mengetuk pintu, Mama Dewi langsung saja masuk ke kamar itu. Matanya terbelalak melihat putra sulungnya yang masih nampak belum bersiap.
"Astaga! Arya! Kenapa kau belum siap-siap?! Sebentar lagi acaranya akan di mulai." Omel Mama Dewi yang melihat Arya masih duduk melamun di sisi tempat tidurnya. Arya terjingkat kaget karena Mama Dewi tiba-tiba masuk ke kamarnya. Pria itu bahkan masih memakai setelan piyama tidurnya semalam.
"Ma, Arya tidak..." Ucapan Arya terhenti, melihat Mama Dewi berdiri bertolak pinggang di hadapannya dengan tatapan tajam yang seolah ingin memakannya hidup-hidup.
"Cepat bersiap!" Serunya. Arya menelan salivanya, mamanya tampak mengerikan.
"Iya, Ma." Lagi, Arya hanya bisa pasrah. Ia segera bangkit dari duduknya dan menyeret langkahnya menuju kamar mandi.
"Jangan lama-lama mandinya, kita bisa terlambat nanti!" Teriak Mama Dewi saat Arya baru saja masuk kamar mandi.
"Iya, Ma." Sahut Arya yang langsung menutup pintu. Padahal ia sudah berfikir semalaman, dan akan mengatakan pada Mama Dewi kalau ia ingin membatalkan pernikahannya dengan gadis asing itu. Tapi begitu Mama Dewi sudah di hadapannya, keberanian yang sudah ia kumpulkan sejak semalam menguap begitu saja.
"Kenapa mamaku mengerikan sekali?" Arya bergidik ngeri mengingat ekspresi mamanya yang barusan.
Beberapa menit kemudian...
Arya sudah bersiap. Penampilannya jauh lebih baik di banding tadi. Arya mengenakan kemeja putih, rambut tebalnya sudah tersisir rapi. Membuatnya terlihat semakin tampan.
"Apa benar keputusan yang ku ambil ini? Menikah tanpa cinta? Bukan hanya itu, aku bahkan tak mengenalnya. Dengan Mega yang sudah enam tahun menjalin hubungan pun, aku dengan mudahnya di khianati. Apalagi Rubby, wanita yang sama sekali tidak ku kenal. Walaupun ia terlihat baik, tapi penampilan tidak bisa menjamin hati seseorang." Batinnya.
Arya membuang nafas berat. Sebenarnya ia ingin menenangkan hatinya dulu. Menata kembali hatinya yang sudah hancur berantakan. Tapi masalah yang di lakukan adiknya malah ikut menjeratnya dalam pernikahan.
"Kakak!" Panggil Andika, ia masuk begitu saja ke kamar Arya.
"Hei, ketuk pintu dulu!" Seru Arya. Kenapa orang-orang hari ini pada masuk begitu saja ke dalam kamarnya?
"Tidak perlu, kita sudah terlambat. Ayo, Kak." Ajaknya penuh semangat, Andika langsung saja menarik tangan Arya.
"Andika, lepas. Aku bisa jalan sendiri." Arya menghentakan tangannya, tapi bukannya terlepas Andika malah makin erat menariknya keluar kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments