"Ahhh....."
Terdengar erangan seorang wanita. Wanita tersebut ternyata adalah Vina. Mengetahui dia telah bangun Kean segera mendekat dan menodongkan pisau ke arahnya.
Mendapati perlakuan itu membuat Vina terlonjak kaget. Di saat ia ingin bangkit, tubuhnya terasa di tahan. "Apa-apaan ini?" Tanya Vina. Dilihatnya seutas tali sedang melilit tubuhnya pada sebuah bangku. Ia tak bisa bergerak sama sekali.
Kean melihatnya ragu. Ia tetap dalam posisi waspada. "Apakah kau masih manusia?" Tanyanya. Pisau di tangan terus mengarah pada leher Vina.
Tubuh Vina bergetar. Ia sangat takut melihat pisau yang sedikit lagi menyentuh lehernya. "A-aku masih manusia. Namaku Vina!" Jawabnya dengan sedikit tergagap. Kean tambah dibuat heran dengannya.
"Baiklah Vina, apakah tubuhmu ada yang terluka?"
Vina menggeleng cepat. "Apa yang sudah terjadi padaku?" Vina bertanya balik.
Kening Kean tampak berkerut. Dean yang mendengar suara orang tengah mengobrol segera mendekat. "Heyy! Apakah dia sudah sadar?" Tanyanya.
Kean mendekatkan mulutnya pada telinga Dean. "Dia tidak ingat kejadian yang telah menimpanya." bisik Kean. Mata Dean membulat setelahnya.
"Yang benar saja? Apakah dia amnesia?"Dean berbisik balik. Kean memberi isyarat dengan mengangkat bahu dan kedua alisnya.
"Apa yang kalian bicarakan?? Tolong lepaskan dulu ikatanku!" Ucap Vina lirih.
"Maaf, kami masih belum bisa memastikan kau terinfeksi atau belum. Bagaimanapun kami harus waspada."
"Berapa lama aku pinsan?" tanyanya lagi
"sekitar 2 jam." Dean melirik jam tangannya yang telah menunjukkan pukul 12.
"Sudah 2 jam aku tak sadarkan diri? Berarti aku cukup untuk dinyatakan bebas dari virus. Apa Kau tidak melihatnya bahwa Virus itu mampu menyebar hanya dalam hitungan menit?"
Ucapan Vina ada benarnya. Kean tampak berfikir.
Dia benar, jika memang terinfeksi, mungkin gadis itu telah berubah sejak tadi. Ujarnya dalam hati.
Kean kemudian melepaskan tali yang mengikat tubuh Vina. Namun ia masih tampak waspada. Setelah terlepas, Kean mengambil langkah mundur dan membiarkan gadis itu meregangkan otot-ototnya.
"Terima kasih!" Ujarnya. Kean mengangguk dan memanggil kawannya yang lain.
Satu persatu mereka menampakkan diri. Lenna yang masih mengantuk mengucek matanya berkali-kali lalu bangkit diikuti oleh Diva dan Rena.
"Ohh.... Kau sudah bangun. Bagaimana keadaan mu?" Tanya Lenna masih setengah sadar.
"iya. Aku hanya masih sedikit pusing. Terima kasih telah menyelamatkanku dari mereka." ucapnya tulus. Lenna kebingungan mendengarnya.
"ee... Maaf, kami tidak menyelamatkanmu tadi. Kami hanya membawamu yang tengah pinsan di luar."
Kean merasa aneh dengan gadis itu. Ia kemudian bertanya.
"Coba ceritakan apa yang kau ingat sebelum kau pinsan?" Vina tampak berfikir sejenak.
"Terakhir kali aku sadar ketika melihat para makhluk itu menyerangku dari dua arah yang berbeda. Lebih tepatnya mereka mengepungku. Kemudian kesadaranku mulai hilang dan. Gelap. Aku tak sadarkan diri."
"Lalu aku terbangun dalam keadaan terikat dengan sebuah mata pisau yang tepat mengarah pada leherku." Lanjutnya.
Dean terkekeh mendengarnya. "Rupanya kau benar-benar lupa?" Tanya Kevin yang datang tiba-tiba diikuti oleh Charlie dan Laura.
"I...iya. Kurang lebih seperti itu." akunya. Sepertinya kau melakukannya lagi, batin Vina dalam hati.
"Sudahlah Lupakan itu. Kini kau menjadi bagian dari kelompok survive. Selamat datang!" Kean menyambutnya untuk sedikit mencairkan suasana. Walaupun ia masih perlu penjelasan yang lebih jelas lagi.
Vina tersenyum bahagia. "Sekali lagi terima kasih!"
Vina melirik sebuah ransel yang tadi dibawa olehnya, menatap benda itu membuat ia teringat sesuatu.
"Ahhhh.... Iya. Aku hampir lupa!" teriaknya dengan nada rendah. Vina merogoh kantong jaket dan memperlihatkan sebuah kalung yang tadi ditemui.
"Apakah kalian mengetahui pemilik dari kalung ini?" Tanya Vina sembari menenteng kalung berliontin merah muda itu.
"wahh... Kalungku!!" Lenna menatap kalung yang dibawa Vina dengan binar di matanya.
"Di mana kau menemukanya?" Tanya Lenna sembari menerima kalung yang baginya dianggap sebagai benda berharga.
"aku menemukannya di persimpangan koridor tadi."
"Terima kasih!!! Kau telah menemukannya. Ini adalah hal berharga bagiku." Lenna masih menatap kalung miliknya dengan rasa lega. Dipasangnya kalung itu di leher. Terlihat serasi dengan mukannya yang cerah.
Kean tersenyum melihat bertambahnya kawan baru. Ia bertekad akan terus mencari orang yang selamat dari wabah virus Reyns ini.
"Hmm... Baiklah, sepertinya kita harus mencari persediaan makanan sekarang." Usul Dean.
Kean mengangguk lalu bergegas memberi intruksi pada teman-temannya. "kita akan berangkat sebentar lagi. Persiapkan diri kalian dengan senjata masing-masing. Ini akan menjadi pencarian yang berbahaya. Ada baiknya jika para wanita menunggu di sini. Bila ada tempat yang lebih baik, kami akan kembali dan menjemput kalian semua." Aturnya. yang lain tampak setuju dengan intruksi Kean. Mereka segera bersiap dan membawa alat masing-masing
.....
Sekitar 20 menit, mereka akhirnya bersiap untuk pergi. Satu persatu para lelaki keluar dari ruangan. Charlie menatap laura sejenak "Jangan mati!!" pesan singkat dari Laura. Charlie hanya terkekeh mendengarnya sebelum akhirnya ia ikut menyusul teman-teman di luar.
"Apakah ini benar-benar ulah Vina?" Tanya Dean ketika melewati mayat para Reyns yang baru saja terbunuh tadi pagi. Kepalanya masih menyimpan tanda tanya besar mengenai libasnya reyns yang jumlahnya mencapai puluhan ini.
"kalau menurutku memang dia yang melakukannya. Namun ia enggan untuk jujur. Ntah maksudnya apa. Aku tidak tahu." Jawab Kevin berusaha menebak.
"Bagaimanapun kita harus waspada dengannya. Kita tidak tahu apakah dia berbahaya atau tidak. Lenna sudah kuwanti-wanti untuk terus mengawasi setiap gerak-geriknya." Ujar kean. Mereka terus melangkahkan kaki melangkahi mayat-mayat. Sesampainya di persimpangan, mereka mengambil langkah ke arah yang berlawanan dengan arah tangga. Kean memilih arah itu Karena ia rasa belum pernah dilewati sebelumnya.
Mereka selalu mengecek Setiap ruangan di koridor itu. Berbagai barang yang mungkin berguna juga mereka ambil. Beberapa botol air mineral, bungkusan roti, dan bermacam-macam jenis snack telah mereka masukan dalam ransel. Alat-alat keperluan lain juga mereka bawa.
Mereka terus melewati beberapa ruangan, hingga tiba-tiba ada sesuatu yang menarik perhatian Charlie. "Ehh tunggu dulu!" Charlie menghentikan langkahnya. Kean yang berada di barisan paling depan menoleh. Charlie menunjuk sebuah ruangan dengan papan tanda bertuliskan 'Ruangan UKS'. Kean mengerti maksud dari Charlie. Mereka kemudian masuk ke dalam ruangan itu tanpa buang waktu.
Berbagai macam obat tertata rapih di sana. Charlie tersenyum senang melihatnya. "Kita bawa Ransel merah itu kemudian mengisinya dengan berbagai macam obat. Jangan lupa alat suntik juga!" Charlie memberikan intruksi pada temannya. Tampaknya ia lebih mengerti tentang medis. Dengan cekatan, ia memasukan beberapa botol cairan dan beberapa kotak obat ke dalam ransel. Perban dan obat luka juga tak lupa mereka bawa.
"Sepertinya kau bisa menjadi dokter darurat untuk sementara." Ujar Kean. Charlie tersenyum mendengarnya.
"Eee.....sepertinya kita juga harus melapisi tubuh kita. Aku tidak ingin tergigit dan berakhir seperti mereka!" tunjuk Rian yang melihat dua mayat tergeletak di lantai.
"Aku setuju. Kita terlalu terbuka bila seperti ini. Mereka akan lebih mudah menggigit kita." Tambah Chandra diikuti acungan jempol Rian.
Kean, Dean, Charlie, dan Kevin berpandangan
"Baiklah, kalian semua benar. Kita harus memberi pelapis pada tubuh agar sedikit lebih aman." Kevin mengeluarkan pisaunya dan segera mencari buku juga perban untuk mengikatnya. Beruntung di ruangan itu lengkap peralatannya. Tersedia juga beberapa gunting dan alat-alat lain yang Mereka tidak ketahui. Tampaknya Charlie memiliki pengalaman dalam bidang medis.
"Charlie, apakah kau pernah bergabung dalam organisasi kedokteran? Sepertinya kau sangat paham dengan obat dan alat-alat medis." Tanya Kean. Senyum Charlie kembali mengembang.
"hahha... Aku hanya sedikit paham saja." Jawabnya. Kean hanya mengohh jawaban Charlie tersebut.
Setelah kelar melapisi tubuh mereka, mereka segera melanjutkan perjalanan. Semua barang yang tadi dikemas mereka simpan sementara di ruang uks . Mereka melakukannya agar tidak menyulitkan perjalanan nantinya. "Fiuuhh... mungkin akan menjadi perjalanan yang melelahkan." Chandra terkekeh mendengar keluhan Rian. Charlie dan Kevin pun tersenyum menanggapi.
...***********...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments