klek...klek...klekk....
Suara hentakan sepatu pria berjas hitam menggema di seisi ruangan. Pria itu tampak mendekati seseorang berjas putih yang sedang mengamati sebuah tabung eksperimen. Tampaknya ruangan yang mereka tempati merupakan sebuah Lab pribadi.
"Bagaimana dok? Apakah semuanya berjalan lancar?"
"Sampai sejauh ini saya masih mengawasi perkembangannya. Ini terasa sedikit sulit karena target yang kita cari masih random dan belum diketahui orangnya."
"Baiklah. Setidaknya kita mengetahui ciri-ciri orang tersebut. Terimakasih atas kerja kerasnya Dokter Sam!" pria berjas hitam pergi meninggalkan dokter tersebut, berbalik kembali ke arah datangnya.
"Apakah kau yakin tidak ingin melihat hasil kerjaku yang baru?" Dokter yang ternyata bernama Sam tersebut tersenyum.
Pria tadi seketika berbalik kembali. Ia tampak tertarik mendengarnya. Dokter Sam tersenyum senang karena telah berhasil menarik kembali perhatian pria berjas hitam itu.
Tiikkk!!
Dokter Sam menjentikan jarinya. Bibirnya masih menyunggingkan senyum yang penuh dengan tanda tanya. Pria berjas hitam masih setia menunggu hasil yang dikatakan Sang Dokter.
beberapa detik kemudian, muncul seorang remaja dari sebuah ruangan. Tangannya menenteng sebuah pedang. Pria itu menundukan badannya ketika tiba di depan dokter Sam dan pria berjas hitam.
"Perkenalkan! Reza. Sang Jendral Perang!!" ujar Dokter Sam. Ia memandangi prajuritnya dengan bangga. Pria berjas hitam itu tersenyum puas.
"Apakah kau siap menghadapi tantangan?"
"Saya siap tuan. Terimakasih atas jasanya Dokter Sam, Prof. Rudy!" ucapnya sembari memberi hormat.
"Tenang Reza, kamu memiliki rekan kerja." Ujar pria berjas hitam yang ternyata bernama Profesor Rudy. Ia menoleh ke arah sebuah tabung.
Tabung tersebut terbuka seketika. Dari dalam tampak seorang pria dalam keadaan tak sadarkan diri. Reza menatap orang tersebut secara detail. Sedikit membantu. Ujarnya dalam hati.
Dokter Sam dan Profesor Rudy tersenyum bersama. "Sebentar lagi. Kita akan mendapatkannya." Profesor Rudy memandang Dokter Sam. Dokter hanya mengangguk dan tersenyum senang.
..............
Kean dan teman-teman masih berjalan melintasi tiap koridor yang ada. Mereka hanya mendapati bercak darah dan beberapa pecahan kaca di setiap lantai. "Ke mana para Reyns itu pergi? Sepertinya di sini kosong." ucap Chandra dari arah belakang.
"Syukurlah kalau begitu. Kita tak harus berhadapan dengan mereka. Mungkin mereka sedang mengadakan rapat para Reyns." Canda Rian yang di ikuti tawa Kevin.
"Betul sekali! Mereka sedang mengadakan rapat untuk mencari cara supaya bisa menangkapmu!" Timpal Dean kesal. Bisa-bisanya mereka bercanda di situasi seperti ini.
kevin dan Chandra terkekeh menahan tawa dengan Rian yang kini merengut. "Dean mah gak asik." protesnya. Dean tak mengubrisnya lagi.
Tiba-tiba Kean berhenti, lalu memasang posisi siaga. Temannya yang lain reflek mengikuti.
Kean menoleh ke arah belakang dan mendapati mimik serius semua temannya. Ia pun menatap penuh tanya.
"Ada apa?" Tanya Charlie serius.
