Sekitar 30 menit berlalu, Kean bangkit dan mengingatkan rekan timnya untuk segera berkemas. Semua yang ada di sana mengangguk lalu mengikuti intruksi dari ketua timnya itu.
"Cepat kemasi barang kalian! Setelah itu mari kita kembali. Penelusuran kali ini cukup sampai di sini dulu." Kean mengangkat ranselnya kemudian melangkah ke arah Kevin.
"Tugasmu jaga di belakang bersama Chandra! Biar aku, Brayen, dan Charlie di bagian depan. Semua wanita harap di bagian tengah agar mereka tetap aman!" Atur Kean. Kevin mengangguk setuju lalu memanggil Chandra untuk bersiap.
"Baiklah semuanya!!! Mari kita kembali." Kean kembali memimpin jalan diikuti oleh Brayen, Charlie, dan yang lain. Laura tiba-tiba menghampiri Charlie.
"Charlie, hati-hati!!" Ingatnya. Charlie tersenyum lalu mengelus kepala Laura lembut. Ia kembali melanjutkan langkahnya.
,,,,,,,,,,,,
Di ruang UKS, Fian dan Dean baru saja ke luar untuk memeriksa keadaan sekitar. Mereka berdua mengamati tiap ruangan yang dilewati sepanjang koridor.
"Hahhhhh......Aku tak ingat sudah berapa hari kita terjebak di sini." Dean menghela nafasnya panjang. Menggerakkan kakinya jahil dengan menendang-nendang.
"Yang jelas kita tidak bisa keluar sekarang. Pintu keluar masuk ada di lantai bawah dan itu telah dikuasai oleh para Reyns. Namun aku telah memiliki rencana bila terjadi keadaan darurat." Fian menjawab sembari tersenyum. Senyuman yang sulit ditebak maknanya.
"Rencana???" Dean bingung dengan jawaban Fian.
"???"
Baru saja Fian hendak menjawab, keduanya dikejutkan oleh kedatangan Kean dan timnya. Mereka terlihat membawa ransel yang menggembung dan tampaknya juga membawa beberapa senjata baru.
"Sepertinya kalian mendapat barang baru!" Dean berjalan ke arah Kean lalu membantunya membawa satu buah ransel.
"Hanya sedikit peralatan" Brayen memperlihatkan samurai yang didapatnya tadi. Fian tersenyum puas melihat hasil buruan kawannya itu.
"EEHH!? Dari mana kau mendapatkannya Brayen?" Dean terkejut melihat kilauan samurai yang dipegang Brayen. Brayen hanya tersenyum penuh makna pada Kevin.
"Di gudang lantai 7" senyum Kevin tak kalah sadis dengan Brayen. Ia juga membawa samurai karbon hitam.
"Apakah kau menyukai alat perang seperti itu Dean?" Dean mengangguk menjawab pertanyaan Fian.
"Baiklah, kalau sempat akan aku perlihatkan tempatnya!" Ujar Fian masih dengan senyum misterinya. Dean yang mendengarnya langsung terkekeh senang.
"Mari kita kembali! Hari mulai sore. Aku ingin segera mandi dan merobohkan tubuhku di atas kasur." Ujar Chandra, ia berlalu meninggalkan rekannya yang lain.
,,,,,,,,,,,,,,
Di suatu ruang yang gelap, terdapat 3 orang di sana. Mereka adalah Willy, Hana, dan Hani. Ketiganya sedang berkumpul membahas tentang rencana yang akan mereka gunakan untuk menyelesaikan misi.
"Tidakah lebih baik jika kita turun langsung?"
Seorang wanita dengan jubah merahnya, Hana. Nampaknya Ia memiliki hasrat membunuh yang cukup tinggi.
"Lalu mencari mereka dan bertarung secara langsung? Dasar bodoh!!" Willy menertawakan rencana Hana.
"Kalian sangat pengecut, takut dengan lawan kita yang hanya sekedar manusia biasa." Willy semakin menertawakannya. Hana yang mendengar tawa Willy merasa kesal.
"Tahan sementara egomu kawan! Kita belum tau sebesar apa kekuatan mereka. Bahkan kita juga belum tau wujud mereka."
Hani, wanita berjubah putih itu mengutarakan isi pikirannya. Ia merasa bahwa mereka yang berhasil lolos dari tahap pertama bukanlah orang sembarangan yang dapat mereka sepelekan.
