Tok..tok ..
Shavara yang sudah berpakaian piyama membuka pintu dan mendapati kakaknya berdiri di depannya.
" Gimana? adek masih marah?" Tanya Shavara lesu.
Tadi Aditya langsung masuk kamar dengan hentakan pintu di tutup keras setelah makan malam besar dadakan bersama Bhumi dan para sahabatnya, sepanjang makan tatapan tajam Aditya berikan pada gurunya itu meski Bhumi menanggapinya santai Bahkan terkesan tidak peduli.
" Jangan dipikirkan, dia mah apa geh diambekin. Ada yang mau Aa omongin ke kamu." Wisnu masuk ke kamar Shavara, lalu duduk di kursi belajarnya.
" Soal aku sama kak Bhumi?" Shavara duduk di bangku toaletnya berniat meneruskan rutinitas skincare malamnya.
Wisnu diam terjeda seakan berat untuk memulai pembicaraan," Bukan, soal Monika."
Shavara langsung menatap Wisnu dengan sorot bertanya karena bingung.
Wisnu balas menatap dalam Shavara menyalurkan rasa penyesalan
" Monika? ada apa dengannya?"
Wisnu menarik lalu mengeluarkan napas dengan berat.
" Kalau Aa terima ungkapan cintanya mungkin dia tidak akan berselingkuh dengan Aryo, kamu gak akan patah hati, dan kalian masih berteman."
Dari pupil matanya yang membesar, Wisnu paham jika Shavara kaget, bahkan mungkin terkejut.
" Dia_naksir Aa?" Shavara tidak yakin ini nyata adanya, dia tidak pernah mengira.
Wisnu mengangguk," udah lama dia sering kasih kode ngegoda gitu, terkadang kalau dia di sini Aa sampe risih karena ulahnya, tapi dia teman kamu makanya Aa diam aja."
Raut Shavara berubah sayu, ia merasa menyesal.
" Maaf, adek enggak tahu itu." Ucap Shavara lemah.
" Bukan salah kamu, dia-nya saja yang kegenitan."
" Terus kenapa sekarang Aa bilang ke aku?"
" Dia suka mengancam Aa kalau dia bakal membocorkan penolakan itu, dia selalu menekankan kalau putusnya kamu sama Aryo adalah kesalahan Aa. Dia tahu betapa cinta-nya kamu sama Aryo, dan kamu bakal kecewa sama Aa. Dia membalas dendam ke Aa lewat kamu."
Shavara menggeleng," Dia ngomong gitu ke Aa?" Shavara tidak menyangka orang yang dia sebut sahabat ternyata musuh dalam selimut.
Wisnu mengangguk," dia bilang andai Aa terima dia, dia gak akan menggoda tunangan kamu dan bikin kamu frustasi."
Shavara menyeringai sinis." Itu cuma alibi dia, jelas-jelas dia ngomong kalau putusnya kami karena aku gak ngasih service ranjang ke Aryo seperti yang dia lakukan."
Wisnu terperangah kaget," dia ngomong gitu?"
Shavara mengangguk," dan si Aryo itu membenarkannya."
" Terus kamu jawab apa?"
" Aku bilang ke dia untuk nikahi aku, aku kasih semuanya. Aku gak bisa lakuin kalau gak dinikahi."
" Memang seharusnya begitu." Sentak Wisnu emosi.
" Sekarang aku malah bersyukur putus dari Aryo."
" Kamu gak marah sama Aa?"
Shavara menggeleng, " enggaklah, itu upaya dia memecah belah kita aja. Aku ambil hikmahnya saja kalau aku terbebas dari hubungan toxic. Aku sadar aku terlalu berharga untuk macam orang gak berguna kayak dia."
" Karena Bhumi?" Tanya Wisnu menggoda.
" Hah? Kok ke kak Bhumi sih." Elak Shavara menyembunyikan malu dan kegugupannya.
Wisnu tersenyum geli melihat semburat merah di pipi adiknya itu.
" Kamu suka dia?"
" Apa sih, A. kami baru kenal ya masa udah ngomongin suka."
" Jangan malu, gak ada larangan cepat move on dari tunangan yang gagal."
" Beneran aku belum sampai tahap sana, cuma ya...dari dia aku sadar kalau hubungan yang aku jalani sama Aryo itu gak sehat buat aku.