"Aku menemukan gudang penyimpanan." Kean terkekeh sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal. Charlie menggelengkan kepalanya dan pindah ke posisinya semula
"Baguslah!!! Beruntung karena bukan penjemput Rian yang datang." Chandra tertawa mendengar godaan dari Kevin. "Oke...oke! Tunggu saja jika aku sudah seperti mereka, aku akan datang pada kalian untuk menagih hutang!!" Rian berlalu dengan muka kecutnya.
"Selalu saja Becanda, lihatlah situasi di sekitar kalian!" Dean tampak kesal dengan tingkah teman-temannya yang masih kekanakan.
"Benar bukan? Di depan ada gudang" Tunjuk Kean yang masih cekikikan.
Charlie hanya bisa tersenyum melihat tingkah mereka. Mereka ini memang tidak bisa berubah, Batinnya.
Semua kemudian memasuki ruangan yang disebut gudang oleh Kean. Di dalamnya banyak sekali barang-barang yang sudah tertutup debu. Mereka menemukan peralatan Olahraga yang sebagian telah rusak. Diambilnya barang yang sekiranya mereka perlukan. Kean yang sedang berkeliling menemukan sebuah kotak yang terlihat asing bagi mereka. Kean lalu membuka kotak itu.
"Wowww...... Amazing!!" Ujarnya. Ia mengambil kotak itu dan memperlihatkanya pada Dean dan yang lain.
"Ini sangat berguna!" Dean tersenyum senang. Dilihatnya jejeran berbagai macam benda tajam yang tersusun rapih di dalam kotak. Dengan senang Dean meraih sebuah pedang berukuran satu meter. "Aku akan bawa yang ini!" ucapnya senang. Walaupun hanya pedang biasa namun itu sangat berharga untuk saat ini.
Mereka segera memilih senjata masing-masing.
"kita harus segera melanjutkan jalan, secepat mungkin harus kembali sebelum sore. Karna saat malam tiba ini akan berjalan lebih sulit." Kean mengingat jika malam tiba tentunya pencahayaan makin berkurang, apalagi mereka belum menemukan senter.
"Benar sekali, sebagian besar virus tak dapat terpapar sinar matahari terlalu lama. Jadi besar kemungkinan, mereka akan berkeliaran pada malam hari." tambah Charlie.
Kean tertegun sejenak. Nampaknya dia memang banyak paham mengenai ini. Kean berucap dalam hati. Ia mulai penasaran dengan status Charlie.
Charlie merupakan siswa yang pendiam di kelas, tak banyak kata-kata yang terucap darinya, lebih mendekati kata dingin. Nilainya di kelas juga hanya mencapai nilai di atas standar lulus saja. Namun sepertinya ia dapat mengetahui berbagai hal walau hanya dengan melihatnya secara sekilas. Pemikirannya jauh berbeda dari yang lain.
Nampaknya Charlie sedang menyembunyikan identitasnya. Batin Kean.
Mereka akhirnya melanjutkan perjalanan. Saat mereka sampai di sebuah ruangan, terdengar suara erangan para Reyns. Kean memberi kode untuk berhenti. Dengan mengendap-endap, Kean melangkah dan memeriksa ruangan tersebut. Ia mengintip dari jendela yang tersingkap tirainya. Di dalam tampak sekumpulan Reyns yang sedang mondar-mandir tak tentu arah dengan pakaian penuh darah.
Kean mundur selangkah dan menoleh ke belakang, memberi isyarat agar yang lain mengikuti caranya.
Kean mulai melangkah maju. tubuhnya dibungkukkan serta langkah kakinya ia jaga agar tidak menimbulkan suara.
Akhirnya Kean sampai di pintu kelas. Ia mengintip sedikit keadaan di dalam, mendapati Para Reyns yang sedang membelakanginya. Dengan sigap ia melangkah cepat dan berhasil melewati kelas itu.
Setelah Kean berhasil, yang lain mulai mengikuti cara Kean. Dengan waspada mereka dapat melewati pintu kelas itu satu persatu. Tiba giliran Rian di urutan paling terakhir, Ia pun mulai mengendap dengan hati-hati.
Saat tiba di depan pintu, ia melesat cepat hingga sedikit menimbulkan suara decitan. Beruntung Rian telah menghilang dari mulut pintu sebelum salah satu Reyns yang mendengar decitan Rian menoleh pada sumbernya.
Mereka melanjutkan perjalanan dengan lebih hati-hati lagi. Nampak dari jauh terdapat sebuah persimpangan koridor. Kean mendekat pada persimpangan itu. saat ia sedang memeriksanya, Salah satu Reyns berhasil memergoki Kean. Kean tak menyangka kalau para Reyns telah berhasil menguasai kedua arah lorong tersebut.
"Aarrrrggghhh...!!!"
Teriakan para Reyns saling bersahutan. Membuat Kean kelang kabut
"BACK!!!!!!....." Kean dan yang lainnya berputar arah. Mereka memilih jalan kembali karena kedua arah persimpangan tersebut nyatanya telah dikuasai para Reyns.
Namun nahas, dari kejauhan Kean melihat rombongan Reyns yang tadi dilewati kini sedang berlari ke arah mereka. mereka terkepung sekarang.
Dengan sisa-sisa pikirannya, mereka memilih untuk masuk ke dalam sebuah ruangan. Kean membuka ruangan tersebut yang beruntungnya tidak terkunci.
"Come in!!!" Kean menyuruh para rekannya untuk masuk. Pintu ditutup kembali dan ditahannya dengan sebuah balok yang berada di samping pintu.
Kean menjauh dan terus mengawasi pintu. Ia menerawang sekitar dan mencari cara agar dapat keluar dari tempat itu yang sepertinya kurang aman untuk mereka tempati.
Ia melihat ke arah jendela yang menghadapkan pada pemandangan di luar kelas. Kean membuka jendela itu dan menyumbulkan kepalanya keluar untuk melihat celah yang dapat digunakan untuk keluar.
Kawannya yang lain memandangi Kean bingung. Namun mereka tetap mencari barang-barang yang sekiranya mereka perlukan.
Ruangan tersebut nampaknya merupakan sebuah gudang kecil. Gudang tak berukuran terlalu lebar dan hanya digunakan sebagai penyimpanan biasa saja. jadi wajar bila mereka tak menemukan benda lain selain peralatan olahraga di sana.
"Tali!!! Apakah kalian punya tali?" teriak Kean yang mulai memanjati gedung sekolah. Dengan tekadnya mencari jalan, ia memberanikan diri untuk mencobanya. Dilihatnya ada sebuah jendela yang terbuka diatas.
Dean menghampiri Kean dengan seutas tali dalam genggaman. Kean kemudian mengikatkan tali itu pada tubuhnya dan mulai naik. Dengan susah payah, ia berhasil menggapai jendela yang terbuka. Setelah dirasa ruangan itu aman, Kean segera melepas ikatannya lalu memindahkan ikatan tambang tersebut pada sebuah benda yang sekiranya dapat menopang tubuhnya dan juga teman-temannya. Tiang di ruangan itu menjadi yang terbaik sepertinya.
Kean telah selesai dengan pekerjaannya, ia turun kembali ke tempat kawan-kawannya berada, tentunya melewati jalan yang sama. Namun kali kini ia menggunakan tali untuk merosot turun.
"Kalian semua naik satu persatu. Cepat!!!" Teriak Kean. Keadaan sudah genting di dalam. Para Reyns itu berhasil membuat retakan pada jendela ruangan. Nampaknya mereka telah kehilangan rasa sakitnya.
Mereka satu persatu naik ke atas sedangkan untuk yang masih di bawah, mereka berusaha menahan pintu dan jendela agar tak ada Reyns yang masuk. Para Reyns masih saja mendobrak pintu dengan berkali-kali mengerang.
Kini tinggal Kean dan Dean. Mereka berdua berusaha menahan pintu yang mulai rusak akibat pukulan para Reyns. "Dean, hurry up!!!" kean berteriak.
"Are you sure??" Nampaknya Dean tak tega meninggalkan sahabatnya itu.
"Yes, I'm sure!"
Dengan bimbang Dean akhirnya meninggalkan Kean. Ia pun berlari ke arah tali dan segera menggapainya.
"Dean, aku akan memberi kode pada kalian. Segera tarik tali ketika merasakan kode dari ku!" pesan Kean. Dean mengangguk lalu secepatnya naik ke atas.
Kean berjuang sekuat tenaga menghalau para Reyns yang kini teriakannya lebih ganas dari sebelumnya.
"Sial, mereka terlalu banyak. Aku harus segera pergi!" Kean menatap pintu hampir telah ambruk.
"Arrrgggghhhhh!!"
PRAAANKK..!!!
Kaca di samping telah pecah terkena hantaman dari Reyns, membuat kepala juga sebagian badan salah satu Reyns merengsek masuk.
Kean menebas setiap Reyns yang berhasil menggapainya. Dengan posisi siaga, Kean maju mendekati jendela yang hancur itu. Para Reyns masih sibuk berebut untuk masuk ke dalam.
Crashh..!
Kean melayangkan pedangnya tepat mengarah leher Reyns yang masuk. Seketika lepalanya terputus dan menggelinding di lantai.
Ia melihat jendela luar. Dilihatnya ujung tali yang digunakan Dean tadi. Dean telah berhasil naik rupanya.
Kean mundur ke arah jendela dan menggapai tali itu. Ia menarik tali itu berkali-kali bermaksud memberi kode pada Dean.
Brakkk..!!!
"GRRRAAAAA!!!"
Para Reyns berhasil mendobrak pintu.
Kean dengan sigap melompat ke arah luar. Tali segera ditarik kuat oleh Dean dan yang lain.
Para Reyns tak menyerah sampai di situ. Mereka masih berlari bahkan ikut melompat untuk menggapai Kean.
Beruntung Kean yang masih terhuyung dapat dengan reflek menusukkan pedangnya ke arah Reyns yang hendak menggapai tubuhnya. "Kean, bertahanlah!" Teriak Dean disambung tarikan teman-temannya.
Kean hanya bisa mengangguk, ia segera membenarkan posisinya. Kini Kean siap dengan posisi seperti sedang berdiri di dinding gedung.
"Ready, Go!!!" Kean bergerak layaknya seseorang yang sedang berlari. Tangannya terus menarik tambang tersebut hingga tubuhnya naik ke atas. Ia tampak berpengalaman dalam hal memanjat walaupun hanya dengan bermodalkan tambang saja.
para Reyns masih berusaha menggapai.
Dengan gusar Kean menendang kepala Reyns yang melompat tinggi ke arahnya. Akhirnya usaha Kean tidak sia-sia, ia berhasil menggapai mulut jendela tanpa luka. Dean dan yang lain segera menariknya masuk.
"hufffttttt..... We are the legend!!!" Kean tertawa senang.
"Untungnya kau ahli dalam memanjat." Kevin menyenggol Kean. Ia hanya terkekeh pelan.
Charlie kembali tersenyum dan kagum dengan kehebatan Kean dalam memimpin. Ia rela turun kembali untuk menjemput rekan timnya yang masih berada di bawah. Bahkan ia memilih naik di urutan paling terakhir, Sungguh pria yang bertanggung jawab. Kau hebat Kean! Aku percaya padamu. Ujar Charlie dalam hati.
Kean dan Kawan-kawannya bersorak kecil merayakan keberhasilan mereka. Hari mulai gelap dan jam menunjukan pukul 5.30. Waktu terasa begitu cepat dan melelahkan. Mereka memilih bermalam di sana. Kean tak menghawatirkan keadaan para wanita yang di tinggal karena di dalam kelas banyak makanan yang sempat ia ambil dari tas para siswa. Jadi mereka bisa makan dengan itu.
Kean dan kawan-kawan menghabiskan sore itu dengan bersenda gurau. Mereka tak sadar bila ada sepasang mata yang mengawasi mereka. Sepasang mata biru yang melihat aksi mereka.
*************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
PHSNR👾
siapa?
2025-03-06
0