Terpenjara Suami Pisikopat

Terpenjara Suami Pisikopat

Pregnant

Suasana hati Nanda sedang tidak baik-baik saja. Bagaimana mungkin suami yang telah berjanji akan terus bersamanya, kini malah lebih sering menghabiskan waktu bersama Mira. Gadis berusia 23 tahun yang selama ini menjadi istri kedua Bram.

Bram menoleh kearah Nanda, tanpa memperdulikan perasaan wanita yang selama ini menjadi istrinya.

"Kamu minta apa? Cerai!? Kita bercerai, kemudian kamu membawa Kevin dan Celo untuk hidup bersama mu di kota kecil itu? Kamu pikir aku bodoh! Sampai aku mati pun, aku tidak pernah akan menceraikan mu, Nanda! Ingat, perjanjian kita selalu bersama menjalani rumah tangga ini untuk anak-anak! Kamu boleh melakukan apapun di luar sana, asal kita tetap bersama, tanpa harus berpisah! Are you understand!!!" tegas Bram berteriak keras di hadapan Nanda.

Air mata yang selama ini dia bendung agar tidak menangis, kini mengalir deras membasahi wajahnya.

"Tapi kamu yang berjanji agar bisa mencintai aku, Mas! Kita sama-sama membesarkan anak-anak. Sekarang kamu pilih aku atau Mira?" teriak Nanda lantang menantang kedua bola mata Bram.

Bram mendengus dingin, "Aku tidak akan menceraikan mu! Kamu istri ku! Istri Bramantyo! Kita ada acara malam ini! Jadi cepat bersiap-siap! Sopir sudah menunggu kita di bawah!" tegasnya tidak ingin di bantah.

Nanda terduduk di lantai kamarnya yang mewah. Kekayaan keluarga yang tidak akan pernah ada habisnya, karena Bram merupakan pengacara hebat sekaligus pengusaha sukses, dan sering menangani kasus kelas kakap yang menjadi incaran para musuh dalam selimut.

Bram membanting pintu kamar dengan sangat keras, kedua baby sitter yang mengasuh Kevin dan Celo bergidik ngeri. Bagaimana mungkin setiap hari mereka harus mendengar kan penderitaan Nanda yang semakin hari semakin menyakitkan.

Nanda tak kuasa untuk berdiri, tubuhnya seakan-akan tidak bertulang, bahkan sangat lemah. Dia tak menyangka Bram akan menghardik nya sekeras ini.

Bergegas dia masuk ke kamar mandi, sebelum Bram berbalik masuk ke dalam kamar, kemudian memaksanya sehingga menyakiti fisik perempuan cantik itu.

Nanda sangat sempurna di mata Bram. Baginya pilihan keluarga tidak pernah salah, namun dia sama sekali tidak bisa memiliki perasaan seperti yang dia rasakan selama ini pada Mira.

Kehamilan Mira, merupakan senjata ampuh bagi wanita muda itu untuk menyiksa Nanda agar berpisah dari Bram.

Nanda menangis sekeras-kerasnya, dia menghancurkan beberapa peralatan make-up nya karena perasaan kesal dan kecewa. Kebenciannya pada sang Mama semakin membara, karena ketidaksukaan keluarga pada sang mantan kala itu.

Kini nasi telah menjadi bubur, Nanda harus kuat menghadapi apapun demi kedua buah hatinya.

Dia meraih gaun malam yang telah di persiapkan Bram, untuk menghadiri acara pernikahan rekan kerja mereka. Nanda hanya sebagai boneka yang senantiasa di mainkan Bram, saat dia terlengah dari Mira.

Nanda mengambil tas tangan yang dilapisi berlian mahal, membuat wanita cantik itu terkesan sempurna dan bahagia. Walau sesungguhnya, di dalam lubuk hati terdalam, terdapat luka yang semakin menganga.

"Percuma rumah besar, uang banyak, karir bagus, suami orang terpandang, tapi menderita. Amet, Nanda butuh kamu ..." tangisnya dalam hati.

Nanda melangkah keluar kamar, sebelum Bram menarik paksa lengannya, atau menggendong tubuhnya seperti karung beras. Seketika dirinya merasa sedikit mual, karena sudah dua hari tidak kuasa untuk menelan nasi di rumah semegah itu.

Kaki jenjangnya menuruni anak tangga, tentu kedua bola mata Bram semakin terpukau dengan pesona dan kemolekan tubuh istrinya.

"Hmm, kamu sangat cantik sayang! Lebih bagus kamu mengikuti semua perintah ku, sebelum aku melakukan hal yang tidak kamu sangka-sangka, dan akan menyakiti mu ..." gumamnya dalam hati.

Nanda menggandeng lengan suaminya, menuju mobil sedan hitam yang telah tersedia di depan parkiran halaman rumah mereka. Ia sedikit menahan rasa mual nya, karena tidak ingin menambah masalah dengan Bram.

Nanda duduk bersebelahan dengan Bram, dia sedikit berbicara, karena merasa ada yang tidak beres dalam tubuhnya.

"Mas ..."

"Hmm ..."

"Aku sudah dua bulan tidak periode, tapi belum sempat untuk ke dokter spesialis kandungan. Bisakah kamu mengantarkan aku ke rumah sakit?"

Bram menoleh kearah Nanda, menatap wajah yang enggan menatapnya.

"Apa kamu hamil?"

Nanda menggelengkan kepalanya, dia menunduk.

"Aku tidak yakin, tapi aku merasa kurang enak badan saja ..."

Bram terdiam, dia berpikir kapan terakhir kali berhubungan dengan wanita yang sudah delapan tahun menikah dengannya.

"Terakhir kali kita melakukannya saat kamu masih berada di kota kecil itu, kan? Hmm, berarti sudah tiga bulan usia kandungan mu?"

Nanda mengunci bibirnya. Dia tak membayangkan terakhir kali dirinya bercinta dengan Amet kala itu. Dua bulan yang lalu.

"Hmm, makanya lebih baik kita ke dokter untuk memeriksa kan kondisi aku ..."

Bram mengangguk meng'iya'kan. Namun dia kembali berpikir, "Besok adalah jadwal Mira memeriksa kandungan. Tidak mungkin dia pergi sendiri tanpa aku ..." gumamnya dalam hati.

"Ya sudah, mungkin jam pulang kerja saja kita memeriksakan kondisi mu! Aku sangat senang jika kamu hamil lagi. Semoga anak ketiga kita ini perempuan, jadi aku bisa merasakan merawat anak perempuan! Apakah seperti Mama kamu yang matre itu, atau bahkan kita akan menjadi orang tua yang lebih mengutamakan pendidikan, seperti pemikiran Papa kamu!"

Nanda hanya bisa menelan ludahnya. Hatinya seketika hancur jika mengingat kebodohan sang Mama yang tega menikahkan nya dengan pria seangkuh Bram.

Mereka tiba di salah satu gedung hotel bintang lima. Yang di hadiri para pejabat dan pengusaha. Tentu saja ini merupakan satu kebanggaan untuk Bram, namun satu petaka bagi Nanda. Karena harus berpura-pura mesra di hadapan para rekan sejawat untuk menjadi istri yang baik juga patuh pada suami.

Bram menggandeng jemari tangan Nanda dengan sangat mesra, sesekali tangannya melilit di pinggul istrinya agar terlihat romantis dan menjadi pasangan harmonis.

Tanser yang menghadiri acara pernikahan rekan mereka, mendekati Nanda. Namun Bram sama sekali tidak memberi ruang pada istrinya untuk bersenda gurau di saat-saat seperti ini.

Nanda hanya tersenyum tipis, menoleh kearah Tanser.

Tanser seperti orang yang sangat tidak berarti apa-apa bagi Bram jika di hadapan para koleganya.

Saat acara makan malam, Nanda meminta izin pada Bram untuk ke toilet, tanpa banyak bertanya pria yang duduk di sebelah istrinya itu memberikan izin, dengan memberikan perintah pada seseorang yang berdiri di sudut tiang ballroom hotel tersebut.

Nanda melangkahkan kakinya lebih cepat, untuk masuk kedalam toilet, di susul oleh Tanser dari belakang setelah menerima pesan singkat dari wanita itu.

Setibanya Nanda di toilet yang tampak sepi, ia membalikkan tubuhnya, menatap lekat kearah Tanser, berhambur memeluk tubuh pria bertulang lunak itu, kemudian menangis sejadi-jadinya.

Tanser hanya bisa mengusap lembut punggung sahabatnya, merasakan apa yang dirasa oleh Nanda selama ini.

"Aku hamil ... Aku hamil anak pria itu!" tangisnya pecah di bahu Tanser.

Tanser tertegun, matanya berembun. Seperti dunia akan runtuh mendengar pengakuan sahabatnya.

"Are you sure about your pregnancy, and what's in your womb is your ex's fetus, baby ...?"

(Apa kamu yakin dengan kehamilan mu, dan yang ada di dalam rahim benih mantan mu, sayang)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!