Arya terpaksa mengikuti langkah cepat Andika.
"Dika, pelan-pelan jalannya." Keluhnya.
"Mama sudah menunggu di mobil, Kak. Aku bisa kena marah kalau tidak cepat." Sahut Andika. Mau tidak mau Arya mengikuti langkah cepat adiknya.
Dengan nafas terengah-engah, akhirnya mereka sampai di mobil. Mama Dewi sudah menunggu di dalamnya.
"Cepat masuk, kenapa kalian malah diam saja." Ujar Mama Dewi. Padahal Arya sedang menormalkan nafasnya dulu.
"Iya, Ma." Jawab Arya dan Andika serentak.
Arya mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, membelah jalanan ibu kota yang hampir tak pernah sepi itu.
"Aku akan menikah? Ini sulit untuk di percaya." Batinnya masih saja berkecamuk tentang semua ini.
"Arya, cepat sedikit. Nanti kita terlambat." Kata Mama Dewi yang sedari tadi tak henti melihat arloji yang melingkar di tangannya.
"Iya, Ma." Jawab Arya, ia menambah sedikit kecepatan mobilnya.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih dua puluh menit, mereka akhirnya tiba.
Pandangan Arya mengedar, jantungnya berdetak tak karuan. Padahal dirinya baru melihat dekorasi rumah itu saja. Ia berharap semua ini hanyalah mimpi. Dan akan terbangun sebentar lagi.
"Arya, cepat jalan. Kenapa kau malah diam?" Tegur Mama Dewi. Arya tersadar, tadi ia malah melamun begitu keluar dari mobil.
"Iya, Ma." Sahut Arya. Ketiganya melangkah memasuki rumah tersebut.
"Assalamualaikum." Ucap ketiganya serentak.
"Waalaikumsalam." Ayah Bakti menyambut kedatangan mereka dan saling bersalaman.
Arya kembali mengedarkan pandangannya. Rumah itu di hiasi dengan dekorasi sederhana. Ada beberapa orang di sana mungkin para tetangga yang datang membantu.
"Calon menantuku tampan-tampan sekali." Puji Ayah Bakti sambil menepuk pelan bahu Arya dan juga Andika.
"Anak siapa dulu dong." Timpal Mama Dewi dengan percaya dirinya.
"Oh ya, mana Maya dan para calon menantuku?" Tanyanya.
"Mereka sedang di kamar. Akan keluar nanti jika Arya dan Andika telah selesai melakukan ijab qabul." Jawab Ayah Bakti.
"Ayo, sebaiknya kita segera bersiap. Acaranya sebentar lagi di mulai." Ajak Ayah Bakti sambil membawa tamunya ke tempat yang sudah di sediakan.
Jantung Arya semakin berdetak tak karuan, sebentar lagi dirinya akan mengucap janji suci untuk menikahi seorang gadis yang baru di temuinya dua hari yang lalu dan itupun hanya sekali.
"Jangan gugup." Bisik Mama Dewi di telinga Arya.
"Aku tidak gugup." Arya mengelak.
"Hah, kau fikir Mama tidak bisa melihat? Wajahmu sudah pucat pasi begitu, masih saja mengelak." Ujar Mama Dewi.
"Ehm." Arya hanya bisa berdehem sambil menenangkan detak jantungnya yang semakin menggila.
"Lihat adikmu." Bisik Mama Dewi lagi. Arya refleks menoleh ke arah Andika yang duduk di sampingnya.
"Dia tidak ada gugup-gugupnya sama sekali." Celetuk Mama Dewi. Senyum memang tak lepas dari wajah Andika sedari tadi. Pemuda itu benar-benar bahagia karena akhirnya bisa menikahi gadis pujaannya.
Arya memutar bola matanya. Jangan bandingkan dirinya dengan adiknya itu. Tentu saja Andika tidak gugup, karena mereka sudah saling mengenal dan mencintai sebelumnya. Bahkan Andika juga sudah lebih dulu menanam saham di rahim Intan. Tapi dirinya? Bertemu dengan calon istrinya juga baru kemarin, dan mereka berdua tidak terlibat pembicaraan sama sekali setelah itu.
***
"Saya terima nikah dan kawinnya Rubby Az Zahra binti Bakti Ibrahim dengan mas kawin tersebut, di bayar tunai!"
"Saya terima nikah dan kawinnya Intan An Naswha binti Bakti Ibrahim dengan mas kawin tersebut di bayar, tunai!"
"SAH!!!"
Kata itu berkumandang dari para saksi yang hadir di sana ketika Arya dan Andika baru saja selesai mengucap ijab qabul dengan lantangnya. Arya mengusap wajahnya, selesai sudah tugas yang dari tadi membuatnya gugup tak karuan. Keduanya kemudian mencium tangan Ayah Bakti dan Mama Dewi bergantian.
Sementara itu di kamar...
Rubby memejamkan matanya, ucapan syukur ia ucapkan dalam hati. Kini dirinya telah resmi menjadi istri dari seorang Arya Firaz. Pria yang sudah berhasil mencuri hainya bahkan saat pandangan pertama.
Bunda Maya mengusap lembut wajah kedua putrinya. Matanya nampak berkaca-kaca.
"Putri-putri bunda sekarang sudah bukan milik Bunda lagi." Lirihnya.
"Bunda, jangan bilang seperti itu." Kata Rubby sambil menggenggam tangan bundanya, Intan pun melakukan hal yang sama.
"Kami tetap anak bunda." Tambah Intan.
"Tapi sekarang kalian sudah memilki kewajiban dan juga tanggung jawab yang berbeda." Lirih Bunda Maya lagi.
"Bunda..." Rubby dan Intan tak dapat berkata-kata, ketiganya terlarut dalam pelukan singkat.
"Sudah, ayo temui suami kalian." Ucap Bunda Maya begitu pelukannya terlepas. Rubby menyeka air mata yang masih mengalir di pipi sang Bunda.
"Ayo. Suami kalian pasti sudah tak sabar ingin bertemu istrinya yang cantik-cantik ini." Bunda Maya bangun dari duduknya di ikuti oleh kedua putrinya.
Ketiganya berjalan menuju ruang tamu tempat acara itu di laksanakan. Terlihat Ayah Bakti sedang bicara pada Arya dan juga Andika.
"Para istri sudah datang." Ucap Ayah Bakti yang melihat kedatangan para wanita itu. Refleks Arya dan Andika menoleh. Sepasang netra Arya menyipit melihat Rubby yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Kenapa gadis itu menunduk saja? Aku jadi tidak bisa melihat wajahnya." Gumam Arya dalam hati.
"Hei, jangan melihat istrimu seperti itu." Tegur Mama Dewi sambil menyenggol pelan lengan putra sulungnya.
"Kenapa, Ma?" Arya malah bertanya.
"Mama tahu istrimu itu cantik, tapi kau tak perlu memandangnya tanpa berkedip seperti itu." Sahut Mama Dewi.
Cantik? Arya bahkan tak bisa melihat wajahnya karena Rubby terus menunduk.
Akhirnya dua pasang pengantin itu berdiri saling berhadapan.
"Kalian sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Nah, Rubby dan juga Intan. Sekarang kalian cium tangan suami kalian masing-masing." Tuntun Ayah Bakti.
Rubby perlahan meraih tangan suaminya, masih dalam posisi menunduk ia mencium punggung tangan Arya. Arya bisa merasakan tangan Rubby yang begitu dingin ketika menyentuhnya. Ternyata istrinya itu sama gugupnya dengan dirinya.
"Untuk para suami, silakan cium kening istrinya masing-masing." Ucap Ayah Bakti lagi. Mata Arya mengerjap beberapa kali, ia belum pernah mencium wanita manapun sebelumnya.
"Arya, Rubby. Kenapa kalian malah diam?" Tanya Mama Dewi heran, karena baik Arya maupun Rubby sama-sama tak bergerak. Sementara Andika dan Intan sudah selesai melakukan itu.
"Mungkin mereka masih malu, Dew." Sahut Bunda Maya.
"Tak perlu malu. Hubungan kalian kan sudah sah. Ayo Arya, cium kening istrimu." Perintah Ayah Bakti. Arya mengangguk pelan, sebenarnya ia ragu untuk melakukan itu.
"Rubby, jangan menunduk terus. Arya jadi tak bisa mencium keningmu." Kata Bunda Maya. Perlahan Rubby mengangkat wajahnya. Hingga dua pasang mata itu bertemu dan saling bertatapan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments