"Kita harus ke arah mana Fian?"
Fian berfikir sejenak. Menurut Fian, untuk saat ini mereka harus mengumpulkan persediaan terlebih dulu. Tidak mungkin mereka akan bermalam dalam keadaan kosong seperti ini.
"kita akan pergi ke kantin. Kebetulan kantin tidak berada jauh dari sini." Jawabnya. Brayen mengangguk paham.
"Farel, bisakah kita menggunakan mobilmu bila kita berhasil keluar?" Tanya Fian sembari menatap luar area sekolah.
"Sangat bagus bagiku bila mobil itu digunakan untuk hal yang berguna." Jawabnya yang menunjukkan wajah berseri
"Baiklah, kita berangkat sekarang!" Mereka segera pergi dari kelas itu.
Mereka bertiga mencari senjata yang sekiranya dapat digunakan. Ditelusurinya setiap ruangan yang mereka temui. Dari sebuah gudang mini mereka mendapatkan beberapa senjata seperti 2 buah pisau panjang dan 3 buah celurit. Brayen mengambil satu buah celurit dan satu buah pisau yang ia ikat di pinggang. Farel memilih sebuah pisau panjang. Sedangkan Fian mengambil sisanya, yaitu 2 buah celurit.
"Ayo kita lanjutkan perjalanan!" Mereka bertiga pergi ke arah kantin. Sesampainnya di sana, terdapat beberapa Reyns yang sedang berkeliaran.
"Itu Roby!!!" Ujar Brayen menunjuk salah satu temannya yang telah menjadi Reyns di sana.
"kita sapu habis mereka. Jangan sampai menimbulkan suara!" Titah Fian. Matanya menyelidik dan berusaha mencari celah yang dapat digunakannya untuk menikam para Reyns itu. Fian bergerak mendekati para Reyns dengan waspada.
Blassshhhh.....
Dengan sigap, Fian berhasil menebas kepala Reyns yang sedang berdiri membelakanginya. Farel dan Brayen berpandangan sejenak lalu keduanya mengangguk. Mereka mengikuti aksi Fian tanpa dikomando.
Reyns yang berjumlah 6 orang itu telah tumbang dalam waktu kurang dari satu menit. Fian berhasil menumbangkan 4 Reyns sekaligus. Dan yang dua lainnya oleh Brayen dan Farel. Mereka pastinya sangat terkejut melihat kemampuan Fian dalam melibas musuhnya.
Fian yang memergoki mereka sedang menatapnya hanya tersenyum datar.
"It's so cool Fian!!!" Brayen kagum dengan kawan sekelasnya itu. Farel juga ternganga dibuatnya.
Mereka kembali melanjutkan penelusuran sampai ketiganya tiba di kantin. Di sana mereka mendapatkan bungkusan roti yang cukup banyak serta beberapa jenis camilan lain berupa snack dan lainnya. Mereka sangat puas dengan hasil yang didapat.
"Kita simpan saja ini di sini. Jangan lupa sembunyikan! Kita harus berjaga-jaga sekarang," Pesan Fian sebelum mereka melanjutkan jalannya.
"Kita pergi memantau sisi lain gedung. Besok baru ke lantai lain untuk memeriksa!" ujarnya lagi. Mereka segera melanjutkan langkah.
Lorong koridor yang mereka lewati terbilang sepi. Mereka hanya menemukan 2 orang Reyns yang mondar-mandir. Dengan mudah mereka ditumbangkan dengan masing-masing menerima sekali tebasan.
"GRAAAAA!!!"
Terdengar bermacam-macam bunyi dari gedung lain. Seketika Fian berbelok dan memasuki salah satu ruangan. Tampak seorang pria sedang berusaha memanjat sisi gedung dengan membawa tali yang terlilit di pinggangnya. Ia kembali turun setelah berhasil mengikat ujung tali pada suatu benda di lantai atas. Taklama muncul beberapa orang lain yang memanjat menggunakan tali yang diikat tadi. Setelah semuanya naik, pria itu kembali melompat dan menggapai tali yang masih terjulur ke bawah. Dengan cekatan ia berhasil melewati mereka dan memanjat menyusul temannya yang lain. Nampaknya pria itu merupakan pimpinan mereka.
"Wawww..... The best survivor!" Brayen tercengang melihat aksi mereka.
"Aku berani taruhan bahwa mereka akan menjadi penyintas terbaik!" Ucap Farel dengan kagumnya.
Fian memperhatikan mereka dan tersenyum. Perhatiannya masih pada Pria yang terakhir naik. Dengan kepintaran taktiknya, ia berhasil lolos dari maut bahkan mampu menyelamatkan rekannya yang lain.
Sungguh pemimpin yang bertanggung jawab. Batinnya. Lalu ia mengalihkan pandangan pada matahari terbenam. Cahayanya yang mulai redup menandakan hari mulai malam.
"Kita harus secepatnya kembali! Hari mulai gelap dan kita belum menemukan tempat yang tepat untuk bermalam. Setidaknya kita harus kembali untuk mengambil persediaan di kantin." Ujarnya lalu berbalik. Farel dan Brayen membuntutinya dari belakang. Mereka segera pergi meninggalkan tempat itu.
..........
Beberapa jam telah berlalu. Lenna dan yang lainnya tampak cemas. Mereka terus menanti kedatangan Kean dan kawan-kawan.
"Charlie Plis!! Jangan bermain-main denganku!" Laura menunjukkan wajah cemasnya, beberapa kali ia berjalan mondar-mandir sembari terus mengoceh seorang diri. Della mendekat berusaha untuk menenangkan. Disodorkannya sebotol air mineral pada Laura yang masih saja murung. "Kau harus minum dulu! Setidaknya jaga kebutuhan ionmu." Laura mengangguk, ia meneguk sedikit air dan mengembalikkannya pada Della.
"Lenna, perasaanku tidak enak sekarang. Apakah wabah ini akan terus berlangsung?" Diva tampak putus asa. Lenna sebenarnya bingung mau menjawab apa. Ia bahkan tak mengerti bagaimana wabah ini bisa menyebar.
"Kau tenang ya! semoga ini akan cepat berakhir. Pasti para tim penyelamat akan datang menjemput." Ujarnya. Diva tiba-tiba memeluk Lenna erat.
"Terima kasih untuk selama ini Lenna! Kau memang teman terbaikku." Ucapnya tulus. Lenna menyambut pelukan Diva. Hangat bulir-bulir air mata terasa di pundaknya. Diva menangis dalam pelukan Lenna.
Tak lama keluar Rena dan Vina membawa ransel yang berisi makanan. Melihat masih ada yang bersikap tenang membuat Lenna bersyukur. Setidaknya ia tidak sendirian untuk menghibur kawannya.
"Kita harus mengisi perut. Hari sudah gelap sekarang. Mereka pasti memilih bermalam di tempat lain dari pada mengambil resiko keluar malam. Jadi jangan khawatir oky! Yakinkan bahwa mereka adalah orang-orang kuat yang selalu berhasil dalam segala hal. Aku yakin mereka bisa selamat!" Ujar Vina. Yang lain tersenyum setuju. Diva bangkit lalu menghapus air matanya.
"Mari kita makan! Cacing di perutku mulai berontak nih!!!!" Rena memegang perutnya. Ia cengar-cengir tak karuan.
Makan malam dibuka bersama. Obrolan yang sedikit terasa canggung sebagai pengiring suasana. Mereka bersama-sama berusaha melupakan segalanya, seolah-olah bencana itu tidak pernah terjadi.
Kini mereka harus percaya satu sama lain. Membentuk tim untuk saling membantu. Keluarga mereka yang tidak dapat dihubungi membuat mereka mau tidak mau harus merelakannya. Jika terus dipikir, tentu akan menjadi beban mereka untuk melangkah.
...----------------...
"Bagaimana profesor? Apakah sudah siap?"
Dokter Sam terlihat sedang memainkan sebuah botol kecil berisi cairan biru di tangannya. Ia melangkah santai menuju tempat profesor berada.
"Kau mendapatkannya? Dari mana?" Profesor yang baru berbalik langsung menoleh pada botol kecil yang dipegang Dokter Sam. Pandangannya nampak tertarik oleh benda berukuran kecil itu.
"Sangat mudah bagiku untuk mendapatkannya. Namun, yang menjadi masalah adalah campuran dari serum ini. Ia masih enggan untuk membuka mulut."
Diliriknya seorang pria paruh baya yang dikurung dalam sebuah jeruji besi.
"Hahahhaha..... Sayang sekali kalian tak bisa menggunakan benda berharga itu." Pria itu tersenyum. Wajahnya penuh dengan bercak darah. Jas yang tadinya berwarna putih kini tercampur dengan merahnya darah segar yang terus mengalir.
"Pertanyaan terakhir untuk mu. Apakah kau masih enggan untuk buka mulut, Dokter Charlos?" Profesor memegang sebuah pisau dan memamerkanya pada pria yang bernama Charlos itu.
"Aku tidak tahu. Sekalipun aku tahu aku enggan untuk mengatakannya!" Tampaknya Dokter Charlos masih pada pendiriannya.
"Baiklah, apakah ada pesan terakhir?" Tanyanya lagi.
Dengan senyumnya, Dokter itu tampak tenang dan berkata "Mereka akan datang tanpa kau minta, mengumpulkan semua yang kau minta tanpa disuruh. Lalu memberikannya padamu sebagai hadiah pembalasan!!!".
JLEBB...!!!
Sebuah tusukan mengenai dada Dokter Charlos. Tubuhnya ambruk seketika. Meninggalkan benda tajam yang tertancap kuat di sana.
"I trust you, my boy!" Bisiknya pelan. Ia menghembuskan nafas terakhirnya di lantai.
"good choice Doct!!" Ucap Profesor Rudy sinis.
"Tak perlu memusingkan masalah serum, kita harus fokus pada objek awal. yang terpenting kini serum ini ada di tangan kita!" Dokter Sam meletakan serum itu bersama serum lain yang serupa. Terdapat 3 botol di sana.
Profesor Rudy tertawa senang. "Kau benar Sam, sebentar lagi kita akan memulai proses evolusinya!" Dokter Sam dan Prof. Rudy tersenyum bangga. Mereka masih menatap jasad Dokter Charlos yang terbaring di balik jeruji.
...************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
PHSNR👾
mereka ini siapa? pahlawan atau biang keroknya?
2025-03-06
0