"ARGGHHH.....!!!"
Suara para kanibal itu terus bersahutan. Dean segera menolong Kean untuk menahan pintu. Temannya yang lain sedang berusaha menutup jendela dengan bangku dan meja yang ada di kelas. Lenna segera bangkit dan mengamati sekeliling. Setelah melihat situasi, Lenna mengambil beberapa kertas dan botol air dalam tas. Ia segera menyiram jendela kaca itu dengan air dan menempelkan kumpulan kertas tadi agar dapat menutupnya.
"Huft.... Clear." Lenna mengambil langkah mundur dan kembali merobohkan tubuhnya pada salah satu bangku. Cara Lenna ternyata berhasil. Para kanibal itu terdiam setelah jendelanya tertutup oleh kain. Mereka tidak dapat melihat mangsanya lagi.
Lenna yang kelelahan terduduk di kursi dan memejamkan mata. Tangan kanan sibuk meraba bagian leher, benda yang biasa tergantung di sana tidak ada.
"Hahh!! Ke mana kalungku?" ia mencari di sakunya namun tidak ada. Lenna hanya bisa pasrah dan berharap kalungnya ditemukan kembali.
Kean dan Dean juga kembali ke tempat duduk setelah berhasil membuat blokade pintu masuk dengan beberapa meja yang ditumpuk. Para makhluk itu telah sedikit tenang sekarang. Mereka hanya tinggal mengatur suara agar tidak menarik perhatan para makhluk di depan sana.
"Terima kasih telah menolong kami. Kami sangat berhutang nyawa pada kalian."
Kean menatap wanita berambut pink itu sejenak. "Apakah di antara kalian ada yang terluka?" tanya Kean. Lenna menggeleng dan mengalihkan pandangannya pada teman-temannya. Gadis yang ditemuinya tadi bangkit dan merapihkan pakaian.
"Terimakasih, kalian sudah menyelamatkan aku." ucapnya pada Lenna. Lenna menggeleng "Tidak, seharusnya kami yang berterima kasih padamu. Kaulah yang telah mengarahkan kami untuk memilih arah ke sini." Jawab Lenna.
"Ahh... Tidak, itu hanya kebetulan saja." Gadis itu tersenyum tulus.
Charlie yang sedari tadi menunduk seketika mengalihkan pandangannya ketika mendengar suara yang sangat dikenalnya. Ia menatap gadis yang sedang tersenyum itu. Hatinya seeketika berdegub kencang.
"Laura!!!!"
Gadis yang ternyata bernama Laura itu menoleh ketika mendengar namanya disebut. Matanya mrmbulat sempurna seakan tak percaya.
"Charlie!!" Laura segera berhambur ke dalam pelukan Charlie dan menangis. Charlie merespon balik pelukan Laura. Kean dan yang lainnya masih memandangi kedua orang yang saling mencurahkan kecemasan itu. Hmm... Ternyata gadis ini yang disebut charlie tadi, batin Kean.
"Heyy tenang! Aku di sini sekarang...." Charlie berusaha menenangkan gadis itu. Dihapusnya air mata yang terus menetes menandakan betapa cemasnya dia ketika berpisah dari Charlie.
"Aku sangat takut Charlie!!." ungkapnya.
"Ya.. Aku tau itu. Sekarang tenanglah! Aku ada di sini, bersamamu." Jawab Charlie diiringi senyum.
Laura menghapus air matanya dan kembali tersenyum. "Sekarang katakan padaku, mengapa kau kembali keluar padahal tau kalau keadaan diluar sedang kacau?" Tanya Charlie dengan mimik wajah serius.
"A-aku yang kebetulan sedang memandangi kekacauan diluar jendela terkejut saat melihatmu sedang berada di sana. Aku takut terjadi sesuatu padamu. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk turun." Jawabnya. Charlie yang mendengarnya hanya menggelengkan kepala.
"kau tau bahwa itu sangat beresiko? Kau hampir mencelakai dirimu sendiri demi keselamatan orang lain. Aku tidak bisa membayangkan jika kamu sampai terluka karna aku." Terang charlie.
"Maaf..." Laura menunduk. Charlie kembali menarik tubuh Laura dalam peluknya. "Jangan dilakukan lagi ya anak nakal!!!" charlie menyentuh hidung Laura. Laura yang diperlakukan seperti itu hanya bisa cemberut.
"Hufttt..... Benar-benar sepasang kekasih yang serasi." Gumam Kean sembari tersenyum. Ternyata Kean sedari tadi sibuk mengamati dua orang itu. Lenna yang mendengarnya hanya terkekeh kecil. Kean kemudian menoleh ketika mendengar tawa ringan Lenna.
"Bagaimana bisa kau dan kawan-kawanmu dikejar oleh makhluk itu sampai ke sini?" Diliriknya 2 orang teman Lenna yang juga sedang ngobrol bersama kawannya.
"Ceritanya panjang. yang jelas kami tidak bisa turun sekarang karna sepertinya makhluk itu berhasil mengepung sekolah. Beruntung kau muncul tepat waktu. Seandainya tidak, mungkin kami sudah dimukbang oleh mereka." Lenna membayangkan betapa ngerinya ketika ia berhasil ditangkap oleh para makhluk itu. Kean yang melihat gelagat Lenna pun tertawa. Lenna tampak salah tingkah dibuatnya.
"Ehh iya, kita belum berkenalan. Namaku Kean!" Kean mengulurkan tangannya yang kemudian disambut oleh Lenna.
"Lenna..." Jawabnya sembari tersenyum.
"Kean, kemarilah! Kau harus menyambut teman barumu!!" panggil Della yang sedang bersama Kevin, Rian, Chandra, dan dua kawan Lenna yaitu Rena dan Diva. Mereka tampak berbincang dengan hangat. Kean yang mendengar ajakan itu mengangkat tangannya yang mengisyaratkan kata 'nanti'.
"Si buaya itu kembali beraksi. Sepertinya ia sedang mengincar mangsanya" Ejek Kevin yang diiringi tawa teman-temannya. Sedangkan Kean yang mendengarnya sontak menatap ke arah Kevin.
"Heyy... Heyy... Tenang bung!!! Ini hanya gurauan. Aku takut dengan matamu yang setajam pisau itu." Kevin tak berhenti mengerjai kawannya. Charlie dan Laura juga ikut tertawa mendengarnya.
Mereka tak pernah berubah. Walaupun keadaannya sudah seperti ini. Batin Charlie. Dipandanginya satu persatu kawan-kawannya itu. semoga ini akan menjadi kelompok seperjalanan yang sempurna. Ia berharap dalam hati. Entah mengapa hatinya berkata bahwa dunia sebentar lagi akan berubah. Charlie kemudian mengeratkan pelukannya pada Laura.
Kean yang masih memasang muka malas memilih untuk mengalihkan perhatian pada ponsel. Banyak notifikasi yang belum sempat ia baca.
Jum'at, 19 oktober 2033. Pukul 9.32.
"Berita terkini, beberapa benua di belahan dunia saat ini telah dihebohkan dengan kemunculan fenomena aneh yang sedang melanda. Di mana telah terjadi penyebaran sebuah virus yang diduga agak mirip dengan virus rabies. Namun masih memiliki banyak perbedaan. virus ini jauh lebih kuat, lebih ganas, dan penyebarannya jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan virus lain. Para pakar medis memberi nama virus ini dengan nama virus Reyns. Virus Reyns dapat menyebar lewat setiap gigitan dari orang yang terinfeksi. Virus Reyns mampu merusak sel-sel dalam tubuh dan mengambil alih sel otak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa orang yang terinfeksi virus ini telah mati. Namun, tubuhnya masih dapat bergerak karena sel dan jaringan otak telah berada di bawah kendali virus. orang yang telah terjangkit virus ini akan berusaha menyerang makhluk lain layaknya binatang buas yang sedang dalam keadaan lapar. Saat ini, pihak militer dan pakar medis masih menelusuri tentang kemunculan dari virus Reyns. Para warga yang selamat akan di ungsikan ke berbagai tempat untuk sementara waktu."
Kean menatap layar ponsel tanpa berkedip. Ia segera memberitahukan berita ini pada kawannya yang lain. Mereka semua membaca berita tersebut untuk menumpahkan rasa penasaran masing-masing.
Ternyata dugaanku tidak salah. Kean mengingat pernah berfikir bahwa ini semua merupakan serangan dari sebuah wabah.
"Virus Reyns, akhirnya kita memiliki nama untuk para makhluk itu." Ujar Dean.
"Aku harus menghubungi keluarga ku!" Diva segera mencari ponselnya di dalam tas. Mendengar ucapan Diva, sontak yang lain juga melakukan hal yang sama. Kecuali Kean, Dean, dan Lenna. Kean sekilas melirik Lenna yang sedang memperhatikan teman-temannya.
"Hey!!! Apakah kau tidak ingin menghubungi orang tua mu?" Didekatinya Lenna yang sedang menikmati sandaran sebuah bangku yang kini menjadi tempatnya merobohkan diri.
"Aku tidak memiliki keluarga sejak kecil."
Kean terkaget. Ditatapnya lekat gadis di depannya itu yang masih tersenyum sembari memandangi teman-temannya.
"Maafkan aku! Aku seharusnya tidak bertanya seperti itu padamu." Ucap Kean tulus. Lenna menoleh dan mengangguk
"Cukup wajar untuk seorang pria yang baru dikenal," Ujarnya. Kean terkekeh malu.
*sedikit info, sekolah yang ditempati Kean dan yang lainnya ini merupakan sekolah kelas unggulan. Segala fasilitasnya sangat lengkap dan modern. Mereka hanya menerima siswa yang ber IQ tinggi. Tak heran jika rata-rata siswa yang ada di dalamnya merupakan siswa unggulan dan memiliki otak cerdas. Mereka telah memahami beberapa bahasa, penggunaan jaringan, serta ahli dalam pembuatan robot. Bahkan beberapa diantaranya telah mempelajari teknik beladiri dengan baik. Benar-benar sekolah yang Elit.
....
"Hufftss.... Terima kasih telah menolongku!" ucap seorang remaja yang masih terpaku menatap pemandangan yang telah kacau di bawah sana.
"Berterima kasih untuk apa?" Fian mengerutkan keningnya.
"karena kau telah menarikku tadi saat aku hendak pergi menuju lantai bawah."
"Ahh... Itu hanya kebetulan."
Fian kembali melihat keadaan di bawah. "Terlalu banyak pasukan Reyns di luar, bagaimana caranya untuk mencari jalan keluar?" gumamnya.
"Mengapa tiba-tiba saja muncul tragedi seperti ini?" Tanya Farel di tengah hening.
"Tim para medis belum mengetahui dengan pasti sebab dan akibat dari virus ini. Mungkin karna adanya kecelakaan di dalam lab, ataupun dilepaskan secara sengaja, masih dalam penyelidikan katanya." Jawab Brayen yang melihat sekilas temannya itu.
"Farel, apakah kau membawa mobilmu?" Tanya Fian. pria bernama Farel itu mengangguk.
"Baiklah, sekarang hanya kita bertiga di kelas ini. aku sudah berusaha untuk mewanti-wanti mereka agar tidak keluar namun mereka tak mengubrisnya. Entah bagaimana nasib mereka sekarang."
"Aku telah memutuskan untuk keluar dari kelas ini. Mencari benda berguna dan mencari siapa saja yang masih selamat. Kini kita perlu mengisi perbekalan terlebih dahulu." Fian mengintruksi kawan-kawannya. Brayen tampak setuju dengan keputusannya. Farel tersenyum melihatnya.
Sepertinya aku akan bergabung bersama mereka. Mungkin ini akan menjadi perjalanan yang panjang. Farel memandangi mereka berdua dengan Fian sebagai orang yang hendak ia ikuti.
"Baiklah, sekarang apa keputusanmu?" tanya Farel.
"Menurutku, kita harus sedikit berkeliling untuk mencari beberapa peralatan dan juga persediaan makanan. Beruntung jika kita dapat bertemu dengan kawan kita yang selamat. Bagaimana, kalian setuju?"
Farel dan Brayen mengangguk serempak. Dalam hati Farel puas dengan keputusan itu.
....
klek...klek..klek....
Suara langkah kaki seseorang menggema seisi koridor. Tampak seorang wanita membawa sebuah kapak yang digunakan sebagai alat jika ada keadaan darurat, mungkin seperti ini contohnya. Pakaian putih yang ditutupi oleh jaket hitam itu penuh dengan noda darah. Ia melangkah tak berdaya. Tenaganya seperti baru saja terkuras.
Ia masuk ke dalam salah satu ruangan. Sepertinya wanita itu sedang mencari sesuatu. "Ketemu!!!!" ujarnya sembari mengangkat sebotol air mineral yang masih utuh kemasannya. Ia segera meneguknya sedikit lalu mengambil salah satu tas dan memasukan barang-barang yang dianggapnya perlu.
"Ahh...."
Gadis itu menghentikan aksinya sejenak. Menatap botol mineral itu dalam diam.
"Kepalaku pusing sekali. Sepertinya sudah lama aku tak sadarkan diri." ujarnya seorang diri. Dipaksanya tubuh yang lemah itu untuk keluar. Ia melihat papan tangga dari kejauhan.
"Hahh??? Sampai sejauh ini kah aku tak sadarkan diri? perasaan tadi aku berada di lantai 2." Wanita itu terheran setelah melihat tulisan pada papan di sisi atas pintu masuk lantai, menunjukan lantai 5.
"Bagaimana jika makhluk tadi kembali mengejarku?" wajah putihnya kini pucat. Ia sangat ketakutan sekarang.
Aku harus segera turun! Tekadnya dalam hati.
Sesampainya di lantai 4. Ia mulai menapaki kakinya dengan hati-hati. Matanya meneliti tiap ruangan yang dijumpainya. Ia kembali mencari apakah masih ada yang selamat atau tidak. Sepanjang perjalanannya ia hanya dihadirkan dengan bercak darah dan pecahan-pecahan kaca di setiap lantai dan dinding koridor. "Sepertinya tak ada orang lain di dalam sini." Ia memilih kembali menuju tangga dan melangkah turun menuju lantai bawah.
"Tidak, sepertinya aku tidak bisa menuju lantai 1 dan 2, terakhir sebelum aku taksadarkan diri aku melihat sekumpulan makhluk itu berlarian dan berusaha untuk menyerang yang lain." Gumamnya masih seorang diri.
tanpa berpikir lama, gadis itu melangkahkan kakinya di lantai 3. membuka jaket hitamnya dan membiarkannya tak terkancing. 'Vina' sebuah nama yang tertera pada label di dada kanan.
"Aku harus segera mencari orang yang selamat!" dilangkahkannya kaki secara perlahan. Matanya terus memperhatikan kondisi sekitar.
Sesampainya di persimpangan, ia melihat sebuah kalung dengan batu liontin berwarna merah muda. Kalung tersebut tergeletak di sisi kanan persimpangan. "Akhirnya menemukan petunjuk." Vina seperti menemukan harapan baru. Ia memasukan kalung itu ke dalam saku jaket.
Vina melanjutkan perjalanannya dengan sedikit antusias. Saking antusiasnya, ia tidak sengaja menyenggol sebuah kaca yang pecah. Kaca itu jatuh ke lantai dan pecahannya berserak. Pastinya ini menimbulkan suara yang nyaring.
"ARGGHH....!!!!"
BRUKHHH....
PRANNG...
para Reyns muncul dari setiap ruangan. Vina menoleh ke belakang dan melihat puluhan Reyns sedang mengejarnya.
Vina berlari kalang kabut. Ia terus saja berlari hingga pandangannya mencapai sudut tembok koridor. Koridor tersebut berbelok arah ke kanan. Ia mengikuti arah koridor tanpa berfikir lagi..
Tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Ia terkejut melihat pemandangan di depannya. Bagaimana tidak, di ujung lorong itu puluhan Reyns telah menantinya. Merasakan hawa mangsa, para Reyns tersebut berlari ke arah Vina. Vina yang telah panik itu reflek mundur dan bersandar di sudut tembok. Tak ada jalan kembali untuknya. Ia pasrah dan mulai tak sadarkan diri. Gelap
Waktu serasa berhenti. Sedetik kemudian Vina membuka matanya. Ia melirik arah kanan dan kiri sejenak, lalu bangkit menenteng kapaknya di pundak.
"I'm back!!!" Vina tersenyum senang.
..........
"Arrrggggggghhhhhhhh...!!"
dak...
dak....
dakk....
CRANGG!!!!
Terdengar suara auman dan hentakan langkah kaki para Reyns. Kean dan teman-teman yang lain saling berpandangan.
"Waspada!!!" Kean segera memberi komando. Mereka bangkit dan mengambil senjata masing-masing.
BUKHH,......
CRAATTSS,.....
"ARGHH!!!.."
PRANNK....
JRATT...JRATT...JRASSSHHH....
Terdengar bermacam-macam suara dari luar ruangan. Mereka masih tetap dalam keadaan siaga. Aneh, sepertinya mereka sedang bertempur. ujar Kean dalam hati.
sekitar 5 menit berlalu. Mereka masih terjaga dengan posisi masing-masing. Dean memandang Kevin penuh isyarat. Kevin yang menerima tatapan Dean kemudian mendekat pada Kean. Kean yang melihat kode dari Kevin mendekat pada pintu dan segera membukanya.
Kriiieeetttt......
Suasana hening tanpa suara. Mereka saling berpandangan satu sama lain. Masih dengan posisi siaga, mereka keluar dari ruangan. Kean memimpin jalan merekadi bagian depan dengan posisi siapnya.
Pandangan Kean terpaku pada sudut koridor,
"What the hell???" Mata kean dan kawan-kawanya tak berkedip melihat pemandangan aneh di hadapannya. Terlihat mayat para Reyns yang telah berceceran di lantai, darah di mana-mana, dan tak sedikit pula yang tubuhnya terbelah.
Mereka melangkahi puluhan mayat itu dengan hati-hati. Kean melihat seorang gadis yang sedang duduk bersandar di sudut koridor. Gadis itu tampak tenang dengan tangan kanannya masih setia memegang kapak. Dengan waspada Kean meletakkan jarinya di bawah hidung gadis itu.
"Masih hidup?" Kean terheran menerima hasilnya. Ia bangkit dan memperlihatkan temuannya pada temannya.
"Seorang wanita??? Yang benar saja?" Ekspresi Dean tak jauh beda dengan Kean. Malah jauh lebih heboh.
"Kita bawa dia masuk!" putus Kean. yang lain menyambut keputusan Kean dengan mengangguk setuju.
...************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments