Terlihat senyum mengembang di wajah Andika dan Intan. Sementara itu, Rubby hanya bisa menyembunyikan senyumnya di dalam hati. Dan Arya.. Entahlah... Apa yang ada di dalam fikiran pemuda itu, tiba-tiba saja ia harus menikahi seorang gadis asing demi adiknya.
* * *
Sepanjang perjalanan pulang Arya membisu, berbeda dengan mamanya yang terus saja berceloteh.
"Arya, Arya!" Panggil Mama Dewi setelah putra sulungnya itu diam saja ketika di ajak bicara.
"Iya, Ma. Kenapa?" Tanya Arya malas.
"Kau ini di ajak bicara, malah diam saja." Keluhnya.
"Arya kan sedang menyetir, jadi harus konsentrasi." Jawab Arya seadanya.
"Alasan saja." Celetuk Mama Dewi.
"Jadi bagaimana menurutmu?" Lanjutnya.
"Apanya yang bagaimana?" Arya balik bertanya.
"Rubby. Bagaimana pendapatmu tentang Rubby?" Tanya Mama Dewi. Sedangkan Andika yang duduk di kursi belakang hanya menjadi pendengar yang baik. Ia sedang memikirkan akan bekerja apa nanti jika sudah menikah.
"Apa pendapatku masih penting setelah tadi Mama putuskan semuanya sendiri?" Tanya Arya dengan sarkas.
"Kau ini." Mama Dewi menepak bahu Arya. Lelaki itu meringis, tepukan itu cukup keras.
"Sakit, Ma." Keluhnya sambil mengusap-usap bahunya yang terasa panas.
"Makanya, kalau Mama tanya, jawab yang benar. Mama sudah mengenal Rubby cukup lama. Dia itu gadis yang baik. Sangat jauh jika di bandingkan dengan mantan kekasihmu itu." Sambungnya.
"Sudahlah Ma, jangan bicarakan Mega lagi."
"Tapi kau bersedia kan menikah dengan Rubby?" Tanya Mama Dewi sambil menatap intens putra sulungnya. Arya meliriknya sejenak sebelum kembali fokus pada jalanan di depannya.
"Telat, mama. Kenapa baru tanya itu sekarang? Sedangkan tadi mama terus saja berceloteh tanpa bertanya apapun padaku." Batin Arya.
"Kalau Mama sudah memutuskan, Arya bisa apa?" Kata Arya pasrah.
"Baguslah kalau begitu." Sahut Mama Dewi. Arya kembali membisu, ia hanya fokus pada jalanan di depannya.
Setelah menempuh perjalanan beberapa menit, mereka akhirnya tiba kembali di rumah.
Arya langsung masuk ke kamarnya begitu mereka sampai. Kepalanya mendadak pusing karena lusa ia harus menikah dengan gadis yang tidak di kenalnya sama sekali.
Arya menghempaskan tubuhnya di tempat tidur, menatap langit-langit kamarnya. Memijat keningnya dan mengacak-ngacak rambut hitamnya.
"Apa yang membuat mama begitu menyukai Rubby? Ia terlihat biasa saja. Hanya penampilannya yang tertutup. Apalagi dengan kacamata yang menghiasi wajahnya. Sungguh gadis yang sangat biasa. Di luar sana pun banyak yang seperti itu." Arya bertanya-tanya dalam hati.
Rubby hanyalah seorang gadis muda berhijab, dengan kacamata yang selalu menghiasi wajah polosnya. Memang tidak terlihat menarik sedikitpun di mata Arya. Dan sangat jauh bila di bandingkan dengan Mega.
Bukankah sangat umum jika seorang pria melihat wanita pertama kali dari fisiknya?
Arya beranjak bangun dan berjalan menuju lemari. Mengambil sebuah kotak dari sana. Di bukanya kotak itu. Ada banyak lembar foto dan juga beberapa barang pemberian Mega.
Dipandanginya satu persatu foto tersebut. Foto-foto kenangannya bersama Mega. Senyum lebar dan tatapan penuh cinta terlihat di wajah keduanya. Arya membuang nafas berat, semuanya kini hanya tinggal kenangan saja. Di simpannya kembali foto-foto itu ke dalam kotak.
"Aku akan membuang semua benda yang akan mengingatkanku padamu..."
Tanpa Arya sadari satu foto Mega terjatuh di dalam lemarinya.
Sedangkan di sisi lain.....
Seorang gadis berhijab kembali ke kamarnya setelah para tamu tersebut pulang. Di raihnya sebuah buku yang terselip di rak. Di bukanya buku itu. Nampak gambar sketsa wajah di tiap lembarnya. Gambar yang Rubby buat sendiri.
"Aku tidak menyangka akan bertemu lagi dengannya. Dan bahkan lusa kami akan menikah." Ucap Rubby sambil meraba gambar sketsa wajah itu.
"Terima kasih Ya Allah... Telah menjodohkan aku dengan Mas Firaz. Lelaki yang sudah hampir enam bulan ini mengusik hatiku. Ternyata Engkau telah menyiapkan rencana ini untukku. Kini aku tahu, kenapa aku tidak bisa melupakan bayangan wajahnya. Itu karena Engkau akan kembali mempertemukan dan menyatukan kami."
Rubby memejamkan matanya, dan memeluk buku itu. Buku yang selama enam bulan terakhir menjadi temannya. Sebuah buku yang menjadi saksi bisu dirinya telah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang lelaki asing yang kini akan menjadi suaminya.
* * *
Suara dering ponsel mengganggu tidur Arya, padahal baru beberapa menit yang lalu ia baru bisa memejamkan matanya.
Di raihnya benda pipih itu. Ada nama Mega di sana.
"Ck, kenapa Mega mengganggu saja?" Keluhnya.
Arya memutuskan untuk mengangkat panggilan itu.
"Halo sayang, akhirnya kau mengangkat teleponku juga." Sapa Mega begitu panggilannya terhubung.
"Ada apa Mega?" Tanya Arya dengan nada malas.
"Kenapa kau bertanya seperti itu? Tentu saja aku merindukanmu. Sudah beberapa hari ini tidak ada kabar darimu. Kau juga tidak mengangkat telepon dariku." Ujar Mega, ia merasa aneh dengan pertanyaan Arya. Biasanya Arya yang meneleponnya lebih dulu. Tapi sudah beberapa hari ini Arya tidak meneleponnya, dan ketika ia mencoba menghubungi pria itu malah tidak di angkat.
"Aku sibuk, Mega. Aku banyak urusan dan sedang ada masalah." Jawab Arya.
"Kau ada masalah apa, sayang?" Tanya Mega yang terdengar begitu peduli.
"Kau tidak perlu tahu, Mega. Dan sebaiknya kau fokus saja pada pekerjaanmu di sana." Jawab Arya yang terdengar tak mengenakan bagi Mega.
"Sayang, kau ini kenapa? Apa kau sudah tidak mencintaiku lagi?" Tanya Mega, terdengar suara wanita itu bergetar seperti menahan tangis.
Arya menggaruk rambut yang tidak gatal, ia beranjak duduk. Ingin sekali dirinya mengatakan kalau hubungan mereka sudah berakhir.
"Mega, aku benar-benar sibuk. Tolong mengertilah. Aku saja bisa mengerti keadaanmu di sana, apa kau tidak bisa melakukan hal yang sama?" Tanyanya.
"Arya, aku hanya takut kalau perasaanmu sudah berubah padaku." Sahut Mega.
"Kau tidak perlu khawatir soal itu. Sudah ya, aku masih banyak pekerjaan." Arya mematikan panggilan itu. Ia menatap layar ponselnya. Dan Mega melakukan hal yang sama.
"Sampai kapan kau akan berpura-pura seperti ini, Mega?" Batin Arya.
"Kenapa aku merasa sepertinya ada yang berbeda dengan Arya?" Batin Mega.
Dan malam itu mereka berdua larut dalam kegalauan...
* * *
Sementara itu, di rumah keluarga Rubby.
Tok. Tok. Tok.
"Kak, boleh Intan masuk?" Suara Intan terdengar di balik pintu.
"Masuk saja Intan." Sahut Rubby.
Intan kemudian masuk ke dalam kamar kakaknya, di lihatnya Rubby yang sedang membaca buku resep kue di atas tempat tidurnya.
"Kak." Panggil Intan, ia duduk di sisi tempat tidur.
"Ada apa?" Tanya Rubby, ia menutup buku resepnya dan duduk di samping adiknya.
"Kak, Intan ingin minta maaf..."
"Minta maaf untuk apa?" Tanya Rubby heran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments