Menanamkan sahamnya

Ketika Amet masih duduk di ruang tamu kediaman keluarganya. Hanya sekedar untuk melihat kondisi putra semata wayang yang masih berusia dua tahun. Matanya terkesiap melihat sosok kakak kedua-nya.

Cici langsung menghampiri adik laki-lakinya, sedikit penasaran dengan pembicaraan Amet dengan Lani yang sangat serius.

Namun Lani sangat melindungi Amet, dari pertanyaan-pertanyaan Cici, yang tidak pernah menyukai hubungan adik mereka dengan Nanda.

"Ck, kalian pasti merahasiakan sesuatu dari aku, kan?" sergah Cici, ketika memilih duduk di sebelah Amet, kemudian merangkul bahu adik kesayangannya.

Cici meminta Lani agar membawakan makanan kecil yang mereka buat sejak tadi, serta minuman hangat untuk adik tercinta mereka.

"Oya Met, bagaimana keadaan Susi? Dia baik-baik saja, kan?" tanya Cici menoleh kearah Amet.

Amet mematung, ia mengusap wajahnya kasar, "Semua ini kerjaan Bram suaminya Nanda, Kak! Apa salah aku sama Nanda coba, sampai-sampai dia tega menyakiti Susi. Aku menyesal telah termakan rayuan wanita itu. Ternyata dia tidak lebih dari wanita jahanam yang berada di kawasan elite. Aku harus bagaimana, Kak?"

Wajah tampan Amet menekuk seketika karena hanya kedua wanita itulah yang ia miliki diatas dunia. Tatapannya pias dengan mata berkaca-kaca. Dia tidak menyangka bahwa Nanda yang selama ini dia anggap baik, ternyata memiliki suami yang super tega menghancurkan keluarga kecilnya.

Perselingkuhan, hanya itu yang menjadi kekuatan bagi Bramantyo saat ini.

Cici yang mendengar penuturan adiknya sedikit tersulut emosi, tak membayangkan wajah wanita cantik itu dengan tega menyakiti adiknya.

"Apa masalah kalian belum selesai? Kenapa suami Nanda tega melakukan ini pada mu? Atau jangan-jangan ada yang kamu sembunyikan dari Kakak?"  

Cici bertanya seolah-olah tidak mengetahui apapun tentang Amet dan Nanda selama ini. Baginya sang adik hanya terpuruk saat mereka berpisah dan tidak bertemu lagi semenjak lamarannya di tolak oleh Mince, hanya karena tanggung jawab Amet kepada kakaknya kala itu.

Seketika Amet hanya bisa menjawab dengan suara lirih, "Nanda hamil anak ku, Kak ..."

Penuturan Amet sontak membuat kedua bola mata Cici membulat seketika. Memperbaiki posisi duduknya, agar bisa melihat wajah sang adik.

"Apa kamu yakin itu anak kamu dan Nanda? Ogh Amet, apa yang kamu lakukan? Bagaimana jika keluarga kita mendengar berita ini? Terus bagaimana dengan Susi? Apakah dia tahu Nanda hamil anak mu? Brengsek sekali kamu!" geramnya mencubit kecil perut Amet.

"Augh, sakit Kak ..."

"Habis kamu sama sekali tidak memikirkan dampak sebab akibatnya. Sekarang Susi menjadi korban, Nanda juga korban. Berarti wajar selama ini Susi cemburu sama kamu. Kamu memang laki-laki yang tidak bisa menahan nafsu! Sekarang sudah amburadul begini, apa yang mau kamu lakukan? Mau menuntut suami Nanda? Dia juga bisa menuntut mu! Ingat Met, kita hanya orang biasa, sementara mereka? Orang yang punya kekuatan dan kekuasaan! Dari awal Kakak tidak suka sama Nanda, karena Mince itu matre banget. Bahkan tidak ingin melihat anaknya menikah dengan pria yang tidak memiliki uang banyak. Pantas saja, dua bulan kamu menjadi duda seperti lepas dari sarang. Apalagi semenjak bertemu dengan Nanda," sesalnya panjang lebar.

Amet hanya bisa terdiam, saat ini dia tidak punya pilihan lain selain pasrah. Sementara Susi masih seperti orang gila dalam tekanan setelah mendapatkan perlakuan yang tidak senonoh bagi kaum hawa.

Wajah itu semakin menunduk, kali ini dia hanya bisa menahan rasa sakit itu sendiri. Tanpa teman bahkan kerabat yang selama ini dekat dengannya. Hanya perasaan malu yang ada dalam benaknya, sehingga tak mampu bicara pada siapapun selain kedua wanita yang kini ada dihadapannya.