"Haahhhh.... kau nampaknya lebih pintar dari pada kawanmu itu!"
Willy berusaha mengatur nafasnya, menanggapi ucapan Hani. Memang alasan seperti itu wajib diterima oleh Hana. Mereka perlu sedikit memahami lawan, setidaknya mengetahui ciri dan bentuk lawan dapat membantu mereka dalam memilih langkah awal.
"Baiklah! Sesuka kalian saja. Aku akan berusaha untuk tidak mengacau." Jawab Hana kesal. Enggan untuk menyalahkan kecerobohan dirinya.
"Kita turunkan pasukan, lalu menunggu hasilnya. Seperti yang diperkirakan, revolusi yang terjadi dapat menguntungkan bagi kita!" Willy bangkit dari duduknya. Ia tersenyum sinis memandang kedua wanita di depannya.
,,,,,,,,,,,
Suasana sore di ruang UKS, seperti biasa, mereka mengisi aktivitas dengan berkumpul dan berbagi cerita bersama. Menunggu makan malam yang sedang disiapkan.
Setelah kegiatan makan malam, mereka akan melanjutkan aktivitas bercerita. Sedangkan untuk tim survei 2, mereka harus menyiapkan segala sesuatu yang akan mereka bawa besok.
..
Pagi yang cerah seusai sarapan seakan menyapa, semua orang sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing. Untuk tim survei 2, mereka telah siap untuk menjelajahi tempat yang dituju, yaitu lantai 5 (di lantai bawah) yang betul-betul belum mereka periksa sebelumnya.
Sebelum pergi mereka dibantu untuk memeriksa kembali peralatan apa saja yang hendak mereka bawa. Dengan dipimpin oleh Fian, mereka melanjutkan perjalanannya.
Ruangan demi ruangan mereka lewati. Setibanya di tangga, mereka memilih turun menuju lantai 5. Segera setelahnya tim 2 pun mulai menyisiri tiap ruangan yang ada di lantai itu.
"Bersiaplah. Di depan ada 8 ekor reyns, kalian coba untuk membunuhnya!" Titah Fian, ia melemparkan beberapa beling ke arah kumpulan reyns. Beling- beling itu tepat mengenai paha dan lutut para reyns. Walaupun tidak mati, tapi mereka nampak sulit bergerak.
"Aku telah memperlambat gerak mereka. Kalian hanya perlu fokus pada target dengan menyerang kelemahan makhluk itu." Arahnya. Dean terkejut melihat lemparan Fian yang tepat mengenai sasaran.
"Lemparan yang bagus!"
"Terima kasih!" Balas Fian seadanya, "Sekarang giliran kalian!" Lanjut Fian.
Dean, Farel, dan Rian segera berlari dan menebas reyns yang ada di depan mereka. Vina, Rena, Della, dan Diva membutut di belakang sembari mengamati pola gerakan seperti apa yang perlu mereka lakukan saat menyerang. Sedangkan Fian ikut bertarung sembari mengamati pertarungan mereka dengan seksama.
Vina yang bingung hanya terpaku di belakang Dean, Rena menyadarkan Vina dengan menepuk pundaknya.
"Fokus Vina! Ingat!!! Kau hanya perlu mengayunkannya!!!!" Rena berteriak sambil terus menahan para reyns yang datang. Jumlah reyns kini bertambah. Dengan santainya Fian melempar beling- beling kaca yang membuat pergerakan mereka melambat seketika. Fian memberi kesempatan untuk temannya membantai para reyns itu.
Vina yang mulai percaya diri memandangi kapak yang berkilau di tangannya. Ia bergumam, "Baiklah, kali ini kau tak perlu campur tangan!!" Vina tersenyum lalu mengayunkan kapaknya tepat mengenai jantung reyns yang hendak menerjangnya.
"Dikit lagi!" Ujarnya menyemangati diri, di tariknya kapak itu kembali lalu ia hantamkan lagi tepat di otak, target mati seketika. Vina menarik nafas panjang setelahnya.
"Wawww.... kau berhasil!" Rena tersenyum yang disambut serupa oleh Vina.
Beralih pada Diva dan Della, sudah berkali-kali Della menebas tubuh reyns itu hingga telah banyak korban yang di bunuh olehnya. Berbeda dengan Diva yang gemetar memegang celurit di tangannya.
"Diva! Tebas saja para bajingan itu layaknya kau memotong daging ayam!!!" Teriak Della yang masih asik menebas musuhnya. Diva menelan ludahnya, kemudian ia memberanikan diri untuk melangkah.
"Aaahhhhhh!!!"
Jlebbb.!!!
Diva berteriak seraya menusuk perut reyns yang berada di depannya. Tentu saja reyns itu tidak mati, karena hanya otak lah kelemahannya saat ini.
"Arah kepala!" Teriak Della. Ia kini dirubung reyns yang mulai mengumpul.
"Diamlah Della!!! Aku sedang berusaha!" Diva menghindari tiap cakaran yang dikerahkan oleh reyns yang masih tertusuk celuritnya.
BRASSHHH!!!!
Vina berhasil menghancurkan tengkorak itu menggunakan kapaknya. Diva tampak syok dengan dengan darah yang berlumur di tangannya.
"Terimakasih Vina!" Ujar Diva terduduk lemas. Vina menggapai lengan Diva dan menariknya untuk bangkit.
"Kau simpan dulu ucapan itu! Aku sedang belajar cara untuk membasminya" Vina menoleh ke depan yang hanya tinggal beberapa ekor reyns saja. Nampaknya kerumunan reyns yang baru datang tadi sebagian telah musnah oleh Fian.
Melihat Vina yang bersemangat membuat Diva ingin menirunya. Setidaknya aura teman di sekitar akan mempengaruhi nyali kita secara tidak langsung.
Sepertinya masih Vina asli, ujar Diva dalam hati. Ia melangkah mengikuti Vina di belakang. Kini semua wanita di tim survei 2 telah ikut bertempur. Fian tersenyum melihat usahanya yang telah membuahkan hasil.
Setelah semua rata, mereka melanjutkan langkah menyusuri lantai tersebut. Ruangan yang dilewati tentunya mereka geledah terlebih dulu.
Setelah puluhan meter berjalan, Fian terhenti ketika melihat 2 monster yang keluar dari sebuah ruangan. Untungnya sebelum dua monster itu mengaum, ia sigap melempar beling kaca tepat pada tenggorokan yang membuat monster itu tak dapat bersuara. Dean dan rekan tim yang lain tentu takjub melihat lemparan Fian yang tak pernah meleset.
"GGRRR..."
kedua monster tadi berlari dan menerjang mereka berempat.
Sring....
BRASSHH!!
Fian menebas lengan salah satu monster yang hendak menerkam mereka. Monster tersebut tersungkur ke lantai. Dengan cekatan Dean menebas tepat di area leher.
Jrashh......
Seketika darah hitam mengalir di lantai.
Monster kedua berhasil ditahan oleh Farel dan Rena, kemudian Vina datang menghantam kepala monster menggunakan kapaknya. Kepala monster hancur seketika. Tangan Vina bergetar hebat setelah melakukan aksi tersebut.
Fian menggeleng melihat skill mereka, ia senang dengan kekompakkan yang tercipta dalam kelompok itu. Bahkan Vina pun tak perlu menggunakan sifat lainnya untuk melibas monster ini.
Rian sedang menenangkan Diva yang tadi sempat diserang oleh monster. Untungnya langkah monster itu tertahan oleh Farel dan Rena sehingga tidak memunculkan peristiwa yang tidak diinginkan.
"Kerja bagus kawan!!! Kalian bahkan bisa saling melindungi."
Fian mengacungkan jempolnya. yang lain bersorak mendengar pujian Fian. Tak terkecuali dengan Vina, ia juga sangat senang melihat hasil kerjanya tadi. keberanian dalam diri Vina muai muncul, kini ia dapat menguasai rasa takutnya sedikit demi sedikit.
"Fian, setelah membantai para reyns dan monster ini, apakah kita akan melanjutkan penelusuran atau kita kembali? Perjalanan kita hampir selesai. Tinggal melewati beberapa ruangan lagi kita akan sampai ujung." Ujar Rena. Fian tampak berpikir sejenak,
"Apakah letak gudang tak jauh dari sini?"
"Gudang sepertinya ada di ujung lorong ini. Aku pernah berkeliling di area lantai ini sekali." Jawab Vina.
"Baiklah, bagaimana jika kita mencari barang di gudang tersebut, setelah itu kita kembali ke UKS?" usul Fian. Semua nya mengangguk serempak.
"Lebih cepat lebih baik." Dean tersenyum, lalu menyusul Fian dan kawan-kawan.
***********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments