Di malam terakhir acara tahlilan, Maira dan Hidayat dipertemukan kembali. Maira takut-takut mencuri pandang ke arah Hidayat yang duduk di kumpulan para lelaki. Namun mendadak pandangannya tertangkap cepat oleh Hidayat.
Tatapan lelaki yang ia suka itu terlihat tajam, memiliki sebuah makna ketidaksukaan kepada dirinya. Maira cepat-cepat menunduk. Jantungnya berdegup kencang dipenuhi rasa gelisah.
Ketika acara usai, dan para jamaah juga telah pulang, Hidayat menarik Maira ke samping rumah. Maira terperanjat. Hatinya semakin dibuat tidak karuan oleh sikap Hidayat yang terasa begitu keras dan kasar.
Maira tak berani bertanya. Di hadapan lelaki pujaan hatinya itu, ia hanya bisa menunduk menyembunyikan rasa sukanya.
"Maira tahu kan, apa yang saat ini ibu Abang ingin dari Maira?" Tanya Hidayat memulai.
Maira mengangkat wajahnya, berusaha memberanikan diri untuk menatap wajah Hidayat.
"Bisakah Maira bantu Abang?" Hidayat tampak memelas.
"Ba-bantu apa, Bang? Jika Maira bisa, Maira pasti akan lakukan..." Jawab Maira terbata-bata.
"Tolak_"
"Eh ternyata kalian disini..."
Belum sempat Hidayat mengutarakan maksud dirinya, Bu Zainab tiba-tiba datang menghampiri mereka.
"Ibu?" Hidayat dan Maira menoleh secara bersamaan. Hidayat semakin gugup. Ia merasa sedang tertangkap basah oleh ibunya sendiri karena berniat menghasut Maira untuk menolak perjodohan di antara mereka.
"Hidayat ini, nakal sekali... Ayo, masuk... Belum waktunya kamu berdua-duaan dengan Maira..." Omel Bu Zainab pura-pura tidak tahu tujuan putranya.
"Ta-tapi, Bu..." Hidayat terlihat kecewa. Ia benar-benar tidak diberi ruang oleh ibunya untuk menggagalkan perjodohan itu.
"Masuk, Yat! Nanti kalau ada yang melihat kalian bagaimana? Kamu mau menikahi Maira karena omongan julid para tetangga yang telah salah paham mengenai ini?" Tanya bu Zainab terdengar khawatir.
Hidayat hanya terdiam, lalu menghembuskan napas berat sepeninggal ibunya ke dalam sambil menggandeng tangan Maira. Dia berjalan mundur beberapa langkah, lalu meremas kuat rambutnya. Ia terlihat begitu kesal, namun sama sekali tidak ada yang dapat ia lakukan.
Hidayat mulai beranjak menjauh dari lingkungan rumah Maira, kemudian ia merogoh kantong celananya dan mengeluarkan ponselnya dari dalamnya.
Ibu jarinya bergetar memainkan ponsel itu. Ia terlihat ragu ketika menatap layar ponselnya tengah berada di kontak yang tertuliskan 'si aktris cantik'.
Beberapa detik kemudian ia yakin untuk menghubungi kontak tersebut.
Ponselnya berdering, dan tidak menunggu lama telponnya diangkat dari seberang.
"Assalamualaikum, Yat..." Terdengar sapaan salam oleh seorang perempuan dari nomor yang ia hubungi.
"Wa'alaikum salam, Kiran..." Hidayat menjawab dengan wajah terlihat dipenuhi kebimbangan.
"Semua baik-baik saja, kan? Kenapa baru menelepon sekarang?" Suara perempuan yang dipanggilnya Kiran terdengar mengkhawatirkan dirinya.
"Aku dijodohkan, Kiran..." Ungkap Hidayat. Jakunnya bergerak turun naik, beberapa kali ia menelan ludah menahan gejolak perasaannya sendiri.
Tiba-tiba mereka saling diam meski teleponnya masih menyambung. Suasana mendadak sunyi untuk sesaat.
"Kiran?" Hidayat kembali bersuara. Ia ingin memastikan bahwa perempuan yang ia telpon masih stay disana dan mau mendengarkannya.
"Kiran?" Ulangnya lagi setelah beberapa detik tak menerima jawaban.
"Apa yang salah dariku, Yat?" Tiba-tiba pertanyaan sendu yang ia terima.
"Dia adik almarhum bang Ajiz, Kiran... Dia Maira... Ibu menginginkan aku menikahinya. Aku sudah berusaha keras menolak, tapi ibu sama sekali tidak mau mendengar..." Tutur Hidayat menjelaskan.
"Kamu tidak menceritakan tentang aku kepada keluargamu?"
Hidayat termangu. Ia menjadi serba salah mendengar kesedihan di balik suara Kiran.
"Aku pikir belum waktunya, Kiran... Aku kira aku tidak akan diminta cepat-cepat menikah..."
"Dan sekarang?" Suara Kiran mulai terdengar pasrah.
"Aku tidak bisa menolak permintaan ibuku, Kiran... Aku tidak ingin beliau sakit. Semenjak kepergian kak Zahra, aku sama sekali tidak pernah melihat senyum lagi di bibirnya. Biarkan kali ini aku menuruti kemauan ibuku, Kiran... Maafkan aku..." Ucap Hidayat getir. Ia menghela napas berat setelah mengucapkan kata-kata yang sebenernya telah menyakiti perasaannya sendiri.
Telepon diputuskan secara sepihak dari seberang. Tidak ada penjelasan, bahkan permohonan agar Hidayat berusaha mengelak dari perjodohan itu. Ia sadar bahwa perempuan yang baru saja ia telpon sangatlah kecewa setelah mendengar kabar darinya.
Hidayat terduduk lesu di balik pagar. Hatinya serasa hancur berkeping-keping. Ia sendiri baru merasakan sesakit ini patah hati karena tidak direstui orang tua.
"Apa dulu sesakit ini, Kak? Tapi setelah itu tetap saja kakak berbahagia bersama bang Ajiz..." Keluhnya sambil menopang dahinya yang terasa berat seketika.
***
Kirana Adila, aktris cantik yang memerankan tokoh Habibah di film bukan salah ibu menyusui. Film yang diangkat dari novel karangan Zahrana membuat ia terpilih menjadi pemeran utama wanitanya.
Kirana mulai mengenal dan bahkan sampai begitu dekat dengan Hidayat semenjak syuting film itu. Mereka sering bertemu di lokasi syuting karena Hidayat lah yang selalu menemani almarhumah kakaknya ke sana.
Kirana memandangi layar ponselnya yang menampakkan gambar Hidayat disana. Ia terlihat sendu. Matanya memerah dan berkaca-kaca. Baru saja ia mendapat kabar bahwa kekasihnya itu akan menikah karena dijodohkan.
Kirana kembali ingat akan janji Hidayat untuk menunggu dirinya siap berhijab, lalu meninggalkan dunia entertainment dan mereka akan menikah setelahnya.
Ia mulai terisak. "Kenapa ini terus terjadi kepadaku, Tuhan? Apa yang salah dariku? Tidak berjilbab, bukan berarti aku harus dihukum terus-terusan, bukan? Semua orang yang aku sayangi meninggalkan aku... Aku bertahan begini demi keluargaku, Tuhan..."
Suasana di kamarnya berubah mencekam. Sendu dipenuhi kesedihan. Entah apa yang ia sembunyikan di dalam dadanya, namun ia terlihat begitu tidak terima dengan takdirnya saat ini.
Kirana memang cantik. Dia aktris yang kerap dijodoh-jodohkan dengan Arya Irawan, aktor terkenal yang sering disandingkan dengan dirinya di berbagai film ataupun sinetron yang populer beberapa tahun ini. Namun siapa sangka, di dunia nyata ia malah menjalin kasih dengan Hidayat secara diam-diam.
Berawal dari chatting, hubungan mereka semakin dekat. Mereka bahkan komitmen akan menikah setelah Hidayat lulus kuliah, sementara Kirana menyelesaikan permasalahan pribadinya yang terus ia privasi kan dari siapapun.
Ponsel Kirana bergetar, dengan malas ia membukanya. Sebuah notifikasi pesan masuk memenuhi layar ponselnya.
"Kamu sudah kirimkan tagihan bulan ini, Kiran? Belanja untuk kakak dan adikmu tolong secepatnya kamu transfer... Mama sudah tidak punya simpanan lagi..."
Kirana hanya membacanya, namun ia seperti tidak berminat untuk membalas pesan dari mamanya itu. Tiba-tiba air matanya mengalir begitu saja, dan kemudian tersedu-sedu, membuat suasana di kamarnya semakin terasa mencekam. Ia terlihat begitu menyedihkan, meskipun kamar dan rumah yang ia tinggali begitu mewah dan elegan. Tidak ada yang tahu apa yang membuatnya begitu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Yuli maelany
d sini lagi lagi keegoisan orang tua berperan, mungkin jodoh memang d takdirkan oleh tuhan,hanya saja manusia terkadang memiliki sisi ego dan keinginan nya sendiri, andai biarkan Hidayat memilih jodoh nya sendiri, seperti air mengalir, jodoh Takan kemana,Takan banyak orang yang tersakiti setelah ini ....
entahlah,.....
2023-02-03
2
Cah Dangsambuh
permasalahan yang rumit
2022-11-22
2
Dwisya12Aurizra
kiran di jadikan tulang punggung
2022-11-16
2