Tentu saja Lianhua Nushen tidak mengingat apapun. Termasuk pemuda yang berada di depannya. Sedangkan Zhang Wushang, mengira gadis itu sedang marah. Marah karena ia tidak menepati janjinya untuk menemani ke gunung, mencari tanaman obat.
"Siapa yang datang, Lian'er? Apakah temanmu Wushang yang datang?" Terdengar dari dalam yang merupakan suara Hua Tianzhi. Bertanya, siapa yang datang ke rumahnya pagi-pagi.
"Entahlah, Ibu. Aku tidak tahu. Ngakunya temanku tapi aku tidak tahu siapa dia. Jangan-jangan mau menipu," sahut Lianhua dengan gaya cuek.
"Tidak, Bibi. Saya Wushang! Aku mau minta maaf ke Lianhua karena tidak menepati janjiku. Aku boleh masuk, ya!" pinta Zhang Wushang bersemangat.
"Masuk saja, Nak. Lian'er, ajak masuk temanmu!" perintah Hua Tianzhi dengan nada rendah akibat baru bangun tidur.
Meski tidak tahu menahu tentang pemuda yang bertamu itu, Lianhua tidak melawan perintah ibunya. Namun masih memasang wajah kecurigaan terhadap tamu yang mengaku-ngaku temannya. Tapi jika dilihat dengan seksama, pakaian Zhang Wushang terlihat berkelas dan mewah. Tidak seperti penduduk di sekitarnya yang berpakaian sederhana.
Zhang Wushang masuk ke dalam rumah yang terlihat sudah tidak layak huni. Pemuda yang berasal dari keluarga bangsawan, tidak seharusnya berada di tempat seperti itu. Namun karena pertemanannya dengan Lianhua, membuatnya merasa lebih bahagia.
Pemuda itu sudah menganggap Lianhua sebagai kekasihnya. Meski dari dulu, Lianhua sangat polos dan naif. Sebagai seorang gadis yang tidak memiliki jiwa aslinya, hanya bertingkah seperti seorang gadis yang tidak memiliki perasaan cinta. Namun tetap berkelakuan baik kepada siapa saja.
Melihat orang yang tidak dikenal, membuatnya menjaga jarak. Memang itulah yang biasa dilakukan gadis yang tengah menata makanan di atas meja. Gadis itu telah selesai memasak dan mengajak ibunya makan bersama. Siapa sangka, pemuda yang tidak dikenalnya juga ikutan makan masakannya.
"Wah, masakanmu pasti enak kayak biasanya, Lianhua. Aku sangat merindukan rasa makanan yang dimasak dengan cinta itu," oceh Zhang Wushang. Dengan senyuman lebar di bibirnya, di tangannya ada sumpit dari bambu. Dengan segera bersiap mengambil makanan di meja.
"Jangan ambil duluan! Ini aku masakin buat ibu!" sela Lianhua dengan emosi. Bagaimanapun ia sudah lelah memasak hanya untuk Hua Tianzhi dan dirinya. Tidak tahu akan kedatangan orang lain di rumahnya.
"Lian'er, kamu jangan seperti itu. Kamu dan Wushang sudah lama berteman. Tidak seharusnya bersikap seperti itu," tangkas Hua Tianzhi.
"Tidak apa-apa, Bibi. Mungkin Lianhua sedang marah padaku. Karena aku tidak bisa menemaninya ke bukit. Kemarin aku tidak bisa pergi karena ayahku mengajakku ke ulang tahun putri ke sembilan."
"Oh, kamu sudah mendengar alasannya, Lian'er? Dia bukan sengaja tidak menepati janji. Tapi keluarga kerajaan memang ketat. Kamu berteman dengan dengan Wushang juga mengalami kesulitannya sendiri," ujar Hua Tianzhi.
"Entahlah, pokoknya aku tidak mengingat semuanya," balas Lianhua Nushen sambil mengembangkan pipinya.
"Kamu terlihat lebih cantik hari ini, Lianhua. Apakah kamu menggunakan sesuatu pada wajahmu?" tanya Zhang Wushang mengulas senyum.
Sementara Hua Tianzhi hanya menggeleng pelan. Lianhua terlihat kesal dengan pujian yang dilontarkan Zhang Wushang. Pada hakekatnya ia merasa tidak suka dipuji oleh orang yang bahkan dirasa tidak pernah mengenalnya.
Hua Tianzhi tidak melarang anak gadisnya berteman dengan siapapun. Asalkan teman itu bisa menjaganya dan tidak menimbulkan masalah. Sebenarnya wanita paruh baya itu pun tidak rela anaknya berteman dengan bangsawan. Tapi karena Lianhua tidak punya teman dan sering dibuli, maka dengan berteman dengan Zhang Wushang, bisa membuatnya lebih tenang. Hua Tianzhi juga tidak bisa menjaga anaknya setiap saat karena ada pekerjaan yang harus dilakukan untuk menyambung hidup.
"Kamu jangan seperti itu, Lian'er. Bener juga kata Wushang, kamu kelihatan lebih cantik hari ini."
"Ah, Ibu ini bilang apa, sih? Tentu anak gadisku ini cantik karena ibunya juga sangat cantik. Mana mungkin ibunya cantik, akunya jelek. Kalau gitu, aku bukan anakmu," racau Lianhua.
Meski agak dongkol dengan pujian yang diberikan Zhang Wushang. Tapi Lianhua hanya menerima pujian ibunya yang memang masih terlihat cantik di usianya yang sudah memiliki seorang anak gadis.
"Apa benar, Ibu, ibu kandungku? Karena kamu masih terlalu muda dan cantik. Masa sudah punya anak gadis sepertiku?" tanya Lianhua penasaran.
"Mungkin ibumu memakai obat awet muda. Katanya keluarga Hua kalian, memiliki obat yang bisa membuat seseorang terlihat awet muda. Bahkan orang yang berusia empat puluh tahun, bisa seperti perempuan dua puluh tahunan."
Ucapan Zhang Wushang membuat Lianhua menengok ke arah Hua Tianzhi. Menuntut penjelasan yang membuatnya bingung. Apa ada, obat yang seperti dimaksud pemuda tak dikenal itu?
"Sudah. Sudah. Lebih baik kita teruskan makannya. Hari ini ibu berjanji mau mengantar obat herbal ke balai. Wushang, bisakah kamu menjaga Lian'er? Mungkin jangan biarkan dia ke bukit hari ini. Akan ada hujan badai nanti siang."
"Hujan badai? Padahal langit cerah begini, Bibi. Tidak mungkin akan ada hujan. Tapi, serahkan saja Lianhua padaku. Aku tidak akan ke mana-mana."
"Baiklah, kamu memang anak yang baik. Kalian jaga rumah baik-baik. Nanti siang akan ada hujan badai. Petir juga akan menyambar-nyambar di puncak bukit," terang Hua Tianzhi.
Tetap saja ucapan Hua Tianzhi tidak bisa dipercaya oleh Lianhua dan Wushang. Karena pagi ini terlihat sangat cerah, tak ada awan pun di langit. Tidak mungkin akan terjadi hujan. Bahkan hujan disertai petir yang menyambar-nyambar. Mereka menyangka kalau itu hanya peringatan agar tidak pergi ke manapun.
"Ibu sudah selesai makan. Kamu belum sembuh benar. Jadi jangan pergi ke manapun. Awas kalau pergi ke mana-mana. Ibu akan kembali nanti sore." Hua Tianzhi selesai makan dan berpamitan kepada keduanya.
Kepergian Hua Tianzhi membawa beberapa bahan obat-obatan kering. Setelah menata barang bawaannya, wanita itu menggendongnya di punggung. Sementara Zhang Wushang merasa bersalah pada Lianhua karena tidak menepati janjinya.
"Sekarang aku sudah di sini. Tapi kita belum pergi ke bukit. Aku menemukan sesuatu yang menarik di bukit. Mungkin aku akan mengambilkannya untukmu. Dengan begitu, kamu akan memaafkan ku, kan?"
Melihat ketulusan dari ucapan Zhang Wushang, membuat Lianhua luluh. Seharusnya ia tidak mencurigai orang sebaik itu. Tidak mungkin seorang penipu dan orang jahat. Setidaknya itu yang ada di pikirannya saat ini.
"Aku membawa peta yang ku ambil dari gudang ayahku. Katanya di gunung itu ada artefak langit yang terpendam. Jadi akan kuambilkan artefak itu untuk kamu, Lianhua."
"Aku akan ikut denganmu. Apa, apa dengan mengikuti peta itu, kita akan menemukan harta Karun?" Lianhua terlihat bersemangat karena adanya peta yang dianggap sebagai peta harta karun olehnya.
"Ini artefak langit, Lianhua. Aku tidak tahu isinya apa. Tapi katanya, artefak langit itu berasal dari nirwana. Jadi kita bisa membawa artefak itu untukmu, bagaimana?"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments