Ikuti kami

Tidak menunggu lama, Nanda yang sudah mulai membaik, memilih turun ke lantai bawah, untuk bermain-main bersama kedua putra kesayangannya, sebelum ia berangkat ke rumah sakit.

Sementara Bram, masih di sibukkan dengan beberapa pekerjaannya di ruang keluarga, yang biasa dilakukannya jika berada di rumah, ketika akan melakukan perjalanan ke luar kota seperti saat ini.

Tak banyak bicara, wajah Nanda masih terlihat pucat, bahkan ia tengah mencari jalan agar bisa keluar dari dekapan pria laknat yang sejak tadi melirik kearahnya.

"Mas ..."

Bram menoleh kearah Nanda, tersenyum sumringah, saat melihat sorot mata istrinya yang sangat indah. Alis mata tebal, wajah halus, dan berbulu mata lentik, membuat ia langsung mendekati sang istri yang tengah bermain dengan Kevin dan Celo.

"Apa sayang?" kecupnya pada leher jenjang Nanda, sehingga meninggalkan jejak merah disana.

"Beliin aku handphone, karena handphone ku hancur," sesalnya.

Tak menunggu lama, Bram beranjak keruang kerjanya, mengambil stock handphone mewah yang sudah tersedia di dalam ruangan tersebut.

Nanda mendengus dingin, saat Bram memberikan handphone seri terbaru yang masih rapi didalam kotaknya.

"Nih ... Semua nomor telepon keluarga mu sudah ada di sana. Kecuali Amet dan Tanser. Aku harap kamu menjaga jarak dengan laki-laki jadi-jadian itu, karena dia yang mendukung perselingkuhan mu beberapa waktu lalu!" sindirnya membuat Nanda hanya bisa menahan amarah dalam hati.

Bram meletakkan handphone terbaru itu, di paha sang istri, tanpa mau berbasa-basi basi lagi. Ia hanya ingin memberikan yang terbaik untuk Nanda tanpa perlawanan.

"Sebentar lagi kamu akan mendengar penderitaan mantan kekasih mu, sayang ..." tawanya menyeringai kecil.

Nanda hanya bisa menahan rasa kecewanya selama menikah dengan Bram selama ini. Pria yang kasar dan kejam itu selalu melakukan hal-hal yang sangat tidak masuk akal, bahkan terlihat mesra jika berada dihadapan keluarga besar serta kerabat mereka.

"Untung aku hapal dengan nomor Amet ..." geram Nanda dalam hati.

.

Di kota kecil Cipanas, Susi sudah mulai membaik. Seperti biasa, keluarga kecil itu kembali utuh seperti sedia kala. Tanggung jawab Amet sebagai suami walau sempat menjadi mantan, membuat ia berniat mempertahankan rumah tangganya.

Keputusan Amet untuk kembali pada Susi mendapatkan penolakan dari pihak keluarga. Terutama Kakak tertuanya, yang tidak menyukai adiknya kembali dengan wanita bernama Susi tersebut.

Amet mulai berubah, dia lebih mengutamakan keselamatan Susi, demi melindungi istrinya. Seperti saat ini, ia menunggu Susi di depan kantor untuk menjemput istri tercinta.

Susi tersenyum sumringah saat melihat Amet yang menatapnya kala masuk ke dalam mobil.

"Sudah lama, Yah?"

"Baru tiba, Ibu sudah makan? Kita makan di rumah saja, ya? Kita beli beberapa lauk saja, Ayah lapar banget. Tadi ada pihak ketiga yang datang ke perusahaan untuk audit bagian keuangan," jelasnya tertawa kecil bercerita tentang pekerjaan nya.

Susi tertawa geli, mendengar cerita sang suami. Entah mengapa, ada perasaan yang berbeda setelah kepergian keluarganya.

Amet memperlakukan Susi dengan sangat baik selayaknya istri yang sangat dia perhatikan, seperti saran rekan kerjanya yang mengetahui Susi merupakan anak yatim piatu.

Mobil hitam doff itu terparkir di salah satu restoran, di mana pertama kali Amet bertemu dengan Nanda kala itu.

Suasana restoran sangat ramai. Beberapa para tamu yang datang ke kota itu, tengah menikmati hidangan siang menjelang sore.

Mata Amet seketika beradu tatap dengan salah seorang yang sejak tadi menatap kearahnya. Seketika darahnya berdesir, jantung berdegup kencang, menjadi lebih sedikit gelisah, karena di perhatikan oleh orang asing.

Amet berbalik arah untuk menghindari pertemuannya dengan beberapa pria asing itu, namun langkah nya terhenti saat berbalik, beradu tatap dengan pria bertubuh tegap berpakaian dinas, di dampingi kedua ajudannya.

Tenggorokan Amet seakan-akan tercekat, sedikit ada penyesalan karena mampir di restoran tersebut, mengingat matanya tertuju pada mobil yang malam itu mengintai kediamannya.

Amet menggenggam erat jemari Susi, segera meninggalkan restoran tersebut, dengan langkah cepat, Amet meminta Susi masuk ke dalam mobil mereka segera.

Nafas Amet terasa berat, jantungnya berdebar-debar, saat kembali membayangkan kembali bertemu dengan wanita yang pernah menghabiskan waktu dengan nya.

Akan tetapi, handphone miliknya kembali menyala. Secepat kilat Amet merogoh kantong celananya, melihat pesan dari "no number" ...

Matanya tertuju pada Susi yang tampak kebingungan karena sikap Amet, yang seketika merubah haluan tanpa menjelaskan apa yang terjadi, sambil membuka pesan yang di kirimkan orang asing itu padanya.

Nanda : "Kamu sedang terancam Met, cepat tinggalkan kota mu. Nanda hamil anak kita. Bisa temuin Nanda besok siang di restoran awal kita bertemu? Kebetulan Nanda ada kegiatan di kota mu ..."

Amet menghapus pesan yang di kirim Nanda, langsung memblokir nomor wanita itu, namun Susi menyaksikan semuanya tanpa mau mengomentari apapun tentang yang dia baca sekilas.

Susi susah payah mengatur nafasnya, dadanya seketika bergemuruh, bahkan hatinya terasa sangat sakit, "Hamil, apa maksudnya hamil anak kita ...?"

Susi menoleh kearah Amet yang tampak gelisah seperti cacing kepanasan.

Seketika Amet tiba-tiba menjadi gelisah, perasaan lapar yang dia rasa saat menjemput Susi seketika berubah menjadi kenyang. Ada perasaan was-was, karena akan berdampak pada rumah tangga yang sudah membaik.

"Bagaimana mungkin aku lupa pakai pengaman? Tapi apa itu benar anak ku? Jangan-jangan Nanda sengaja menjebak ku, karena dia datang bersama suaminya, kala itu ..."

Sementara Susi ingin sekali menangis, namun tertahan hingga Amet yang akan berbicara padanya.

Susi menelan salivanya, menoleh kearah Amet yang masih mengusap-usap wajahnya kasar, "Yah, Ayah kenapa? Siapa yang menghubungi? Kok, langsung gelisah gitu?" tanyanya pelan.

Amet menoleh kearah Susi, mengambil tangan kanan istrinya, meletakkan di matanya yang terasa sangat panas.

"Enggak apa-apa, Bu. Kita makan di rumah saja. Ayah yang masak, lebih irit," tawanya garing, mencoba menghibur diri sendiri.

"Hmm ..."

Susi mengalihkan pandangannya, terlarut dalam kesedihan yang terasa sangat menyakitkan.

"Ini yang aku takutkan. Ternyata apa yang aku jaga akhirnya terjadi. Apa yang harus aku lakukan saat ini. Bagaimana Angga bisa mempunyai adik dari Ibu yang lain? Wanita yang ternyata mantan nya ..." Air matanya jatuh tak tertahankan.

Susi menundukkan wajahnya, menangis saat mobil melaju kencang menuju kediaman mereka.

"Wanita lain Ayah tiduri, sementara semenjak kita berbaikan tidak pernah lagi menyentuh Ibu. Apakah Ayah masih memiliki hubungan dengan wanita bernama Nanda itu ...?" gumamnya dalam hati.

Amet menolehkan kepalanya, mengusap lembut punggung istrinya, sedikit bertanya, "Ibu kenapa? Kok nangis?"

Susi semakin menangis sejadi-jadinya, dia tidak menyangka ketakutannya selama ini akan menjadi sadis seperti ini.

Perlahan dia membuka telapak tangannya, menoleh kearah Amet, "Ayah masih nanya Ibu kenapa? Ibu sudah lihat pesan mantan Ayah, yang menyatakan dia hamil anak Ayah. Ayah kenapa tega sama Ibu? Kita baik-baik, sekarang berulah lagi! Apa mau Ayah? Pantas saja tadi Ayah menarik tangan Ibu. Ternyata Ayah mengingatkan wanita itu? Kecurigaan Ibu selama ini terjawab, pantas Ayah enggak pernah nyentuh Ibu lagi, ternyata dia hamil, Yah! Hamil anak Ayah!!!"

Amet mengehentikan mobilnya di pinggir jalan. Dia tak kuasa melihat tangis Susi yang sangat menyayat perasaan.

"Bu! Ayah enggak tahu bakal jadi begini. Ayah enggak pernah ketemu Nanda lagi semenjak Ibu sakit, kita berbaikan! Lagian Ayah tidak yakin itu anak Ayah. Karena dia bersuami. Rasanya sudah lama sekali kami tidak bertemu, tolong percaya sama Ayah, Bu!" jelasnya pelan.

Saat Amet akan membawa Susi dalam pelukan nya, seseorang mengetuk kaca mobil mereka, di tunggu dua orang pria tegap menunggu di luar sana, agar segera membuka kaca mobil.

Tanpa perasaan curiga sedikitpun, Amet membuka kaca mobil, bertanya sedikit berteriak, "Kenapa bro?"

"Ikut kami bro! Ada yang mau ketemu!" ucapnya tanpa melihat.

"Dimana?"

"Ikut saja! Enggak usah banyak tanya. Karena yang mau bertemu dengan mu tidak memiliki waktu yang banyak. Cepat ikuti kami!" perintahnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!