Arya berdiri di depan pintu kamar Mama Dewi. Ia membuang nafas berat sebelum mengangkat tangannya dan mengetuk pintu kayu bercat coklat itu.
Tok. Tok. Tok.
"Ma, Arya masuk ya Ma." Ucap Arya kemudian membuka pintu kamar mamanya. Terlihat Mama Dewi sedang duduk bersandar di atas tempat tidurnya.
"Ma..." Panggil Arya. Pemuda itu mendaratkan tubuhnya di sisi tempat tidur.
"Ada apa lagi, Arya?" Tanya Mama Dewi malas.
"Ma, Arya belum ingin menikah. Biarkan Dika yang menikah lebih dulu." Ucapnya memelas.
Entah hari ini sudah berapa kali Arya memohon seperti itu, berharap sang mama berubah fikiran.
"Kau sudah dewasa. Usiamu sudah cukup untuk menikah, Arya. Dan Mama tidak akan membiarkan Dika yang lebih dulu menikah di banding kau." Tegas wanita paruh baya itu.
"Tapi Ma, Arya harus menikahi siapa? Hubunganku dan Mega kan sudah berakhir." Kata Arya, terlihat raut kebingungan di wajah tampannya.
Kemarin Arya sudah menceritakan tentang apa yang sudah terjadi di Paris pada Mama Dewi. Tentang Mega yang telah mengkhianatinya, dan bermesraan dengan pria lain. Tapi itu malah membuat Mama Dewi tertawa dalam hati. Mama Dewi begitu senang mendengarnya.
"Siapa yang menyuruhmu untuk menikahi perempuan itu? Dari dulu Mama tidak pernah suka dengannya. Kau saja yang begitu tergila-gila padanya, dan selalu meminta mama untuk bisa menerima Mega." Seloroh Mama Dewi.
Dari dulu ia memang tak menyukai Mega, karena pakaiannya yang selalu terbuka dan juga sikapnya yang di rasa kurang sopan. Mama Dewi juga heran kenapa putranya itu begitu mencintai Mega. Kalau hanya karena wajahnya yang cantik, banyak wanita yang jauh lebih cantik di banding Mega di mata Mama Dewi.
Arya hanya diam mendengar ceramah dari mamanya.
"Dulu Mama melarangmu untuk menjalin hubungan dengan Mega, tapi kau tetap memaksa. Dan lihat sekarang apa hasilnya? Wanita itu rela menjual tubuhnya hanya demi karir? Apa wanita seperti itu yang dulu kau pertahankan mati-matian dan ingin kau jadikan pendamping hidup?" Mama Dewi melanjutkan ceramahnya yang semakin menyudutkan Arya.
"Maaf, Ma..." Hanya itu yang bisa Arya katakan jika mamanya sudah ceramah panjang kali lebar, ia tidak berani membantah. Mama Dewi menghela nafas panjang sebelum melanjutkan ucapannya.
"Mama sudah memilihkan wanita yang cocok untukmu. Dan kau akan menikah dengannya." Ucapnya kemudian.
"Apa Ma?!" Arya tersentak. Ucapan mamanya bagai petir di siang bolong.
"Dan kau tidak boleh menolak. Kalau kau menolak, itu artinya Dika tidak bisa menikahi kekasihnya. Dan anaknya nanti akan terlahir tanpa seorang ayah!" Tegas Mama Dewi dengan nada mengancam.
"Ma, tapi..." Arya hendak melayangkan protes, tapi tatapan tajam Mama Dewi seakan membungkam mulutnya.
"Dulu Mama yang menuruti keinginanmu untuk tetap berpacaran dengan Mega. Dan sekarang giliranmu menuruti keinginan Mama, kau harus menikah dengan wanita pilihan Mama." Ucap Mama Dewi tak terbantahkan.
"Sebaiknya kau bersiap, kita akan ke tempat Intan dan besok kita akan melamar wanita yang sudah mama pilihkan untukmu." Sambung Mama Dewi seraya bangun dari duduknya. Arya hanya bisa membuang nafas berat.
"Iya, Ma." Jawab Arya pasrah.
* * *
Dengan sendu Arya menatap cincin emas putih yang seharusnya ia berikan pada Mega hari itu.
"Mega, kenapa kau mengkhianatiku hanya demi karirmu? Padahal aku sudah setia menunggumu. Aku bahkan sudah mempersiapkan pernikahan untuk kita..."
Enam tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk menjalin kasih. Terlebih lagi Mega adalah cinta pertamanya. Arya mencintai Mega dan begitu pula sebaliknya. Namun semuanya harus hancur dan berakhir begitu saja karena pengkhianatan Mega.
"Sebenarnya siapa perempuan yang Mama pilihkan untukku? Dan kenapa Mama bisa begitu mudah untuk menyukainya?" Batin Arya. Selama berhubungan dengan Mega, Mama Dewi tak pernah sekalipun menunjukkan rasa sukanya pada Mega. Tapi sekarang tiba-tiba Mama Dewi mengatakan sudah memiliki calon untuknya.
"Kakak!" Panggil Andika dari balik pintu. Arya kembali menyimpan cincin itu ke tempatnya.
"Ya." Jawab Arya sambil membuka pintu kamarnya.
"Ayo kita berangkat." Ajak Andika yang terlihat begitu bersemangat. Berbeda dengan dirinya.
"Cih, semangat sekali." Arya berdecih.
"Tentu saja aku semangat. Aku akan melamar Intanku." Kata Andika dengan senyum lebar di wajahnya walaupun masih terlihat beberapa lebam di sana. Senyum yang sangat menyebalkan bagi Arya.
"Tapi pernikahanmu belum tentu bisa terjadi." Celetuk Arya.
"Pasti terjadi. Karena Mama akan menjodohkan Kakak, dan besok kita akan melamar gadis itu untuk Kakak." Ucap Andika telak. Arya hanya menatapnya dengan datar sambil memaki adiknya itu dalam hati.
"Dia yang buat masalah. Aku yang harus menikah."
"Sudah Kak, tak perlu memaki aku dalam hati seperti itu." Ujar Andika yang seolah tahu isi hati Kakaknya.
"Ayo cepat." Andika menarik lengannya Arya untuk mengikuti langkahnya. Arya menyeret kakinya dengan malas sambil terus merutuki adiknya dalam hati.
* * *
Sebuah mobil nampak memasuki halaman rumah yang nampak asri. Sebuah rumah minimalis bercat biru langit, dengan tanaman bunga mawar putih di sisi kanan dan kirinya.
"Mawar putih? Bunga kesukaan Mega. Hah, kenapa hal kecil seperti itu masih mengingatkan ku pada Mega?" Batin Arya.
Tenyata melupakan cinta pertama itu lumayan sulit, tidak semudah yang di bayangkannya. Apalagi Mega masih menghubunginya dan menganggap hubungan mereka baik-baik saja.
"Ayo turun." Ujar Mama Dewi, membubarkan bayangan Mega di pikiran Arya.
"Iya, Ma." Sahut Arya.
"Andika datang." Gumam seorang gadis belia yang bernama Intan, ia sedari tadi menunggu kedatangan Andika di balik kaca jendela. Sebelumnya Andika sudah memberitahu dirinya kalau akan datang melamar bersama keluarganya.
Andika beserta Arya dan Mama Dewi turun dari mobil.
Tok. Tok. Tok.
"Assalamualaikum..." Andika mengucap salam.
"Waalaikumsalam..." Jawab Intan seraya membuka pintu.
"Andika..." Sapa Intan sambil tersenyum lebar.
"Intan..." Andika membalas senyum itu, waktu seakan terhenti bagi mereka berdua. Sepasang kekasih itu malah saling memandang dan mengabaikan keadaan sekelilingnya.
Mama Dewi dan Arya yang berdiri di samping Andika di buat tercengang oleh tingkah dua sejoli tersebut.
"Hei... Hei... Kalian ini kenapa malah pandang-pandangan seperti itu? Apa kalian lupa, ada kami di sini?" Mama Dewi memutus kontak mata sepasang kekasih itu.
"Dasar ABG yang baru jatuh cinta." Celetuk Arya. Andika hanya membalasnya dengan lirikan datar.
"Maaf, maaf Tante." Ucap Intan, ia jadi merasa tak enak dengan calon mertuanya.
"Intan, kenalkan ini mamaku, Mama Dewi dan ini Kak Arya, kakakku." Ucap Andika sambil mengenalkan anggota keluarganya. Intan mencium punggung tangan Mama Dewi.
"Intan, Tante."
"Intan, Kak." Ujarnya mengenalkan diri.
"Silakan masuk Tante, Kak Arya." Intan membuka pintu itu lebih lebar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments