15. Keberanian Maira

Hidayat celingukan di depan gerbang kampusnya Maira. Sedari tadi ia berada di luar, tidak ada tanda-tanda akan menemukan istrinya itu. Ia juga telah menelepon Maira berkali-kali, namun sama sekali tidak diangkat. Ketika ia melihat seorang mahasiswi keluar, ia segera mencegatnya.

"Assalamualaikum, maaf mengganggu sebentar..." Sapanya.

"Wa'alaikum salam..." Jawab mahasiswi itu dengan sopan.

"Saya mau tanya, Kakak kenal Khumairah Fatimah, tidak?"

"Maksud Abang, Maira, ya? Yang Mahasiswi baru program magister sastra itu?" Jawab mahasiswi itu kembali menggunakan banmal terhadap Hidayat.

"Betul, Kak... Kakak ada lihat dia?" Tanya Hidayat terlihat senang.

"Owh, kalau tidak salah, Maira sudah pulang duluan... Sepertinya dia kurang enak badan, Bang..."

"Dia sakit?" Hidayat terlihat cemas.

"Sepertinya begitu, Bang... Sehari tadi dia tidak banyak bicara, kayak lesu saja..." Jelas mahasiswi itu.

"Terima kasih atas informasinya, ya... Assalamualaikum..."

"Sama-sama, Bang... Wa'alaikum salam..."

Hidayat melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Ia juga tidak mengerti mengapa ia begitu gelisah. Entah pesona apa yang ada pada Maira, sehingga dalam sekejap mata membuatnya tidak karuan seperti itu.

Ia langsung menuju ke rumah. Hatinya masih kacau mengingat cerita mahasiswi tadi yang mengatakan bahwa Maira sedang terlihat tidak sehat hari ini.

"Assalamualaikum..." Hidayat menyelonong masuk ke dalam rumah.

"Wa'alaikum salam..." Jawab Maira dan kedua ibunya yang sedang tidur-tiduran di ruang tengah. Maira cepat-cepat mengenakan jilbabnya dengan benar, membuat Bu Zainab terlihat curiga.

Hidayat segera mendekati posisi Maira, dan kemudian tanpa disangka-sangka, ia menempelkan telapak tangannya ke dahi istrinya itu. Mata Maira terbelalak seketika, jantungnya berdegup kencang bagai tersengat aliran listrik.

"Kamu sakit?" Tanya Hidayat terlihat cemas.

"Eh?" Maira semakin dibuat tegang, juga dengan kedua ibu mereka yang menjadi kebingungan.

"Kita perlu ke dokter?" Tanya Hidayat lagi dengan wajah penuh keseriusan.

"Maira nggak sakit kok, Bang..." Ucap Maira sambil menurunkan tangan Hidayat dari keningnya pelan-pelan. Ia setengah mati menahan perasaannya saat ini.

"Tapi kata teman kamu di kampus, kamu sakit..."

"Teman? Abang tadi ke kampus?" Tanya Maira kaget mendengar ucapan Hidayat.

"Abang kan sudah bilang mau jemput kamu, tapi kamu kok malah pulang duluan? Abang telepon-telepon, tapi kamu tidak mengangkatnya..." Jelas Hidayat masih dalam kekhawatirannya.

Bu Zainab dan ibunya Maira menatap mereka dengan kebingungan, tidak mengerti dengan kelakuan anak dan menantunya itu.

"Oh, hp Maira nadanya hening sebelum masuk kelas tadi, Bang... Maira lupa mengaktifkannya lagi..." Jawab Maira.

Ia menatap lekat wajah Hidayat. Hatinya mulai merasa tidak nyaman.

"Bu, kami ke kamar dulu, ya..." Pamit Maira, lalu menoleh kembali kepada Hidayat seolah memberi isyarat.

"Tunggu dulu..." Cegah Bu Zainab cepat. "Ini sebenarnya ada apa? Kok Ibu ngerasa kalian sedang main kucing-kucingan sih? Maira memangnya beneran sakit?"

"Enggak kok, Bu... Tadi Maira sedikit mengantuk di kelas, makanya teman Maira bilang begitu..." Jawab Maira hati-hati.

"Benar begitu, Nak?" Tanya ibunya Maira ikut terlihat cemas.

"Iya, Bu... Maira baik-baik saja..."

"Tapi kenapa harus bicara di kamar? Apa ada sesuatu yang tidak boleh kami ketahui? Kalian tidak merahasiakan apa-apa dari kami, kan?" Tanya Bu Zainab belum kunjung merasa puas.

"Tidak, Bu... Ini sangat mendesak. Kata Abang, barang di kios banyak yang habis. Kami mau mendiskusikannya sebentar..." Jawab Maira berusaha membuat ibu mertuanya mengerti.

***

Maira memasuki kamar dan disusul oleh Hidayat di belakangnya. Setelah mereka berada di dalam, Maira mengunci pintu kamar itu rapat-rapat.

"Apa yang Abang mau?" Tanya Maira kesal. Dahinya mengernyit heran karena sudah terlampau sekali sandiwara yang dilakukan oleh suaminya itu.

"Memangnya apa yang Abang mau? Abang kan nanya baik-baik..." Jawab Hidayat terlihat tak merasa bersalah sedikitpun.

"Abang sadar kan, sandiwara Abang terlalu berlebihan?" Ketus Maira tak tahan lagi.

"Sandiwara?" Hidayat tercengang mendengar tuduhan Maira. Tak mendasar, namun bukan sesuatu yang tidak wajar jika Maira berpikir sampai ke sana.

"Itu sama saja Abang menyakiti Maira terlalu dalam... Mentang-mentang Abang tahu bagaimana perasaan Maira terhadap Abang, lalu dengan sekena hati Abang memperlakukan Maira seperti ini..." Tambah Maira lagi dengan berang.

"Mai, dengarkan Abang dulu..."

"Sudahlah, Bang... Maira lelah..." Potong Maira tak memberi kesempatan kepada Hidayat untuk bicara.

"Jadi, Maira menyerah sekarang?" Tanya Hidayat terlihat kecewa.

Wajah Maira berubah menjadi tegang. Ia terlihat salah tingkah setelah mendengar ucapan Hidayat, yang sebenarnya bukan maksud dirinya.

"Kalau Maira menyerah, lalu kenapa Maira menerima perjodohan ini sebelumnya?" Tanya Hidayat lagi.

Maira gelagapan. Ia memalingkan wajahnya dari tatapan Hidayat, lalu berjalan memunggungi suaminya itu.

"Jawab, Maira...!" Hidayat segera menahan lengan Maira, lalu menariknya dengan kuat ke hadapannya. Mata mereka saling bersitatap untuk beberapa saat lamanya, dan tak terasa air mata Maira mengalir begitu saja.

"Abang pikir karena apa Maira tetap melanjutkan perjodohan ini, hmm? Kenapa Abang selalu meremehkan perasaan Maira?" Tanya Maira dengan suara pelan menahan kepedihan.

Hidayat menelan kasar ludahnya sendiri. Entah mengapa ia merasakan sakit melihat air mata Maira berjatuhan. Cengkraman tangannya perlahan mengendur.

"Lalu, kenapa tidak Abang saja yang menolaknya, hah? Bukankah Abang yang tidak menyukai perjodohan ini?" Tanya Maira penuh penekanan sambil menarik kembali tangannya dengan kasar dari cengkeraman Hidayat.

"Itu... Itu..." Hidayat tiba-tiba menjadi gugup melihat keberanian Maira.

"Demi ibu... Iya, kan, Bang? Demi ibu, kan?"

Hidayat menatap Maira begitu dalam. Memang tidak ada alasan lain baginya selain demi ibunya.

"Lalu apa bedanya dengan Maira, Bang? Abang kira, ibu Abang tidak akan sedih jika Maira yang menolaknya, hah? Abang pikir semua akan selesai jika Maira yang memutuskan tidak untuk menerima Abang sebagai suaminya Maira?" Ucapan Maira tertahan. Air matanya semakin banyak mengalir di pipinya.

"Abang egois... Abang hanya memikirkan diri Abang sendiri... Sementara Maira? Heh, Maira hanya pengemis cinta bagi Abang..." Kecam Maira bertubi-tubi mengeluarkan isi hatinya yang tersimpan begitu banyak.

"Mai..."

"Sudahlah, Bang... Abang harus percaya kalau Maira tidak akan semudah itu menyerah, kecuali alasan Abang karena adanya perempuan lain..." Ucap Maira membuat Hidayat tercengang.

"Perempuan lain?"

"Ya... Dan Maira harap, Abang bersikap seperti ini kepada Maira, karena Abang memang belum memiliki rasa terhadap Maira. Tapi jika alasannya karena perempuan lain, Maira tidak bisa membiarkan tiga hati terluka... Maira akan berterus terang kepada keluarga kita, bahwa kita memang tidaklah berjodoh..." Ucap Maira membuat Hidayat tertegun.

Maira berlalu menuju ke kamar mandi, meninggalkan Hidayat disana dengan perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

mrs.andriIndra

mrs.andriIndra

tuhhhhh denger yat klw dari awal situ bilang udah punya pacar maira juga lgsg nolak,emang dasar aj mau dibilang anak soleh pdhl kelakuannya salah😠

2023-07-21

1

Yuli maelany

Yuli maelany

ayo Yat sebelum terlambat dan kamu jatuh terlalu dalam.....

2023-02-04

1

Bunda Salma

Bunda Salma

ayo maira tetep kuat , kejar terus kelemahan dayat untuk segera menyadarkan dia kalau tak bisa segera tinggalkan dia .

2022-11-28

1

lihat semua
Episodes
1 01. Duka
2 02. Dijodohkan
3 03. Perdebatan
4 04. Kirana Adila
5 05. Pesan Singkat
6 06. Pernikahan
7 07. Membagi Batas
8 08. Komitmen
9 09. Bagai Orang Asing
10 10. Sup Ayam
11 11. Kedatangan Ibu Dan Ibu Mertua
12 12. Sekamar
13 13. Diantar
14 14. Rasa Bersalah
15 15. Keberanian Maira
16 16. Abang Aneh
17 17. Sungguh-Sungguh
18 18. Indahnya Cinta
19 19. Canggung
20 20. Pengecut
21 21. Tentang Kesalahpahaman
22 22. Frustasi
23 23. Masa Lalu Arya
24 24. Lembur
25 25. Demam
26 26. Menemui Kirana
27 27. Dihantui Rasa Bersalah
28 28. Protagonis Dan Antagonis
29 29. Putus
30 30. Benci Dan Cinta Itu Beda Tipis
31 31. Diam Seribu Bahasa
32 32. Menyerah
33 33. Di Rumah Sakit
34 34. Pulpen
35 35. Keputusan Sepihak
36 36. Persidangan
37 37. People Pleaser
38 38. Permintaan Kirana
39 39. Tayang Perdana Di Tv
40 40. Hari Esok Adalah Misteri
41 41. Dua Mempelai Pria
42 42. Kamu Istriku
43 43. Satu Menit
44 44. Surga Duniawi
45 45. Tentang Hidayat Junior
46 46. Tentang Perempuan
47 47. Bulan Madu
48 48. Di Villa
49 49. Tentang Momongan
50 50. Tujuh Bulanan Kirana
51 51. Perkara Menginap
52 52. Pernikahan Rizki
53 53. Suasana Menegangkan
54 54. Kabar Buruk
55 55. Kabar Gembira Dalam Kesedihan
56 56. Kertas Ucapan
57 57. Curhat Pada Kirana
58 58. Demi Anak Kita
59 59. Perdebatan Kecil
60 60. Bawaan Bayi
61 61. Tak Terhingga
62 62. Novel Zahrana
63 63. Penasaran
64 64. Maunya Anak Kita
65 65. Membahas Novel Zahrana
66 66. Kabar Gembira
67 67. Melahirkan
68 68. Ending
69 pengumuman karya baru
Episodes

Updated 69 Episodes

1
01. Duka
2
02. Dijodohkan
3
03. Perdebatan
4
04. Kirana Adila
5
05. Pesan Singkat
6
06. Pernikahan
7
07. Membagi Batas
8
08. Komitmen
9
09. Bagai Orang Asing
10
10. Sup Ayam
11
11. Kedatangan Ibu Dan Ibu Mertua
12
12. Sekamar
13
13. Diantar
14
14. Rasa Bersalah
15
15. Keberanian Maira
16
16. Abang Aneh
17
17. Sungguh-Sungguh
18
18. Indahnya Cinta
19
19. Canggung
20
20. Pengecut
21
21. Tentang Kesalahpahaman
22
22. Frustasi
23
23. Masa Lalu Arya
24
24. Lembur
25
25. Demam
26
26. Menemui Kirana
27
27. Dihantui Rasa Bersalah
28
28. Protagonis Dan Antagonis
29
29. Putus
30
30. Benci Dan Cinta Itu Beda Tipis
31
31. Diam Seribu Bahasa
32
32. Menyerah
33
33. Di Rumah Sakit
34
34. Pulpen
35
35. Keputusan Sepihak
36
36. Persidangan
37
37. People Pleaser
38
38. Permintaan Kirana
39
39. Tayang Perdana Di Tv
40
40. Hari Esok Adalah Misteri
41
41. Dua Mempelai Pria
42
42. Kamu Istriku
43
43. Satu Menit
44
44. Surga Duniawi
45
45. Tentang Hidayat Junior
46
46. Tentang Perempuan
47
47. Bulan Madu
48
48. Di Villa
49
49. Tentang Momongan
50
50. Tujuh Bulanan Kirana
51
51. Perkara Menginap
52
52. Pernikahan Rizki
53
53. Suasana Menegangkan
54
54. Kabar Buruk
55
55. Kabar Gembira Dalam Kesedihan
56
56. Kertas Ucapan
57
57. Curhat Pada Kirana
58
58. Demi Anak Kita
59
59. Perdebatan Kecil
60
60. Bawaan Bayi
61
61. Tak Terhingga
62
62. Novel Zahrana
63
63. Penasaran
64
64. Maunya Anak Kita
65
65. Membahas Novel Zahrana
66
66. Kabar Gembira
67
67. Melahirkan
68
68. Ending
69
pengumuman karya baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!