" Awalnya aku nyalahin diri sendiri yang gak bisa kasih hal romantis yang Aryo bilang kebutuhannya sebagai lelaki hingga kami putus, tapi kak Bhumi bilang belum tentu juga dia setia pas aku udah kasih. Brengs3k mah brengs3k aja mau bentukannya gimana."
" Benar itu. Loser banget pake ngatain kamu frigid hanya karena kamu gak mau ngasih." Wisnu masih sewot.
" Lain kali aku ketemu dia, Aa pastiin dia lebih dari yang Adit kasih."
" Gak perlu, aku ragu dia bakal ganggu aku lagi. Udah gak ada apa-apa lagi yang dia butuhin di aku."
" Oh syukurlah, kalau begitu. Ya udah Aa balik, kamu langsung tidur."
" Hmmm." Wisnu berjalan ke arahnya, kemudian mengecup pucuk kepalanya.
^^^^^^
Matahari belumlah jua terbit, tapi sepasang anak manusia yang berbeda tempat sudah menyeringai cerah lewat VC mereka.
" Gimana, apa Adit masih cemberut?" Tanya Bhumi yang masih mengusak rambut basahnya.
" Gak tahu, belum ketemu juga. Tapi kayaknya bakal iya. Apa kamu gak apa-apa kalau dia bertingkah rese ke kamu?"
" Cie...senangnya dikhawatirkan calon pacar."
" Kamu mah, aku serius. Dia kalau bad mood rese banget."
" Berarti dia kalau di sekolah bad mood tiap hari, tiap liat muka dia aja aku pengen ngasih ke kucing tetangga." Seloroh Bhumi.
" Hahaha,..."
" Kamu mau aku jemput?" tawar Bhumi.
" Kamu di mana rumahnya?"
" Cempaka putih."
" Dih, kamu mutar balik, gak usah. Rumah kamu lebih dekat ke kampus aku daripada rumah aku, belum kamu ke sekolah muter lagi. kamu mau tawaf keliling Jakarta, pak."
" Hahahaha, demj calon pacar gak apalah meski terkesan bodoh."
" Kamu masih pagi buta udah mandi aja."
" Iya, sebelum berangkat biasanya bantu ibu buka lapak sarapan depan rumah."
" Anak baikkkk..."
" Ya kali aku biarin ibu mengangkat panci berisi sayur sementara aku tiduran."
" Ibu dagang apa emang?"
" Banyak, uduk, lontong sayur, gudeg, gorengan. Lumayan lah buatmt beli berlian."
" Udah banyak pelanggannya kayaknya."
" Alhamdulillah, mahasiswa dan pekerja. Di daerah aku banyak kos-kosan gitu."
" Kalau kamu bantu layanin cepet habisnya ini mah."
" Pastinya." Jawab Bhumi percaya diri.
" Adit suka izin pergi ke rumah gurunya buat belajar, apa itu ke rumah kamu?"
" Kayaknya iya. Dia sama gengnya atau teman sekelas bahkan seangkatan suka main ke sini."
" Buat belajar atau ngegoda mahasiswa."
" Dua-duanya, yang pasti belajar dulu, baru nongkrong di depan rumah kayak gembel. Makanya ibu sampe bukain lapak Warkop gitu buat mereka."
" Asyik ya ibu kamu."
" Iya, kapan-kapan main sini ya, dikenalin sebagai calon mantu." Goda Bhumi.
" Demi apa kamu bisa alay begini, kak. Efek kebanyakan rumus ya?"
" Hahahhaha..."
" Bhumi, mas Bhumi dipanggil mama." Terdengar teriakan di balik pintu kamar Bhumi.
" Udahan dulu ya, tugas negara memanggil."
" Iya, makasih lho ini VC-nya."
" Anytime, cantik. See you."
Shavara masih tersenyum meski sambungan itu sudah berlalu 15 menit yang lalu.
" Teh, disuruh turun, sarapan." Teriak Aditya membuyarkan lamunan Shavara.
" Iya."
Di ruang makan wajah Aditya masih ditekuk, ia bahkan tidak melirik sama sekali pada Shavara.
" Dek, udah ngambeknya. Ngambeknya kamu gak bakal merubah hubungan teteh sama guru kamu." Cibir Fena yang mulai malas dengan wajah cemberut putra bungsunya itu.
" Lagian mama ngadi-ngadi ngejodohin teteh sama guru adek."
" Lah emang kenapa?"
" Beliau guru adek, mah."
" Iya kenapa dengan guru kamu itu, apa dia pria tidak baik?"
" Ya__e.. enggak." Jawab Aditya lemah.
" Dia Playboy?"
" Enggak."
" Apa teteh kamu yang kurang baik buat dia?"
" Enggak juga."
" Terus kenapa?" Ucap Fena gregetan.
" Udah dibilang karena beliau guru adek."
" Emang guru kamu, kalau Bhumi guru mama, dipastikan dia udah jadi papa kalian."
" Ekhem..." Papa berdehem cemburu.
Fena menyengir lebar." Kalau gak ada papa kamu tentunya." Tambah Fena buru-buru.
" Ini terlalu cepat gak sih buat teteh jalin hubungan baru, kalau teteh dikecewakan lagi gimana?"
" Ya bukan jodoh." jawab Fena santai.
" Ma..."
" Adit, ingat peraturan kita, jangan campuri Privasi masing-masing." Ucap papa tegas.
" Iya, maaf. Adek cuma.."
" Gak ada cuma, dek. Kamu mau urusan pribadi kamu direcoki kakak-kakak kamu?" Tanya Anggara.
Aditya menggeleng lemah, " makanha jangan campuri urusan kakak-kakak kamu. Kalau ada yang negecewaian teteh lagi, tugas kita mengobati luka itu."
Shavara tertunduk haru, ia memang sangat merasakan jika lelaki di keluarganya ini sangat melindungi para perempuannya.
" Teh, apa teteh suka pak Dewa?" Tanya Aditya dengan berat hati.
" Untuk sekarang sebagai teman, beliau banyak membantu teteh dari keterpurukan kemarin."
" Beliau galak lho."
" Beliau tidak pernah berpura-pura baik, ia tidak sungkan membantah omongan aku."
" Kalau pak Dewa ngasarin teteh kasih tahu aku."
" Heuh." Atensi semuamya kini ke Wisnu yang mendengkus.
" Yakin kamu bisa ngalahin dia, dia pemegang sabuk hitam karate, dan pecak silat. Sewaktu kuliah sudah jadi asisten pelatih." ucap Wisnu.
" Gak semuanya pake tenaga."
" Dia lebih pintar dari kamu, tentunya."
" Stop." Cegah Shavara sebelum adu mulut terjadi.
Shavara melihat intens pada Aditya." Dek, apapun yang kamu khawatirkan, itu terlalu jauh, sangat jauh. Kami masih sebatas teman."
" Teman tapi mesra." Celetuk Fena.
" Ma..." Tegur papa. Karena melihat taring Aditya yang mulai keluar lagi.
Tring....
Satu pesan masuk ke ponsel Shavara, setelah membacanya tubuh Shavara menegang, hal ini disadari oleh keluarganya.
" Kenapa?" Tanya Wisnu yang duduk di sebelahnya pelan.
" Aryo ingin adek minta maaf di sosmed karena udah mukulin dia..."
" Kalau gak mau?" Potong Fena.
" Dia bakal ngelaporin adek dan Aa ke polisi." Lirih Shavara, ia menunduk.
Wisnu memegang tangan Shavara menenangkan, sedangkan Aditya santai melahap sarapannya.
" Coba mama lihat pesannya." Shavara memberi ponselnya pada Fena.
" Kamu tenang saja, biar mama yang urus dia. Mama pastikan kita yang dapet duit dari dia."
" Ma..." Anggara menegur istrinya yang selalu asal ceplos.
" A, kamu anter teteh ke kampus adek, cepetan makannya jangan lelet."
Mereka pun bergerak serempak sebelum mama mereka mengeluarkan tanduk.
Blam...
Fena yang sudah berpakaian rapih dan resmi terkejut suaminya yang disiplin masih di ruang tamu padahal tadi sudah pamit berangkat.
" Kok papa masih di rumah?"
" Papa ikut mama."
" Kemana?"
" Terserah, papa ikut."
" Ayok, kini saatnya kita tuntaskan ke ruwetan ini."
" Hmm."
Anggara yang berjalan di belakang Fena mengakui kepercayaan diri istrinya ketika mode jendral. Lihatlah istrinya itu untuk menghadapi mantan calon menantunya memilih pakaian berwarna merah menyala kinclong dari atas sampai bawah, tidak luput lipstik berwarna merah pula.
❤️❤️❤️❤️❤️
" Bian, kemari kamu?" Teriak Desty, mama Bian, begitu melihat Bian menuruni tangga.
Dengan malas Bian menghampiri Ibunya di ruang makan yang ternyata sudah dihadiri pula papa, dan tantenya yang numpang hidup di rumahnya.
" Kenapa kemarin kamu gak pulang, notaris dan papa kamu nunggu sampai jam makan malam."
" Aku udah bilang ke Tante Siena aku pulang malam." Ucap Bian yang bertahan berdiri di ambang pintu sambil melirik Siena yang asyik memakan nasi gorengnya.
" Bian, kapan kamu mau dewasanya. Kemarin itu hari terpenting kamu sebagai penerus papa kamu di perusahaan."
" Berapa Kali aku bilang ma aku gak minat meneruskan perusahaan papa, aku gak punya bakat kerja, bakat aku ngabisin duit, kayak mama."
" BIAN, jaga mulut kamu." Hardik Desty.
" Emang benar kan? Emang apa effort mama di perusahaan selain ngabisin kekayaan papa. Bakat itu nurun di aku."
" Kamu anak papa satu-satunya, kalau bukan kamu siapa lagi?"
" Papa masih punya anak lelaki lain selain aku, anak dari ibu Rianti."
Edo Mahendra yang hendak menyuap sarapannya terhenti di tengah jalan, ia lantas kembali menaruh sendok ke piringnya.
Edo Munandar Mahendra, lelaki berusia 47 tahun yang terlihat lebih tua dibanding usianya terdiam merenung.
Nama Rianti, sudah lama tidak dia dengar, namun diakui masih tersemat kuat mengisi relung sanubarinya dengan bercampur perasaan.
Desty melirik tajam Bian yang berucap sembarangan. Ia bergegas ke kursi suaminya yang terletak di kepala meja.
" Mas, tenang. Bian sembarang ucap seperti biasanya, jangan simpan di hati."
" Aku gak sembarang ucap, Kak Bhumi lebih berhak atas perusahaan itu daripada aku. Dia anak tertua papa, mau segimana kalian halau kebenaran itu, hal itu tidak bisa terbantahkan."
" Bian sebaiknya kamu diam." Sentak Desty.
" Oke aku diam, tapi kalau mama maksa aku terus, aku bakal ngomongin itu berulang-ulang." Tukas Bian meninggalkan ruang makan.
Selepas kepergian Bian, Edo tidak kunjung meneruskan sarapannya meski Desty sudah membujuknya.
" Aku kenyang, aku pergi ke kantor dulu."
Edo keluar rumah tanpa mencium kening Desty seperti biasanya, Desty menggeram kesal pada putra satu-satunya yang sudah merusak pagi bahagia mereka.
" Bhumi? Siapa dia, kak?"
" Bukan siapa-siapa, kamu gak kenal dia. Lupakan apa yang diomongin anak tidak berguna itu."
❤️❤️❤️❤️❤️
Di lantai tiga, Aditya memperhatikan suasana sekolah yang ramai ke lantai dasar dalam diamnya, matanya mengikuti kemana Bhumi melangkah sampai ia menghilang dibalik pintu kantor guru
" Lo demen pak Dewa, Dit?" Tanya Ajis ngasal.
" Kalau ngomong ngotak dikit." Omel Aditya.
" Lha emang gue punya otak?"
" Otak Lo di restoran Padang." cibir Devgan.
" Kenapa Lo ngeliatin pak Dewa segitunya?" Tanya Bian.
Aditya melepas napas berat, ia berasa lelah padahal hari masih pagi.
" Kayaknya kakak gue sama pak Bhumi bakal otw serius." Jawab Aditya sedikit tidak rela.
" Masalahnya dimana? Kita tahu pak Dewa bukan lelaki breng-sek." Ujar Leo.
" Dit, Lo suka pak Dewa, Lo sayang sama kakak Lo, pilihannya Lo biarin pak Dewa sama si Leta atau Bu Siena, atau pak Dewa bareng Kakak Lo." ujar Devgan.
" Gue takut kakak gue ngedrop lagi kayak kemarin. Si bangs4t itu udah berhasil bikin kakak gue kehilangan arah."
" Tapi itu kan udah lewat." Seru Leo.
" Sebulanan, kakak gue nangis beruntung mama inisiatif comblangin dia."
" Terus kakak Lo sembuh?"
" Mendingan aja."
" Kan kakak Lo dicomblangi sama pak Dewa, berarti pak Dewa yang bantu kakak Lo sembuh. Kenapa sekarang Lo keberatan dia sama pak Dewa?" Cerocos Ajis.
Perkataan Ajis membuka pemikiran baru di otak Aditya, ia merutuki diri kenapa tidak berpikir sampai ke sana. Dia terlalu egois belum bisa menerima Kakaknya sudah membuka lembaran baru.
Sungguh melihat penderitaan Kakaknya kemarin dia punya ketakutan tersendiri Kakaknya akan kembali tersakiti jika kakaknya kembali berhubungan lagi dengan lelaki.
Bel berbunyi, bukannya masuk kelas Aditya malah berlari menuruni tangga meninggalkan para sahabatnya yang cengo melihatnya berlari.
Brakh....
Pintu dia paksa buka, kantor guru sudah sepi hanya tertinggal satu dua guru di mejanya masing-masing yang belum jam mengajarnya.
Aditya bergegas ke ruang kerja Bhumi, saat tangannya hendak memegang kenop pintu, pintu itu dibuka dari dalam.
Dia terkaget, di dalam ruangan itu bukan hanya ada Bhumi namun juga Arleta dengan pakaian acak-acakan, dua kancing seragam terlepas dari sarangnya, ujung baju terlepas, rok terangkat sepaha.
Mata Aditya langsung menyorot tajam," Lagi ngapain Lo di sini?" Bentak Aditya pada Arleta.
Bentakan Aditya mengundang guru yang masih di kantor berjalan ke arah ruang kerja Bhumi.
Arleta bersembunyi di belakang punggung Bhumi yang tidak menghiraukannya, untuk pertama kalinya Arleta merasa takut melihat Aditya. Mata Aditya yang menghakiminya merasa dirinya kotor.
" Gue tanya, senang apa Lo pagi-pagi di ruangan pak Dewa?"
" Dia mencoba menyodorkan dirinya pada saya setelah kemarin gagal " jawab Bhumi frontal.
Jawaban Bhumi mengagetkan semuanya yang ada, termasuk beberapa siswi yang masuk kantor karena ditugasi guru.
" Pak..." Arleta terkejut bukan main, Bhumi melaksanakan ancamannya.
" Keluar, kamu pikir saya hanya menggertak, saya tidak bisa terima dilecehkan oleh kamu."
Arleta menunduk, dia bertahan berdiri di belakang Bhumi karena malu.
" KELUAR ARLETA!" Bentak Bhumi muak.
Tubuh Arleta gemetaran, dia tidak menyangka gurunya akan semarah ini.
" Leta, pakai jaket saya, kamu tunggu di ruangan BK." Seru Guntur. Guru muda yang juga idola murid selain Bhumi.
Perlahan Arleta keluar dari ruangan Bhumi, saat berjalan ke ruangan BK, ia melirik ke belakang berharap Bhumi melihatnya, namun apalah daya yang dia dapatkan Bhumi menutup pintunya dengan Aditya masuk ke dalamnya.
" Ada apa Adit, bukankah kamu seharusnya di kelas."
" Ngapain bapak sama Leta berdua di sini?"
Bhumi mengamati raut Aditya yang mengeras." Tepatnya Leta yang menyusup ke ruangan saya. Saya masuk dia sudah ada di sini, sambil berusaha mencuri sentuh saya. saya tolak."
" Kenapa bapak menolaknya?"
" Hah? Kamu mau dia?"
" Najis."
" Adit."
" Beneran saya gak mau."
" Apalagi saya, cuma teman kamu Leo yang mau sama dia. Kamu kesini cuma mau ngomongin ini atau ada yang lain? Kamu bolos lho."
Aditya kini memandangi Bhumi dengan serius." Apa bapak suka kakak saya?"
" Suka." Jawab Bhumi tegas.
" Suka macam apa?"
" Apa harus sekarang tanya jawab ini?"
Aditya mengangguk." Moodnya lagi bagus sekarang." Jawab Aditya seenak hati.
" Apa yang kamu mau tahu?"
" Suka macam apa bapak ke kakak saya?"
" Suka lelaki pada wanita."
" Suka aja, atau suka banget?"
Bhumi terkekeh." Banget."
" Kok bisa?"
Bhumi merasa dirinya konyol harus menjelaskan perasaannya pada bocah sekelas Aditya.
" Suka dari pandangan pertama."
" Hueeeekk..." Aditya bergidik geli.
" Hahahaha... romantis ya." Sarkas Bhumi.
" Amit-amit saya kecantol setan genit yang nempel di bapak.".
" Nanti bucin kamu wajib hubungi saya, say bakal ngakak di depan kamu."
" Never."
" Yeah..."
" Pak, saya mau serius ke bapak."
" Lha daritadi belum serius?"
" Pak, si Aryo ngeganggu kakak saya lagi."
Senyum Bhumi memudar." Bagaimana bisa?"
Bhumi mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya yang belum sempat dia buka.
" Dia ingin saya minta maaf, kalau enggak saya dan Aa dilaporin polisi."
" Jangan."
" Gak akan pernah, tapi si teteh pasti kepikiran. Apa bapak bisa tenangin kakak saya?"
" Kamu merestui kami?"
" Terpaksa, kalau bapak nyakiti dia, saya tonjok bapak."
" Saya gak janji gak nyakiti kakak kamu, tapi sekuat tenaga saya berusaha membahagiakan Kakak kamu."
Ceklek...
" Bapak Dewa, katanya..."
" Bisa tidak anda mengetuk pintu Bu Siena?" Sentak Bhumi.
Siena terjengkit kaget," ma..maaf. saya buru-buru, saya tadi dengar kalau bapak dilecehkan Arleta."
" Urusannya dengan anda, apa?"
Skakmat.
Siena bungkam dengan satu kalimat yang menohok itu.
" Saya hanya khawatir."
" Tidak perlu, anda bisa pergi? Anda mengganggu pertemuan kami." Usir Bhumi frontal.
" Baik, kalau anda perlu..."
" Saya tidak akan memanggil anda." Sela Bhumi malas.
" Tutup pintunya Bu. Ini urgent." Ucap Aditya santai.
Siena menutup pintu, namun sebelumnya mendelik tajam pada Aditya yang dibalas cengiran lebar olehnya.
" Kita lanjut pak."
" silakan."
" Saya ingin bapak menemani kakak saya, tapi gak pake acara civman."
Bhumi tertegun," Kamu..."
" Kami sekeluarga tahu, bibir dia sampe bengkak gitu."
" Oo..h.." ucap Bhumi santai
" Bapak gak malu?"
" Biasa saja, saya harap kamu gak salah paham. saya melakukannya karena saya sangat menyukai kakak kamu."
" Jangan sampe kelewat batas saja."
" Do'akan saja."
Sejurus kemudian Aditya beranjak ke arah pintu." ya sudah saya balik ke kelas."
" Terima kasih atas informasinya."
" Saya percayakan kakak saya ke bapak."
" Saya terima tanggung jawab itu."
Setelah Aditya pergi, Bhumi langsung menelpon Shavara.
" Hallo."
❤️❤️❤️❤️
Sejak diturunkan di lobby gedung fakultasnya oleh wisnu, Shavara lebih banyak diam dan muram ditengah canda tawa para teman sekelasnya.
" Varaaa...." pekik Berliana heboh.
" Apa?" tanya Shavara lesu.
" Kenapa Lo, cantik?" Bima menaruh amplop tebal ke meja Shavara.
" Apaan ni?"
" Duit hasil jual cincin Lo."
" dapet berapa?"
" Dua digit, lumayan." kata Kenzo.
" Kapan kita makan-makan?"
" Batal deh kayaknya, dia nuntut adik gue." jawab Shavara lesu, dia menaruh kepalanya ke atas meja."
" APA?" pekikan Berliana cukup mengganggu yang lain.
" Lo tuntut balik, kita bersedia jadi saksi." seru Mira.
" Apa harus sampe segitunya?"
" HARUSLAH " jawab mereka serempak.
Derrttt...derrt...
Saat melihat id caller, bibir Shavara terangkat, entah mengapa hanya baru melihat namanya dia merasa aman.
" Hallo juga kak."
❤️❤️❤️❤️❤️
ceklek...
Tanpa mengetuk pintu Fena dan Anggara masu ruang rawat dimana Aryo terbaring lemah dengan perban membalut hampir seluruh tubuhnya.
" Mbak.." Wita berdiri menyambut Fena.
Fena memperhatikan kondisi Aryo dengan sinis, dan senyum mengejek" Masih hidup kamu?" sarkas Fena membuka sederet perkataan sadis lainnya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Wkwkwk mampos loe 🤣🤣🤣😜
2023-04-24
0
Qaisaa Nazarudin
Astaga Gila banget nih cewek,Masih SMA sudah segitu nya,,11 12 tuh sama si Monika..
2023-04-24
0
Qaisaa Nazarudin
Astaga …tapi Mantep deh mama Fena👏🏻👏🏻👏🏻👍🏻👍🏻💪🏻💪🏻
2023-04-24
0