"ARGGGHHHH!!!"
"KYIIAAAKKKK!!!!"
Bermacam jenis lentingan dari para monster sampai terdengar di ruang UKS. Di sana ada Kean, Dean, Charlie, Brayen, Rian, Farel, Kevin, dan Chandra yang telah siap siaga di balik pintu. Walaupun suara itu terdengar jauh tetap saja tidak mengurangi kewaspadaan mereka. Khawatir jika terjadi hal yang tidak diinginkan.
Sedangkan, para wanita juga telah siap di belakang dengan senjata masing-masing. Menatap cemas arah pintu
"Lenna, aku takut!" Diva tampak bergetar mendengar suara auman monster yang belum juga berhenti. Lenna segera memeluk temannya itu agar berangsur tenang.
"Kedengarannya ada lebih dari 3 ekor monster, sepertinya mereka sedang bertarung dengan sesuatu." Kean berpikir sejenak. Mencoba menerka apa yang tengah didengarnya
"Fian!!!!" Ucap Brayen dan Farel bersamaan. Mendengar nama itu, sontak Vina kaget. yang terakhir ia lihat adalah ketika Fian pamit pada rekannya yang lain untuk mencari angin di luar. Vina tak menyangka kalau Fian belum juga kembali.
Melihat Vina khawatir, Rena memegang tangannya dan menenangkan temannya itu.
"Tak perlu khawatir, dia adalah pria yang kuat. Aku percaya padanya." Rena meyakinkan Vina. Vina lalu mengangguk dan mencoba untuk tenang walau sulit.
"Aku harus pergi!" Ujar Farel sembari mendekat gagang pintu. Kean dan yang lain mencegah tindakannya termasuk Brayen.
"Hey Farel. Tenanglah kawan!! Tindakanmu dapat mencelakai yang lain." Brayen mengingatkan kawannya yang hendak berontak.
"TAPI DIA BUTUH BANTUAN KITA BRAYEN!!!!" teriak Farel penuh emosi.
"Heyy BODOH!!! Sudahi tindakan konyolmu itu. Kau harus ingat dengan yang lain! Fian, aku yakin dia dapat melindungi dirinya sendiri. Lalu kau??? Kau hanya menjadi bebannya!!" Brayen mendorong Farel hingga tersungkur.
Farel terdiam sejenak dan menundukkan kepalanya.
"Ia telah menyelamatkan aku, aku tak tahu harus membalasnya dengan apa. Jika tanpa Fian, mungkin aku sudah seperti mereka." ujarnya dengan ekspresi sedih.
Brayen mendekat dan membungkukkan badan. Farel mendongakkan kepala hingga tatapan mereka bertemu.
"Dengar! Fian adalah orang hebat. Dia selalu menemukan cara dalam melewati berbagai masalah. Aku yakin dia baik-baik saja. Kita hanya perlu berdoa agar suara monster itu tak ada kaitan dengannya."
Brayen menenangkan Farel yang masih merasa bersalah. Farel kemudian mengangguk, "Terima kasih Brayen!" Ucapnya.
Kean tersenyum melihat kedua rekan itu. Brayen tampak lebih dewasa untuk mencerna situasi.
Syukurlah. Ada yang lebih mengerti dalam situasi seperti ini. Gumamnya dalam hati.
..
Beberapa saat kemudian, situasi hening. Suara auman itu sudah tak terdengar lagi.
"Apa yang terjadi, ke mana perginya mereka?" Dean kebingungan, Ia memandang Kean yang tampaknya juga sama sepertinya.
Kean yang melihat tatapan Farel seakan mengerti maksudnya, tatapan yang penuh harap.
"Tunggu sebentar. Kita harus memastikan situasi benar-benar aman, baru kita mencarinya!" Kean memberikan keputusan yang membuat Farel lega mendengarnya. Ia tidak sabar untuk mengetahui kondisi kawannya itu.
Rena menoleh Vina sejenak. Rasa cemas masih terlukis di wajahnya. Nampaknya dia mengkhawatirkan Fian, semoga tak ada hal buruk yang terjadi padanya. harap Rena.
Tok...tok...tok...
Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Mereka yang berada di dalam terlonjak kaget.
"Ini aku, Fian!"
"Hufftt.... Syukurlah..."
Mereka tampak lega mendengarnya. Baru saja Kean ingin melangkah, Farel sudah lebih dulu mendahuluinya.
"Hahh... Fian! Kau membuatku cemas. Untunglah kau tak terluka." Ujarnya lalu merangkul Fian masuk.
"Hey... Hey... Sabar! Kau belum melihat apa yang aku bawa." Fian menoleh ke belakang. Tampak dua orang gadis yang sedang membawa matras berdiri kikuk di sana. Farel terkejut dan salah tingkah dibuatnya.
"Mwehehehe... Maaf, Aku hanya khawatir padanya." Farel menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.
"Tak apa. aku paham."
Gadis seumuran itu tersenyum. Fian terkekeh kecil melihat kawannya yang salah tingkah dan memilih pergi. "Hey... Bantu kami!" Fian berteriak padanya. Namun ia malah menggeleng dan menunjukkan ekspresi malunya.
Huhh... Ternyata ada yang merindukan kepergianku. Bahkan aku baru merasakannya lagi. Mungkin ini efek karna seringnya menyendiri. Terima kasih Farel!! Fian berkata dalam hati. Ia sebenarnya sangat merindukan masa-masa itu.
"Biar aku bantu!" Vina tersenyum tulus. Wajahnya kini telah kembali ceria. Fian mengangguk, lalu segera mengajak Geysa dan Laras untuk masuk.
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
"Hahhhh??? Puluhan Reyns????" Kean, Dean, dan Farel terkejut bersamaan.
"Dan 6 monster." tambah Geysa tersenyum.
Mereka mendengar cerita Fian saat pergi. Vina, Lenna, dan Rena diam-diam mendengar cerita itu dari kejauhan. Tampak rasa kagum serta cemas dari wajah Vina. "Itu sangat berbahaya." Gumamnya.
Rena tersenyum nakal dan berbisik di telinga Vina, "Nampaknya dia jelmaan monster."
Vina terkekeh dan menepuk jidat Rena. Sedangkan Lenna hanya mendengar dengan raut wajah tak percaya.
"Itu mustahil Fian, bahkan kau melawannya tanpa lecet sedikitpun??" Kevin ternganga dibuatnya. Ia bisa membayangkan betapa ngerinya cara bertarung Fian. Fian hanya mengangguk tanpa menoleh. Ia masih asik memandangi Damascus Bladenya yang penuh dengan darah. Dengan sabar, ia mengelap dan memasukan kembali pedang Damascus Blade itu ke dalam sarungnya.
"Dengan bantuan Benda ini tentunya!" Ucapnya mantap. Diangkatnya pedang kesayangannya itu ke langit.
"Ohh iya Laras, kau bilang tadi bahwa Geysa bukan adikmu. Lalu bagaimana kau bisa bersamanya?" Kean menatapnya penasaran. Ia berfikir bahwa sangat jarang anak seumur Geysa datang ke sekolahnya. Apa lagi tidak sembarangan orang bisa masuk ke sana. Hanya siswa dan orang-orang yang bersangkutan dengan sekolah saja yang diberi izin masuk. Orang tua siswa saja dibuatkan ruangan khusus jika hendak bertemu atau ada undangan dari guru.
"Ceritanya cukup panjang." Jawab Laras memandang geysa yang sedang asik makan sebungkus snack.
"Bisakah kau menceritakannya??"
Laras mengangguk lalu mulai menceritakan kisahnya.
[flashback on.......]
"Arrggggg...!!!"
Suara erangan yang mengerikan mulai terdengar di sekitar area sekolah. Tampak di halaman sekolah, seorang Pria berseragam SMA yang berlari bersama seorang gadis kecil. Tangan mereka saling menggenggam erat, enggan untuk melepasnya walau sedetik saja.
"Area sekolah kini mulai terkepung. Tak ada tempat aman lagi kecuali sembunyi sementara di sekolah." Gumamnya. Sekilas ia melirik seorang gadis di pinggir pagar yang sedang mati-matian berusaha menjauhi Mayat hidup yang berusaha menggapainya.
"Cepat berdiri!" pria itu mengulurkan tangannya dan menarik wanita itu agar menjauh dari pagar.
"Terima kasih!" Pria tadi hanya mengangguk.
"Tak ada waktu lagi! Kita harus masuk ke dalam!"
"Ahhh... Sial! Terlalu banyak makhluk menyebalkan di sini.!" Pria tadi menatap wanita yang baru saja ditolongnya dan ternyata wanita itu adalah Laras.
"Aku yakin kau adalah orang baik dan jujur. aku punya satu pesan untukmu. Dan jangan kau kecewakan aku!"
Tatapan pria itu tampak serius. Laras terbengong lalu mengangguk ragu.
"Jaga Adikku, anggap ia sebagai adikmu!!!"
Di lepasnya genggaman dan memberikan tangan mungil itu kepada Laras. Laras masih membatu, menatap mata pria itu yang menyiratkan keseriusan di sana.
"kakak.... Jangan!!! Geysa gak mau ditinggal sendiri!" Geysa menangi. Laras yang diberikan tugas itu masih terpaku tak percaya.
"Jangan bilang kau ingin..."
"ARRGGGHHH...."
Kata-kata Laras terpotong oleh lengkingan suara Para Reyns yang mulai membobol gerbang sekolah.
Kakak Geysa membungkuk dan berkata, "Tenanglah Geysa!!! Ada kakak ini yang menjagamu. Anggap dia sebagai kakakmu ya! Jangan nakal dan dengarkan semua yang kakak bilang!" Lalu ia bangkit dan berlari ke arah gerbang untuk menahan puluhan reyns yang mulai memberontak.
"KAKAAKK!!!!!"
Geysa berteriak sekencangnya. Laras turut meneteskan air mata melihat perjuangan sang kakak yang mati demi keselamatan adik yang sangat disayanginya.
"Cepat pergi!!! waktuku tak banyak, arhhh....sial!!"
Tangan kakak Geysa berhasil digigit oleh salah satu Reyns. Membuat luka khas yang tertinggal dengan cap giginya.
Laras menguatkan tekadnya untuk menjaga gadis kecil itu. Ia menggenggam erat tangan Geysa dan segera berlari masuk ke dalam sekolah.
"TERIMA KASIH!!!"
Teriakan terakhir dari pria itu sebelum akhirnya ia tertindih pagar yang roboh.
Sebelum kesadarannya menghilang, ia masih sempat menatap sendu wajah kedua wanita yang berlari menjauhi dirinya. Ia berharap agar Geysa selalu aman. Di balik sana, ia tersenyum. Senyum yang mengisyaratkan bahwa tugasnya sudah selesai.
Laras dengan sekuat tenaga berlari menuju tempat yang aman. Saat ia menemukan satu ruangan yang sekiranya bisa ditempati, ia memilih tempat itu sebagai tempat istirahatnya. Namun hari sial datang saat mereka berdua ketika hendak mencari makanan. Keduanya malah bertemu dengan seekor monster yang berlari ganas mengejar. Laras dan Geysa berusaha menyelamatkan diri dan sampai di tempat ia berhasil ditemukan Oleh Fian. Berjalan sekitar 2 jam dalam keadaan terperangkap di ruangan itu, akhirnya Fian datang menyelamatkan mereka berdua.
[Flashback off......]
Laras menarik nafas, lalu membuangnya perlahan. Ia menatap Geysa dengan raut wajah sedih bercampur rasa bersalah.
Kean akhirnya mengerti. Saking sayangnya kakak Geysa pada adiknya sampai-sampai ia rela mengorbankan nyawanya. Kean juga tampak kagum dengan perjuangan Laras yang menepati janjinya untuk melindungi Geysa sebaik mungkin.
Fian mendekat dan mengelus kepala Geysa dengan lembut. Ia mengamati senyum bocah itu dengan seksama. Senyum yang tulus dengan sifat bocahnya yang masih polos.
Fian memandang Kean sejenak. Kean mengerti akan tatapan itu tersenyum dan mengangguk. Mereka berencana untuk melindungi gadis kecil itu bagaimanapun caranya. Demi memenuhi pesan Kakak Geysa untuk Laras.
***********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments