Bhumi mematut dirinya di depan cermin yang ada di kamarnya, menilai pakaian Jeans hitam, kaos hitam dan kardigan abu-abu yang disiapkan ibunya untuk pertemuan perkenalan kali ini.
Bhumi mengusap rambutnya kencang karena gregetan dengan sikap ibunya yang tidak kapok menjodohkannya dengan putri temannya.
Bhumi bukan termasuk yang ribet soal fashion, itulah mengapa dia tidak pernah lama soal memilih pakaian. Tapi kali ini sudah berjalan 45 menit dia masih berdiri di depan cermin, tangannya mengambil wadah pomade saat pintu kamarnya diketuk.
Tok..tok...
" Bhum, cepetan gak usah pake pomade, gak perlu ganteng-ganteng, biasa aja. Kita sudah terlambat ini." Ucapan ibunya di balik pintu membuatnya menaruh kembali Pomade tersebut.
Dengan langkah tidak semangat Bhumi menarik jaket lalu membuka pintu.
Di sana ibu dan adiknya sudah nyengir kuda." Biasa saja gak perlu mandi air kembang entar perempuannya susah move on kamu-nya sendiri yang susah." sindir Rianti. akan kelakuan tidak sopan anaknya yang menggosting anak temannya.
Bhumi memutar bola matanya malas," kita anter senja ke rumah temannya dulu."
"Hmm.."
^^^^^^^
" Kali ini tempat duduknya dekat pintu, jadi kamu kalau mau kabur, gak perlu alasan konyol kayak tempo hari." sarkas Rianti tajam. saat Bhumi mematikan mesin mobil setelah memarkirkannya di tempat parkir restoran celetukan ibunya membuat Bhumi ingin tertawa.
Bhumi menahan tawa mengingat kelakuannya dulu, saat perjodohan yang ke 15, dimana dia kesal dengan sang wanitanya yang memandanginya dengan tatapan mesum, dia yang merasa dilecehkan beralasan ada panggilan dari sekolah padahal itu malam hari.
Saat membuka pintu mobil untuk ibunya matanya menangkap sosok perempuan yang duduk bersama wanita paruh baya yang dia kenal sebagai teman ibunya sedang memasang wajah sedikit sendu sembari memainkan pipet minumannya.
Melihat dari warna pakaiannya, ia yakin wanita ini yang akan dijodohkan dengannya, dengan susah payah Bhumi menahan tarikan di ujung bibirnya.
" Kamu kenapa, Bhum." Tanya Rianti melihat Bhumi sedang celingukan tak menentu arah berupaya meredam degupam jantungnya dan senyum sumringahnya.
" Enggak apa-apa, yuk cepatan Bu, katanya kita udah terlambat tapi ibu keluar dari mobilnya kayak putri kraton. Gak baik lho bikin mereka nunggu, kalau perjodohan ini gagal nanti ibu lagi yang pusing."
" Dih ngegas, situ yang dandannya lama banget." Rianti tak kalah sewot.
" Iya, maaf."
Melihat perubahan mood dari putranya yang semula malas-malasan menjadi bersemangat 45 tak ayal membuat ibunya khawatir kalau putranya kerasukan jin.
Bahkan Rianti yakin saat ini tangannya ditarik agak kuat saat dibawa buru-buru masuk ke dalam restoran.
Bhumi berjalan mengikuti langkah ibunya ke arah meja matanya tidak lepas pada gadisnya, sang wanita yang semula melihat ke arah luar mengangkat wajahnya menghadap ke dirinya maka terjadilah kontak mata diantara mereka.
Bhumi dapat memastikan jika wanitanya langsung panik, dia ingin tertawa namun sekaligus bingung kenapa wanitanya begitu jalut saat melihatnya.
^^^^^
Shavara kesal pada ibunya yang memaksanya dalam pertemuan ini, sikap galaunya memang menyebalkan tapi kan tidak perlu dijodohkan juga.
" Udah hapus muka bt kamu, mama janji pria yang akan mama kenalin bermilyar kali lebih baik dari si brengsek Aryo."
" Tapi ma, ini tuh maksain banget."
" Ya emang kudu dipaksa, kalau mama terserah kamu sampe kiamat juga kamu mah gak bakalan melangkah maju, kamu kan bulol banget sama si Aryo."
" Lain kali kalau cinta sama orang gak usah pake korbanin diri buat meratapi dia, dia aja udah gak miring kamu, kamu masih lunglai aja."
" Kata ibunya ni orang gak pernah pacaran."
" Ga normal kali."
Pletak...
Fena menjitak kepala Shavara.
" Kamu yang gak normal, orang brengsek ditangisi.
" Dia juga udah mapan."
" Dih ngajarin matre. Emang dia sekaya apa?"
" Dia guru, tapi mama tahu dia udah punya usaha lain, pokoknya mama gak biarin kamu kayak kemarin waktu sama si Aryo."
" Korupsi kali."
Fena melototkan matanya mendengar celetukan putrinya.
" Kata ibunya dia udah mulai merintis usah semenjak SMA, emang kamu SMA ngabisin waktu buat bantu orang kere macam Aryo, udah kaya ditinggal."
jleb...
Shavara diam enggan bicara karena benar adanya.
"Var, camkan ini perempuan sekarang kudu matre, sebab lelaki sekarang gak kayak lelaki dulu, lelaki sekarang kalau kebanyakan duit ngoleksi cewek, jadi cewek gak matre bodoh namanya, duit laki habis gak juntrungan nanti kamu nangis..." Fena gregetan dengan sifat naif putrinya yang terlalu baik untuk lelaki jaman sekarang, entah siapa yang ngajarin Shavara menjadi sedemikian baiknya.
" Mam, ini harus gitu pakaianya kayak gini?" Shavara mengalihkan pembicaraan ke soal pakaian yang dia kenakan, jeans hitam atasan kemeja hitam dibalut kardigan abu-abu.
" Kenapa? Merasa kecantikan ya kamu?"sindiran terkesan mengejek.
" Ishh, gak gitu tapi ini bukan aku banget."
" Kalau kamu pake dress, dianya nanti suka sama kamu, sedangkan kamu enggak. Yang susah kan kamu sendiri. Mama cuma pengen kamu gak terlalu disukainya. Itu masih ada kemeja yang kamu pakai jadi gak ala-alay amat lah."
Satu lagi yang membuat Fena bingung akan kesukaan putrinya mengenakan pakaian semi formal dan femininm di kehidupan sehari-harinya. Kalau ini Fena akan menyalahkan suaminya yang selalu mendandani putrinya mengenakan dress dan pakaian rapih lainnya semenjak bayi.
Shavara selalu puas melihat ibunya yang jengkel dengan cara pakaiannya yang menurutnya terlalu feminim, menurut mamanya perempuan harus sedikit tomboy punya tenaga menghajar pria kurang ajar. Padahal mamanya memasukan dirinya ke pusat bela diri taekwondo sejak dini, kini dia memegang sabuk hitam. Kalau urusan nendang dan hajar mah Shavara khatam.
" Ma, ini udah lewat 15 menit dari waktu janji dia belum datang laki apaan yang gak tepat waktu." Cibir Shavara.
Shavara termasuk yang masih langka di bumi negeri ini yaitu, ia yang selalu datang tepat waktu teng kalau udah janjian dengan orang.
" Kata ibunya mereka sedang nganter adik bungsunya dulu ke rumah temannya."
" Gak ngaruh, harusnya mereka sudah memperhitungkannya. Kata mama dia beda sama si Aryo."
" Kamu mah ini baru 15 menit, mama tahu ya si bajingan Aryo kalau janjian sama kamu selalu terlambat paling cepat dia datang 45 menit lebih dari waktu janjian. Gak adil dong bandingin dia sama si tukang selingkuh itu." Jawab Fena kesal.
Putrinya ini malam ini menjadi orang yang paling menyebalkan seantero dunia dengan seribu satu keluhannya sedari rumah sampe sekarang.
" Kalau kamu jadian sama dia, mama yang pertama ngakak di depan kamu." Ketus Fena.
" Mana mungkin, aku paling benci orang yang gak menghargai waktu. Itu tandanya lelaki itu gak menghargai perempuan."
" Dih si labil tua. Itu kamu bertahan dan bucin selama empat tahun sama si Dugong Aryo yang gak menghargai kamu. Entah kamu yang bodoh atau dia yang terlalu pinter memperdaya kamu."
Jleb...
Untuk kedua kalinya ucapan mamanya menusuk langsung ke jantung Shavara, ia baru menyadari selama ini sudah banyak kode yang ditunjukan semesta kalau Aryo bukan lelaki pantas baginya.
Shavara memalingkan wajahnya memandang ke luar dinding kaca restoran menyembunyikan wajah sendunya, sambil memainkan pipet juice jeruknya.
" Maaf, bukan mama mengatakan kamu bodoh, tapi Aryo yang tidak bersyukur mendapatkan kamu.
" Beruntung kamu mengetahui kebejatannya sebelum menikah. Jadi jangan berlarut-larut dalam kesedihan untuk orang seperti dia, kamu akan merasa seperti orang tolol saat mengingatnya nanti." Nasihat Mamanya menyentuh hatinya.
" Enggak apa-apa, apa yang mama bilang benar. aku memang sebodoh itu."
Shavara merenungi sikapnya selama ini pasca pengkianatan tunangannya, kini Ia merasa baik-baik saja.
Bersyukur dia mempunyai keluarga yang mendukungnya dengan caranya masing-masing. Seperti ibunya yang menunjukan kepeduliannya lewat cara semaunya sendiri dan ucapannya yang nyelekit.
Merasa ada orang yang mendatangi mejanya, Shavara mengalihkan tatapannya dari luar ke arah dua orang yang semakin mendekati mejanya.
Matanya bersirobok dengan manik hitam milik seseorang yang dihindarinya namun mengisi sebagian pikirannya ditengah kegalauan dirinya.
Shavara panik, ia khawatirk pria yang terus menatapnya membongkar tindakan memalukannya saat itu.
" Ma, beneran dia guru?" Bisik Shavara tanpa mengangkat mulutnya berbicara. hanya wanita yang bisa melakukan ini.
" Katanya begitu, tapi buat profesi guru dia kegantengan banget ya."
" Ishh, bukan itu. Emang boleh guru rambutnya dicat."
" Boleh kali, mama gak keberatan jadi muridnya."
Jawaban mamanya yang semakin ngawur membuat Shavara mengakhiri perbincangan bisikan mereka. Niatnya memojokkan pria di depannya itu agar mamanya membatalkan perjodohan ini, namun Shavara paham upayanya berbuah nihil.
" Maaf, lama. Ini si ganteng lamanya minta ampun nyoba jadi orang jelek." Sindir Rianti. Yang disindir mengulum senyum kalem seraya menarik kursi untuk ibu dan dirinya duduki.
Manner itu tertangkap oleh Shavara, bagaimana Bhumi memastikan terlebih dahulu ibunya duduk dengan nyaman barulah ia duduk di tempatnya, di hadapannya.
" Gak apa-apa baru 20 menit, di indonesia. Cuma anak saya yang memegang teguh ketepatan waktu ngedumel dari tadi. Dia bilang awas aja orangnya jelek."
Shavara melotot akan kelonceran mulut sang ibu memfitnah dirinya " aku gak bilang gitu ya." protes Shavara
" Ooh, jadi kamu mau bilang kalau lelaki dihadapan kamu itu ganteng?"
Skakmat...
Ibunya memang paling pintar menjebak anaknya dalam situasi memalukan.
" Ya ..gak gitu juga..." Cicit Shavara melihat buku menu.
Bhumi sungguh mati-matian menahan laju lebaran sudut bibirnya gak tidak over tarikannya, sampai ujung bibirnya berkedut.
" Namanya siapa, ganteng?" Fena memulai percakapan setelah 15 menit tidak yang angkat bicara diantar dua orang yang lebih muda ini.
" Bhumi, Tante."
" Namanya Bhumi Mahadewa Mahendra. Di sekolah dia dipanggil Dewa, karena gantengnya kayak dewa Yunani katanya." Ucap Rianti mengutip alasan salah satu murid anaknya yang les fisika beberapa bulan lalu di rumahnya.
" Gak salah sih. Emang anak kamu gantengnya kebangetan."
" Ma..." Shavara malu kalau ibunya mulai cosplay jadi remaja labil. Dia berharap papanya ada di sini untuk mengendalikan sikap centil mamanya.
" Nak, Bhumi. Bukannya Tante gak sopan, tapi Tante harus pulang karena suami Tante gak bisa makan kalau gak sama Tante." Ucap Fena beranjak berdiri.
Bhumi dan Rianti pun turut berdiri, Bhumi memasang wajah keberatan dan panik, setelah tahu siapa yang akan dipertemukan dengannya dia menyesal tadi mengulur waktu.
" Lho jadi kita langsung pulang ni. Kamu marah ya karena kita terlambat banget." Tanya Rianti bingung.
" Maaf, Tan. Kalau first impression saya gak baik, tapi ini bukannya terlalu dini." Timpal Bhumi cepat, dia berharap pertemuan ini tidak sesingkat ini.
" Enggak apa-apa, sans saja. yang pulang cuma ibu kamu sama saya, kalian masih bisa lanjut."
Kini Shavara yang ingin protes." Ma, mana bisa begitu."
" Baru mama lakuin." Sahut mama tidak merasa bersalah
" Ya.. ini gak bener. Aku datang sama mama, pulang juga sama mama."
BUGh..
Fena memukul lengan Shavara, yang langsung di usap Shavara karena nyeri," kamu gak ngerti amat, mama juga pengen malmingan sama papa. Kalau ada kamu mama kalah terus." Dumel mamanya.
" Seriusan mama cemburu sama anaknya sendiri? Sampai pengen nyingkirin?" Tanya Shavara mendrama melupakan keberadaan lelaki yang bikin dia salah tingkah.
" Seriusan, yuk jeng kita pergi. Bhumi, saya yang anter ibu kamu pulang." Fena tanpa permisi menarik tangan Rianti yang masih terbengong-bengong.
Tinggal mereka berdua dalam suasana canggung, sesekali Bhumi mencuri pandang pada gadis di depannya yang memberinya mimik tidak senang.
" Ini awkward banget gak sih."
" Iya, dan aku gak suka. Kamu boleh pergi kalau gak nyaman. Aku nunggu dijemput." Ucap Shavara, tangannya sibuk mengetik sesuatu di ponselnya.
Bhumi mengambil ponsel Shavara yang sedari tadi terlihat lebih menarik ketimbang dirinya bagi gadisnya ini.
" Heh, siniin hp aku. Gak sopan banget." Shavara mengulurkan tangan ingin merebut balik ponselnya.
" Aku ada salah?"
" Hah?" Shavara terbengong bercampur bingung.
" Kamu dari tadi bawaannya sinis terus sama aku, aku ada salah apa?" Tanya Bhumi lembut.
" Gak ada, perasaan kamu aja kali. Jadi cowok kok baperan." Sedetik setelah mengatakan itu, Shavara memarahi dirinya.
" Aku gak baperan, tapi perkataan dan sikap kamu yang ofensif dan menarik diri dari aku menunjukkannya. Bilang ada salah apa aku sama kamu."
Shavara menggeleng, " maaf." Cicitnya pelan.
" Siniin hp aku, aku mau minta jemputan."
" Aku yang anter kamu pulang."
" Gak bisa, siniin ih hp aku." Jawab Shavara cepat dengan nada agak meninggi.
" Tuh kan ngegas lagi."
" Maaf, bukan itu maksud aku..." Shavara memilih beranjak meninggalkan mejanya.
Saat beberapa langkah mau sampai ke tempat kasir Bhumi mencekal tangannya.
" Kenapa pengen pulang?"
Shavara bebrali melangkah sedikit mendekat, sangat dekat menurut Bhumi yang jantungnya sudah berdegup tidak stabil, lalu Shavara berbisik." Aku gak bawa uang cukup buat pesan makan, mama tadi belum bayar minuman kami. Kan aku pikir mama yang bakal traktir, jadi aku gak bawa dompet." Ucapnya menunduk karena malu.
Bhumi sekali lagi menahan gejolak hatinya ingin menarik gadisnya ke dalam pelukannya.
" Kan ada aku yang bayarin. Yuk kembali ke meja." Bhumi menarik lembut tangan gadisnya yang entah sejak kapan tanpa keduanya sadari dua tangan yang dari tadi menempel kini saling menggenggam.
Shavara menahan tangan Bhumi." Gak mau, malu. Masa udah berdiri, duduk lagi. Kalau kamu masih mau di sini, gak apa-apa aku mau pergi."
" Ya gak mungkin aku di sini sendiri, aku ngikut kamu." Bhumi dengan tidak ikhlas melepas genggamannya, berjalan ke kasir, lalu membayar tagihannya.
Sedangkan Shavara tertegun menatap tangannya yang tadi terlepas dari tangan besar lelaki asing itu.
" Kamu mau kemana?" Tanya Bhumi setelah mereka keluar dari restoran.
" Aku mau ke festival kuliner gak jauh dari taman kota."
" Aku anter kamu."
" Eh..gak usah." Tolak Shavara berharap Bhumi memahami situasi tidak nyaman baginya.
Bhumi menghentikan langkahnya." Mulut kamu boleh bilang maaf, tapi gesture kamu menunjukan kamu gak menyukai ku. Kenapa?" Tanya Bhumi sedikit datar.
Shavara gelagapan, perubahan sikap Bhumi membuatnya takut." Bu..bukan begitu. Aku hanya takut merepotkan kamu."
" Mana ada. Kan aku yang menawarkan diri. Katakan yang sebenarnya."
" Sungguh cuma itu alasannya, gak ada yang lain." Sanggah Shavara mencoba meyakinkan.
" Kamu gak nyaman sama aku?" tembak Bhumi to teh point.
Shavara makin terpojok, ia melangkah lebar menuju parkiran mobil." Mana mobil kamu, katanya mau nganterin aku. Gak jadi? Kok masih bengong." Ucap Shavara tidak santai.
Bhumi terkekeh geli, ia berlari kecil menuju Pajero sport keluaran terbaru berwarna abu-abu metalik.
" Yang ini." Bhumi menunggu Shavara mendatanginya, ia sudah membukakan pintu penumpang depan.
" Ishh, mama ini sumpah kalau udah malu-maluin gak nanggung." Keluh Shavara menghempaskan ponselnya ke pangkuannya. mereka sudah duduk di dalam mobil.
" Kenapa?" Bhumi bertanya sambil memasang seatbelt-nya.
" Mama barusan ng-wa kalau aku malam ini bebas, khusus malam ini jam malam ku dihapus."
" Bagus dong. itu tandanya mama kamu suka aku setelah kesan pertama aku yang enggak banget."
" Iya, kamu ngaret banget."
" Maaf, kalau aku tahu yang mau dijodohin sama aku itu kamu, aku pastinya datang duluan."
Ucapan Bhumi membuat jantung Shavara berdegup kencang, ia salah tingkah. Mata elang Bhumi menangkap kegugupan itu, tak dipungkiri hatinya menghangat.
" Daripada ngeluh mending kita nikmati." Bhumi melajukan mobilnya meninggalkan area restoran.
" Iya emang, aku niatnya gak mau pulang. Ini terjadi baru kali ini selama 24 Tahun aku hidup."
" Kamu masih punya jam malam?" Tanya Bhumi tidak yakin.
" Heeh, aku yang udah di ujung bangku kuliah, bentar lagi ngajuin proposal judul skripsi punya jam malam sampe jam 10.55. sedangkan adik laki-laki ku yang SMA sampe jam 11 malam. Lelucon banget gak sih itu."
" Hahahaha,..." Bhumi terbahak.
" Well, aku senang ada yang menganggap hidup aku lucu..." Sindir Shavara kecut.
Bhumi menghentikan tawanya." Maaf, gak maksud. Aku salut aja sama orang tua kamu. Aku pikir cuma aku yang protektif sama adik aku."
" Kamu punya adik?"
" Satu, perempuan. kelas 11 dia bersekolah tempat aku ngajar. Dia, aku kasih jam malam sampai jam sembilan. Dan tiap dia keluar pulangnya pasti marah-marah." kekeh Bhumi.
" Jam sembilan? Kamu bercanda?" Kaget Shavara.
" Nope. Seriusan. Dan aku ngehukum dia berat banget kalau dia melanggarnya."
" Tapi jam sembilan come on." Erang Shavara prihatin. Dia pikir keluarganya yang paling kolot, ternyata ada yang lain.
" Dia masih SMA, mungkin kalau udah kuliah jam 10.55." Bhumi langsung terbahak-bahak mendapat delikan tajam dari Shavara.
" Kalian para lelaki tidak memahami emansipasi wanita sekarang ini."
" Salah paham kamu itu, kami lakukan itu karena kami sangat memahami isi kepala lelaki jaman sekarang. Kami sangat menghargai kalian, makanya kami jaga kalian sedemikian rupa sebelum kalian halal bagi seseorang."
" Tapi adik kamu boleh pacaran kan?"
" Boleh, kalau dia ngenalin lelakinya, dan usianya 20 tahun."
" Ya Tuhan ku .." respon Shavara yang begitu mendramatisir bagai hiburan tersendiri bagi Bhumi.
Sepanjang jalan, mereka mengobrol ringan dan terbuka hal yang tidak bisa bagi keduanya saat baru mengenal seseorang.
❤️❤️❤️❤️❤️
Binar mata Shavara kala melihat puluhan jejeran kaki lima dengan berbagai lampu berwarna-warni sebagi hiasan venue-nya menarik perhatian Bhumi, dia suka melihatnya.
" Kalau adikku tahu aku ke sini gak ngajak dia, dia pasti marah." ucap Bhumi berdiri si sisi Shavara yang masih terkagum-kagum.
Shavara menoleh padanya," telpon aja, suruh dia ke sini."
" NO WAY. Malam ini aku mau nemenin kamu, khusus buat kamu gak dirusuhin dia."
Karena tidak tahu harus bereaksi seperti apa, Shavara memilih melangkah cepat meninggalkan Bhumi di belakangnya.
Bhumi mengulum senyum gemas melihatnya, namun itu tidak lama setelah beberapa langkah, Shavara berbalik melangkah padanya.
" Kenapa?" tanya Bhumi bingung.
" Kalau uangku gak cukup, aku pinjem uang kamu ya. aku kalau lihat makanan suka kalap." ucap Shavara ragu-ragu
" Gak usah pinjem, aku traktir kamu."
Shavara menggeleng." kakak lelaki ku gak bolehin aku dijajanin laki-laki."
" Ya terus gimana, aku gak mau pinjemin kamu."
" mana hp aku, aku mau hubungi adik aku minta duit dia."
" Gak bisa, hp kamu di aku dulu. entar aku dicuekin lagi kayak tadi."
" Ya udah kapan-kapan aku traktir kamu."
" oke, deal." Bhumi mengulurkan tangan untuk bersalaman.
" Oke, deal." Shavara membalas uluran tangan itu.
Namun saat ingin melepasnya, tangan Bhumi menahannya." takut kamu ilang, gini aja terus. yuk..berburu makanan."
Bhumi menarik Shavara untuk mengikutinya menikmati malam kebebasannya walau hanya untuk satu malam....
Baca karyaku yang lain juga ya.. Terikat Mumtaz...
yuk habis baca like, komen, vote, hadiah, dan juga share ya!!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Menusuk tapi itulah kenyataan yg perlu kamu sadari,jgn mau di bodohin..
2023-04-24
0