07. Membagi Batas

Hidayat menentang koper miliknya ke dalam kamar tamu, sementara Maira mengikut dari belakang. Wajahnya begitu kaku, sikapnya pun semakin dingin di hadapan Maira.

"Kamu tunggu di sofa saja," perintah Hidayat ketika mereka berada di ambang pintu kamar tamu.

Maira menurut tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Dia sangat paham betul situasi macam apa yang mereka hadapi saat ini.

Setelah Hidayat meletakkan koper kecil miliknya di dalam, ia segera berjalan ke sofa untuk menemui Maira. Ia menoleh sebentar ke wajah Maira, dan ia lihat istrinya itu hanya menunduk.

"Jangan harapkan apa-apa dari pernikahan ini, Maira..."

Hidayat berharap Maira akan bicara, namun istrinya itu tetap diam tanpa sedikitpun mengangkat wajahnya. Hidayat mulai kikuk, seluruh kata-kata yang semula telah ia persiapkan mendadak lenyap dari benaknya.

"Maira..." Ia mencoba memanggil dengan lembut.

Maira perlahan mengangkat wajahnya. Ia menoleh, lalu menatap Hidayat dengan tatapan yang sulit diartikan. "Memangnya Abang mengharapkan Maira untuk berharap seperti apa?"

Hidayat tercengang. Sikap Maira jauh dibanding ekspetasinya. Maira berubah total, dan ia mengira hanya karena duka yang baru saja menimpa keluarga mereka. "Maksud Abang begini, Mai... Emmm..."

Meski Hidayat sebelumnya berharap Maira akan berhenti mencintai dirinya, lalu perlahan menyerah dengan pernikahan mereka, namun saat ini ia malah tidak mengerti mengapa sikap Maira membuatnya tidak perlu bertindak jauh.

"Maira memang mencintai Abang, tapi Maira tahu bukan sebaliknya, kan...?" Ucap Maira membuka kata.

"Lalu, mengapa Maira malah tidak menolak? Padahal Maira paham bukan, kalau menikah tapi tidak saling mencintai itu sama sekali tidak menguntungkan kedua belah pihak? Maira akan tersakiti, karena Abang juga tidak bisa memaksakan perasaan Abang terhadap Maira..." Tutur Hidayat dengan penuh kehati-hatian.

"Kenapa tidak Abang saja yang menolaknya?" Maira menyunggingkan senyum, tapi tidak diketahui Hidayat bahwa di dalam hatinya sangat terluka.

"Maira..."

"Jangan paksa Maira melakukan apa yang tidak Maira bisa, Bang... Kita jalani saja, mungkin suatu hari nanti Abang bisa membuka hati untuk Maira..."

Hidayat tercengang. Kata-kata Maira seolah menantang dirinya. Tiba-tiba ia merasa marah mendengar kepercayaan diri Maira yang begitu besar.

"Jangan berusaha untuk itu, Maira, karena Abang tidak akan mungkin memberikan hati Abang untuk kamu..." Ketus Hidayat. Ia langsung berdiri hendak meninggalkan Maira disana.

Maira bergegas berdiri. "Hati Abang milik Allah, dan akan Maira minta di setiap akhir sujud Maira kepada-Nya."

Ucapan Maira yang begitu lantang membuat hati Hidayat semakin memanas. Ia menghentikan langkahnya, lalu kembali menoleh kepada Maira dengan tatapan tajam.

"Jangan mengemis cinta, Maira... Itu hanya akan memalukan diri kamu sendiri..." Hardik Hidayat. Ia sendiri tersakiti oleh ucapannya, karena ia sadar bahwa ia tidak pernah berkata kasar kepada siapapun, apalagi ini adalah seorang perempuan yang sekarang telah menjadi istri sahnya.

Jengah dengan suasana yang tiba-tiba memanas, Hidayat segera berlalu menuju ke kamar tamu.

Maira menelan pahit kesedihannya. Ia berusaha menahan tangisnya, namun air matanya begitu nakal keluar dengan deras. Ia kembali menghenyakkan tubuhnya ke sofa dengan keras. Hatinya semakin perih menghadapi kenyataan yang benar-benar tidak sesuai dengan harapannya tentang hidup berumah tangga dengan pujaan hatinya selama ini.

Maira terisak dengan menutupi wajahnya yang memerah dan basah oleh air matanya sendiri.

***

Maira membenamkan kepalanya ke bawah bantal. Ia berusaha keras untuk tidak tergoda mengangkat telepon dari ibu mertua almarhum Abangnya, yang sekarang juga telah menjadi mertuanya pula. Ia belum siap memperdengarkan suaranya yang serak setelah menangis berjam-jam di kamar yang pernah menjadi tempat kisah cinta kakak dan kakak iparnya berlangsung.

Tubuhnya juga begitu lelah setelah seharian berada dalam perjalanan dari kampung menuju ke rumah peninggalan kakak dan kakak iparnya itu. Ditambah lagi perdebatan yang terjadi di antara dirinya dan Hidayat sore tadi membuat tubuhnya semakin lemah.

Hanya beberapa kali dering ponselnya terdengar menyayat hati, selepas itu ia tertidur pulas.

Dua jam berselang, ia terbangun karena merasa wajahnya begitu panas, dan napasnya pun terasa sesak. Ia melihat kearah jam dinding, waktu telah menunjukkan pukul setengah tiga dini hari.

"Aku harus kuat..." Gumam Maira seraya bangkit dari kasur. Jilbab yang ia pakai dari kampung masih dikenakannya. Terlihat kusut dan acak-acakan melekat di kepalanya.

Di pertigaan malam pertama bagi Maira berada di kamar ini. Usai mandi ia langsung melaksanakan shalat tahajud, kembali meminta kepada Sang Pemilik kehidupan, agar hidupnya selalu dalam lindungan Allah.

Selepas shalat Maira tidak kembali tidur. Ia membaca Alquran hingga waktu subuh datang. Air matanya berderai mengingat kejadian sore kemarin, juga membayangkan bagaimana mengerikannya kehidupan rumah tangganya ke depan bersama Hidayat.

Layaknya seorang istri, Maira pagi-pagi selepas shalat subuh langsung menyiapkan sarapan dan juga minuman untuk suaminya. Ia tidak peduli bagaimana, yang ia pikirkan tekadnya untuk merebut hati Hidayat agar dapat meliriknya sebagai seorang istri.

Hampir jam tujuh Hidayat keluar dari kamar tamu. Ia telah bersiap hendak pergi.

"Sarapannya sudah selesai, Bang... Abang mau ke kios, kan?" Maira berusaha untuk bersikap santai seakan tidak pernah terjadi apa-apa.

"Tidak perlu... Aku sarapan di kios saja..." Jawab Hidayat ketus. Ia hendak berjalan keluar meninggalkan Maira dengan acuh, namun Maira dengan cepat pula menahan lengannya.

"Untuk sekali ini saja, Bang... Ini makanan dari kampung habis Maira panaskan, juga lumayan banyak... Maira berencana buat bagi-bagi ke tetangga dekat, tetap saja kebanyakan. Lain kali Maira tidak akan menyiapkan apapun lagi, biar tidak ada yang mubasir..."

Sekeras apa pun hati Hidayat, tapi mendengar kata mubasir ia menurut. Ia berlenggang menuju meja makan, dan kemudian langsung menyantap sarapan yang telah disiapkan Maira.

"Bang, nanti Maira pamit jalan ke rumah-rumah tetangga, ya?" Ucap Maira meminta izin layaknya seorang istri kepada suaminya.

"Lakukan sesuka hatimu... Pergi-pergi saja jika kamu bosan, karena aku tidak akan pernah membatasi kamu..." Ujar Hidayat tak ambil peduli.

Maira menelan kasar ludahnya, berusaha kuat ketika mendengar perkataan Hidayat yang keras dan kasar terhadapnya. Setelah menikah, Hidayat memang berubah total dalam bersikap kepadanya. Namun, bertahan adalah maunya, meski ia sendiri tidak tahu sampai kapan ia harus bertahan.

"Syukur-syukur kamu menyerah dengan pernikahan kita. Aku belum siap menikah, tapi semua aku lakukan demi ibu..." Hidayat bangkit dari duduknya sambil menarik tas kecil yang biasa ia bawa-bawa jika hendak ke kios.

Maira tetap tersenyum, setidaknya Hidayat menghargai niat baiknya pagi ini. Walau Hidayat membagi batas dengannya, setidaknya suaminya itu mau menghabiskan sarapan dan minuman yang telah ia siapkan dengan penuh ketulusan.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

abdan syakura

abdan syakura

beuhhhh.....
suami ancaman.....

2023-05-23

1

Yuli maelany

Yuli maelany

semoga akhirnya cinta kamu bisa terbalas kan maira😢😢😢😢

2023-02-03

2

Cah Dangsambuh

Cah Dangsambuh

haduuuh dayat dayat! walaupun dia menerima perjodohan alasan bakti sama ibu kalo cara memperlakukan istri begitu bedanya apa dengan nyiksa batin perempuan.

2022-11-23

1

lihat semua
Episodes
1 01. Duka
2 02. Dijodohkan
3 03. Perdebatan
4 04. Kirana Adila
5 05. Pesan Singkat
6 06. Pernikahan
7 07. Membagi Batas
8 08. Komitmen
9 09. Bagai Orang Asing
10 10. Sup Ayam
11 11. Kedatangan Ibu Dan Ibu Mertua
12 12. Sekamar
13 13. Diantar
14 14. Rasa Bersalah
15 15. Keberanian Maira
16 16. Abang Aneh
17 17. Sungguh-Sungguh
18 18. Indahnya Cinta
19 19. Canggung
20 20. Pengecut
21 21. Tentang Kesalahpahaman
22 22. Frustasi
23 23. Masa Lalu Arya
24 24. Lembur
25 25. Demam
26 26. Menemui Kirana
27 27. Dihantui Rasa Bersalah
28 28. Protagonis Dan Antagonis
29 29. Putus
30 30. Benci Dan Cinta Itu Beda Tipis
31 31. Diam Seribu Bahasa
32 32. Menyerah
33 33. Di Rumah Sakit
34 34. Pulpen
35 35. Keputusan Sepihak
36 36. Persidangan
37 37. People Pleaser
38 38. Permintaan Kirana
39 39. Tayang Perdana Di Tv
40 40. Hari Esok Adalah Misteri
41 41. Dua Mempelai Pria
42 42. Kamu Istriku
43 43. Satu Menit
44 44. Surga Duniawi
45 45. Tentang Hidayat Junior
46 46. Tentang Perempuan
47 47. Bulan Madu
48 48. Di Villa
49 49. Tentang Momongan
50 50. Tujuh Bulanan Kirana
51 51. Perkara Menginap
52 52. Pernikahan Rizki
53 53. Suasana Menegangkan
54 54. Kabar Buruk
55 55. Kabar Gembira Dalam Kesedihan
56 56. Kertas Ucapan
57 57. Curhat Pada Kirana
58 58. Demi Anak Kita
59 59. Perdebatan Kecil
60 60. Bawaan Bayi
61 61. Tak Terhingga
62 62. Novel Zahrana
63 63. Penasaran
64 64. Maunya Anak Kita
65 65. Membahas Novel Zahrana
66 66. Kabar Gembira
67 67. Melahirkan
68 68. Ending
69 pengumuman karya baru
Episodes

Updated 69 Episodes

1
01. Duka
2
02. Dijodohkan
3
03. Perdebatan
4
04. Kirana Adila
5
05. Pesan Singkat
6
06. Pernikahan
7
07. Membagi Batas
8
08. Komitmen
9
09. Bagai Orang Asing
10
10. Sup Ayam
11
11. Kedatangan Ibu Dan Ibu Mertua
12
12. Sekamar
13
13. Diantar
14
14. Rasa Bersalah
15
15. Keberanian Maira
16
16. Abang Aneh
17
17. Sungguh-Sungguh
18
18. Indahnya Cinta
19
19. Canggung
20
20. Pengecut
21
21. Tentang Kesalahpahaman
22
22. Frustasi
23
23. Masa Lalu Arya
24
24. Lembur
25
25. Demam
26
26. Menemui Kirana
27
27. Dihantui Rasa Bersalah
28
28. Protagonis Dan Antagonis
29
29. Putus
30
30. Benci Dan Cinta Itu Beda Tipis
31
31. Diam Seribu Bahasa
32
32. Menyerah
33
33. Di Rumah Sakit
34
34. Pulpen
35
35. Keputusan Sepihak
36
36. Persidangan
37
37. People Pleaser
38
38. Permintaan Kirana
39
39. Tayang Perdana Di Tv
40
40. Hari Esok Adalah Misteri
41
41. Dua Mempelai Pria
42
42. Kamu Istriku
43
43. Satu Menit
44
44. Surga Duniawi
45
45. Tentang Hidayat Junior
46
46. Tentang Perempuan
47
47. Bulan Madu
48
48. Di Villa
49
49. Tentang Momongan
50
50. Tujuh Bulanan Kirana
51
51. Perkara Menginap
52
52. Pernikahan Rizki
53
53. Suasana Menegangkan
54
54. Kabar Buruk
55
55. Kabar Gembira Dalam Kesedihan
56
56. Kertas Ucapan
57
57. Curhat Pada Kirana
58
58. Demi Anak Kita
59
59. Perdebatan Kecil
60
60. Bawaan Bayi
61
61. Tak Terhingga
62
62. Novel Zahrana
63
63. Penasaran
64
64. Maunya Anak Kita
65
65. Membahas Novel Zahrana
66
66. Kabar Gembira
67
67. Melahirkan
68
68. Ending
69
pengumuman karya baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!