Cici menepuk bahunya, "Kakak rasa, kamu harus bertemu Nanda. Tanya apa sebenarnya yang terjadi. Kakak yakin, dia akan menceritakan semua padamu. Kalian ini mantan, jujur Kakak sebenarnya mengagumi dia, karena memiliki wajah cantik, berpendidikan. Tapi Kakak juga tidak menyangka bahwa dia istri dari Bramantyo calon suami almarhum Misela dan mereka orang terpandang. Semua akan ada jawabannya. Asal kamu juga tahan iman, kalau bertemu dengan Nanda," geramnya.

Amet tersenyum tipis, mendengar nasehat Cici, yang diangguki setuju oleh Lani, ketika menyuguhkan makanan dan minuman di meja tamu.

"Bagaimana jika suaminya ada di sana, Kak? Atau Amet hubungi Bang Parlin dulu, ya? Karena suaminya sekarang kehilangan Nanda. Amet yakin, Bang Parlin pasti mau membantu kami." Tangan kekar itu kembali meremas kuat rambutnya.

Lani menautkan kedua alisnya mendengar pria yang disebut oleh Amet barusan, ia langsung menyela pembicaraan adiknya, "Siapa tadi? Bang Parlin? Apa hubungannya Nanda sama mantan pacar aku, Met!?"

Amet menggelengkan kepalanya, tak mengacuhkan pertanyaan Lani, karena mengingat akan ancaman Farhat agar menjauh dari Nanda. Tapi dia harus bertanya, bagaimana caranya agar Bram tidak menggangu ketenangan keluarga nya.

Bergegas Amet merogoh koceknya, mengambil handphone untuk menghubungi nomor yang baru ia dapatkan dari Tanser.

Tidak harus menunggu lama, Amet mendengar suara Parlin di seberang sana.

Amet : "Halo Bang, selamat siang."

Parlin : "Ya, siapa ini?"

Amet : "Amet Bang. Masih ingat enggak, sama calon hmm eee ..."

Parlin ikut berfikir sejenak, kemudian langsung menjawab ...

Parlin : "Ogh ya, kamu mantan kekasihnya Nanda, kan? Yang di kasih tahu Tanser pada saya beberapa waktu lalu. Ada apa? Apa yang bisa saya bantu?

Amet menautkan kedua alisnya, bergumam dalam hati, "Sialan nih polisi! Malah melupakan aku ..."

Amet : "Ogh ya, Bang. Hmm apakah Nanda lagi bersama Abang?"

Parlin : "Ya, tapi dia lagi tidur. Kamu langsung ke Jogja saja, ya. Nanti orang saya yang akan mengurus semua keberangkatan kamu, oke!"

Amet tidak tahu, harus menjawab apa. Kali ini ia harus bertindak cepat, sebelum Bram menemukan keberadaan Nanda lebih dulu.

Amet : "Ba-ba-baik Bang. Nanti saya kabari Tanser. Terimakasih atas bantuannya, Bang."

Parlin : "Ya, sama-sama."

Keduanya mengakhiri telepon mereka, kemudian Amet menoleh kearah Lani, sambil berkata dengan nada perlahan, "Akan aku selesaikan, aku berangkat ke Jogja!"

Cici mengangguk setuju, dia sangat mengerti bagaimana perasaan adik bungsunya tersebut.

Namun, lagi-lagi Amet teringat akan tas yang berisikan uang yang masih berada didalam mobil.

Amet membisikkan sesuatu pada Cici, tentu saja wanita dewasa itu semakin merinding mendengar uang senilai satu milyar ada di tangan sang adik.

"Njir, ini benar-benar jebakan, Met! Cepat turunkan uang itu dari mobil kamu. Tenang saja, jika ada yang berani macam-macam di rumah kita, aku akan menghajarnya habis-habisan. Kamu lupa aku bisa bela diri!" tegas Cici menggeram, sementara Lani masih terkesima mendengar nama Parlin di sebut oleh Amet yang menyatakan bahwa Nanda tengah bersama wanita yang sangat mereka kenali.

Sejenak Amet melirik kearah Lani, kemudian mengalihkan pandangannya kearah Cici, memandang kedua wanita itu secara bergantian, karena sangat memahami pertanyaan yang akan keluar dari bibir dua wanita tersebut ...

"Ada hubungan apa Nanda dengan Parlin, Met? Apakah Parlin juga menanamkan sahamnya dalam rahim Nanda!?"

      

Terpopuler

Comments

G-Dragon

G-Dragon

pikiran kita kok samaa cici dan Lani 🤭🤣

2022-11-29

2

Chay-in27

Chay-in27

ternyata ruang lingkup mereka hanya di situ-situ saja. sumpah aku kasihan sama Amet 🥲😥

2022-11-29

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!