Pagi menyapa, matahari bersinar terang menyinari kota metropolitan dengan hiruk pikuk kehidupan di kota besar, membuat Nanda perlahan menggeliatkan tubuhnya, dan mengerjabkan kedua bola mata, mencari keberadaan Bram yang sudah tidak berada di sebelahnya.
Sesekali matanya melirik kearah balkon, terlihat Bram tengah sibuk mondar-mandir seperti setrikaan uap, yang tengah asyik berbincang-bincang melalui telepon.
Bram : "Dengar sayang, kali ini aku tidak bisa pulang kerumah. Nanda lagi hamil, dan aku ingin memastikan bahwa anak itu perempuan. Apalagi kamu mengandung anak laki-laki, Mira. Aku menginginkan anak perempuan, dan aku tidak ingin Nanda mengugurkan kandungannya."
Entah apa yang dikatakan Mira diseberang sana, membuat Bram mencaci maki istri keduanya itu, dengan amarah yang meledak-ledak.
Bram : "Kamu bisa dengarin aku enggak? Aku juga sayang sama Nanda! Dia Ibu dari kedua putra ku, Mira! Jangan pernah paksa aku, karena kamu bisa pergi dengan orang suruhan ku, yang akan menjemput mu!"
Bram mengakhiri panggilannya, mendengus kesal, memukul keras tembok pembatas dengan sangat keras ...
BHUG ...!
"Sial, punya istri dua tapi tidak pernah memberikan ketenangan apapun. Menuntut saja, mentang-mentang usianya lebih muda, dan maunya di mengerti. Dia pikir aku mau melepaskan istri pertama ku. Apa kata dunia, jika aku melepaskan Nanda ... Bodoh! Bodoh!!" geramnya merutuki diri sendiri kemudian melompat-lompat untuk meluapkan kekesalannya.
Sudah lebih dari dua jam Nanda menghindari Bram, melakukan ritualnya, dan merias wajah cantiknya di depan meja rias. Kali ini ia hanya fokus pada diri sendiri, sementara Bram masih sibuk dengan berbalas pesan tengah duduk di sofa kamar mereka.
Tak lama, Bram menyapa Nanda, "Sayang ... Kita mau sarapan di mana? Kata kamu, mau ke dokter, jadi?" Bram mendekati Nanda, memberi pijatan pada pundak sang istri yang terlihat sangat lelah.
"Hmm enggak usah deh, Mas! Nanda pergi sendiri saja ..." jelasnya dengan suara lembut, dan wajah menegang kaku.
Bram mendudukkan bokongnya di bibir meja rias istrinya, seraya bertanya, "Apa kamu mau menghubungi pria itu? Memberitahu bahwa 'sayang, aku sedang mengandung anak kita' ... Ha-ha-ha kamu begitu lucu, Nanda!"
Nanda menghentikan aktivitas merias wajahnya, melirik kearah Bram yang juga menatap padanya. Menarik nafas dalam-dalam, hanya menggelengkan kepala atas ketidaksukaan terhadap sindiran suaminya.
"Bisa kita bicara tentang hal lain, tentang apapun saja, yang lain. Kemaren kita sudah berjanji mau membuka lembaran baru. Nanda berusaha untuk mencintai Mas. Please ... Jangan bahas mantan lagi," ucapnya tegas namun Bram tersenyum tipis.
Bram merupakan pria kejam dan tidak setia. Dia berkata jujur, bahwa dirinya memang tidak mencintai Nanda sejak awal menikah.
"Hmm ... Besok Mas akan keluar kota. Kamu tidak usah kerja dulu, istirahat saja. Nanti pengawal yang akan memberikan semua kebutuhan kamu dirumah," tepuknya pelan di wajah Nanda.
Nanda hanya mengangguk patuh, dia tidak ingin banyak bertanya, ataupun tentang rencana sang suami. Hanya bisa tersenyum lirih dengan berkata, "Terserah Mas saja. Lakukan yang Mas suka! Asal jangan ganggu kehidupan orang lain ...!"
Bram tertawa kecil mendengar permintaan sang istri yang sangat lucu, bahkan baru kali ini Nanda meminta dengan wajah penuh ketakutan, dan membuatnya semakin tersenyum senang.
"Dari awal, Mas selalu bilang sama sayang. Kita akan memperbaiki hubungan ini. Mas juga merasa gagal menjadi seorang suami, tapi apa kamu pernah berpikir untuk Kevin dan Celo? Mereka anak-anak hebat, Nanda. Kamu enggak membuka hati sama sekali untuk, Mas. Sejujurnya, Mas yang bingung dengan pernikahan kita!" jelasnya dengan wajah bengis.
Nanda menundukkan wajahnya, selama ini komunikasi mereka memang jauh dari kata baik, sehingga tidak mengetahui akan di bawa kemana pernikahan ini, terjun bebas ke dasar jurang kah ... Atau tenggelam di dasar lautan.
"Kamu bayangkan saja, selama delapan tahun kita tinggal bersama, tidur di kamar yang sama, kita tampak kaku dan kamu sangat ketakutan, melayani Mas juga karena terpaksa. Jujur Mas seperti menikah dengan boneka seharga dua milyar, seperti yang Mas berikan sama Mama kamu yang mata duitan itu!!" tambahnya lagi dengan nada menggeram.
Nanda tersentak mendengar ucapan suaminya, dia mengangkat kepalanya mendongak kearah Bram, "Aku pikir Mas tidak menyukai sentuhan ku, aku pikir Mas sudah puas dengan Mira. Kenapa kita malah membahas tentang ini? Bukannya selama ini, Mas hanya di sibukkan dengan dunia Mas diluar sana, hingga melupakan aku, hanya karena aku sebagai istri seorang pengacara handal, pengusaha sukses. Tapi kita gagal, Mas! Kita gagal membina rumah tangga ini. Untuk apa kita menikah jika penuh kepalsuan seperti ini! Mas yang enggak bisa lepas dari Jihan, Niken, Amara dan siapa lagi ... Yang di panggil Mama oleh anak-anak! Nanda lupa namanya, oogh Mira yah, Mira istri kedua kamu ... Mas terlalu sibuk sama mereka dari pada Nanda!" kesalnya.
Bram menelan ludah, semua kesalahan memang ada padanya. Tidak semua kesalahan berawal dari Nanda, tapi keegoisan seorang pria yang berstatus sebagai suami itu, lebih melimpahkan semua kesalahan pada wanita cantik nan menawan tersebut.
"Terus, apakah pagi ini kita akan berdebat dengan seperti ini? Bagaimana kita melakukannya lagi, dan kamu akan Mas berikan uang yang banyak hari ini? Mas kangen sama kamu, sayang. Setelah itu, kita ke rumah sakit, dan makan di restoran mewah. Sekalian kamu boleh meminta apapun hari ini. Tas branded, sepatu, sendal, perhiasan, dan kemewahan apapun sayang ..." rayunya mendekatkan wajahnya pada telinga istrinya, agar mau melakukan sesuatu yang berbeda.
Nanda menutup matanya, berusaha menerima sentuhan jemari suaminya yang sudah mendarat di wajah dan leher indahnya.
Bram berbisik perlahan, "Kamu cantik Nanda, kamu sangat menggairahkan, tapi sayang ... Kamu terlalu mengecewakan aku karena telah tidur dengan laki-laki miskin itu!!" hardiknya penuh amarah.
Nanda terdiam kaku, wajahnya menegang mengisyaratkan ketakutan, karena Bram akan menyakiti fisiknya lagi seperti tadi malam.
Nanda meringkuk di kaki Bram, "Mas ... Bunuh saja Nanda, Mas! Jangan siksa Nanda seperti ini, sakit Mas ..." isaknya dengan deraian air mata.
Cinta yang tidak pernah ada diantara mereka, membutakan perasaan dan hati Bram untuk berbuat lembut pada Nanda.
Dengan angkuh Bram menundukkan wajahnya sedikit agar bisa menatap netra indah Nanda yang sangat teduh, mengangkat dagu lancip sang istri, mellumat bibir tipis yang selalu menjadi permainan nya jika memiliki masalah dengan Mira, seperti saat ini. Memperdalam ciuman mereka hanya untuk menyakiti wanita yang sudah mengigil ketakutan.
"Nikmati sayang ... Kita akan bermain-main selama dua jam, dan baru kita melakukan aktivitas lainnya ..." tawanya, mengikat kedua tangan istrinya di kepala ranjang.
Nanda menangis dengan tubuh bergetar hebat, "Mas, aku lagi hamil! Jangan lakukan ini, please Mas ...!"
Akan tetapi Bram tak menghiraukan tangisan istrinya, dia semakin bersemangat untuk melanjutkan permainannya dengan berbagai alat yang sangat menjijikkan bagi Nanda.
"Mashh, jangan!! I-i-itu akan menyakiti anak ku ... Ahh, sa-sa-sa-sakit sekalihh ..."
Bram tertawa kecil, dia terus melakukan apa yang diinginkan nya pada tubuh Nanda, tanpa mau mendengar teriakkan wanita yang tengah semakin ketakutan, dengan jeritan yang sangat menyenangkan baginya ...
"Teruslah menjerit sayang, Mas suka ..."
PLAK ...!
PLAK ...!
Sabetan ikat pinggang milik Bram yang terbuat dari bahan kulit, membuat Nanda berteriak karena kesakitan, ditambah sebuah alat yang tengah bekerja dibagian intinya ...
"Ahh Mashh sakit!" teriaknya semakin kalut tak berdaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments