Sebelum baca jangan lupa tinggalkan jejak....
"Hahahaha..."
" Jangan ketawain,ih..." Shavara menggeplak lengan Bhumi yang tidak kunjung berhenti menertawainya.
Tawa Bhumi memelan, satu tangannya meraih tangan Shavara yang tadi memukulnya, membawanya ke pahanya, dan menggenggamnya.
" Maaf,..maaf. aku bukan ngetawain kamu, aku pikir cuma aku yang mikir begitu."
" Maksudnya?" Shavara menautkan alisnya karena bingung.
" Aku pernah bilang saat kita pisah malam itu, kalau aku bakal hubungi kamu, pas besoknya aku mau telpon kamu, aku baru sadar kalau aku gak punya nomor kamu, aku langsung senewen. Aku coba cari di medsos, tapi gak nemu akun kamu, mau tanya ibu, tapi malu takut diledek. Apalagi aku punya adik yang menyebalkan abis suka ngeledekin aku."
Shavara terkikik geli," konyol banget ya kita."
" Iya." Bhumi manggut-manggut tersenyum sambil tangannya memainkan jemari Shavara.
" Kamu, kenapa gak pernah makan di restoran lagi?"
Bhumi yang tiba-tiba bertanya hal itu membuat Shavara gugup bercampur malu. Ia ingin menarik tangan yang digenggam Bhumi, namun ditahan olehnya.
" Jangan menghindar. aku tiap hari mengunjungi restoran berharap ketemu kamu lagi, apalagi saat kemarin lupa minta nomor kamu, aku di sana sampai tutup." Bhumi sesekali memandanginya, karena dia juga harus tetap fokus menyetir.
" Itu juga pertama kalinya aku makan di sana. Jadi gak bisa dikatakan udah langganan juga."
" Jadi bukan karena menghindari aku?"
Meski ragu Shavara menggeleng tidak meyakinkan.
" Jangan bohong."
" Siapa yang bohong?" Elak Shavara tidak terima meski tudingan itu tidak salah juga.
" Kalau gak bo..."
" Okey, aku malu. Aku takut ke sana terus ketemu kamu. Meski ujungnya ketemu kamu juga lewat percomblangan mama." Rungutnya cemberut.
" Hahahhaha..ini yang namanya jodoh gak bakal kemana." Bhumi mengecup punggung tangan Shavara.
Shavara memalingkan wajahnya keluar jendela mobilnya menyembunyikan semburat merah di wajahnya.
Sembari tersenyum Bhumi melirik Shavara yang terlihat malu, ibu jarinya mengelus tangan Shavara. Ia sangat suka memegang tangan lembut ini, tiba-tiba...
Kruyuk...
Bhumi dan Shavara saling pandang, sesaat kemudian keduanya tertawa, yang satu tertawa karena geli yang satu tertawa karena malu.
" Ck, malu-maluin." Shavara memukul pelan perutnya yang berbunyi.
Refleks Bhumi mengusap perut rata itu agar tidak dipukul lagi. Kontan Shavara menahan napas merasakan usapan lembut tersebut.
" Keluarin napasnya, sayang." Bhumi menarik tangannya dari perut.
" Jangan dibiasain nyentuh aku. Meski kamu bilang tidak dalam artian negatif, tetap saja aku merasa..."
" Maaf, itu refleks. Aku juga gak tahu kenapa suka banget nyentuh kamu."
Shavara melirik memicing penuh curiga,
Bhumi mengangkat jarinya membentuk V, " sumpah, kamu perempuan pertama yang sering aku sentuh. Bahkan Senja atau ibu saja aku jarang menyentuhnya kalau gak perlu-perlu amat."
Derrt...
Shavara mengambil ponselnya yang bergetar dari dalam tasnya." Dari Aa Wisnu."
" Hallo."
" Dek, kamu dimana? Udah pulang belum?"
" Ini lagi di jalan mau pulang, kenapa?"
" Sama siapa? Adit sama kamu?"
" Enggak, aku sama kak Bhumi, teman Aa."
Bhumi berbisik ingin bicara. Ia melepas genggaman tangannya untuk mengambil ponsel dari Shavara.
" Hallo, Bro. Gue Bhumi. Shava sama gue."
" Shava?"
" Adik Lo, panggilan dari gue."
" Semua aman kan?"
" Tenang, aman. Cuma perutnya Shava aja yang gak aman. Jadi gue mau ngajak Shava makan dulu baru bawa pulang."
" Okey, tapi lo banyak utang cerita sama gue sampe manggil adik gue Shava. inget Lo punya gebetan yang Lo bilang udah fall in love banget itu. Adik gue bukan tempat transit."
" Iya, kita ketemuan gue cerita ke elo."
Klik...
Tanpa sungkan Bhumi memutus sambungan telpon tanpa permisi ke Shavara.
" Cerita apa?" Tanya Shavara. Matanya melirik ponselnya yang sedang dikutak-katik oleh Bhumi.
" Kesalahpahaman."
" Soal?"
" Kamu dan perempuan yang aku taksir."
Shavara langsung terdiam, entah mengapa mendengar Bhumi menyukai seseorang dirinya sangat tidak tenang.
Diamnya Shavara mengundang Bhumi untuk meliriknya.
" Teman-teman kamu juga tadi bilang kamu jangan sampe oleng." Kata Shavara merenung, ia merasa belum siap kembali patah hati.
Patah hati? Jadian saja belum, mungkin gak akan pernah jadian. Kenapa dia mikir patah hati, ah, mungkin ini disebabkan Bhumi yang selalu mengatakan kalau dia sangat menyukainya, yang ternyata tidak menyukainya. Mungkin menyukainya, tapi ternyata tidak sangat menyukainya seperti yang dia pikirkan.
Hembusan napas Shavara terdengar oleh Bhumi, Bhumi memperhatikan raut Shavara yang terlihat tidak seceria tadi.
" Sepertinya kepala cantik mu itu terlalu banyak berpikir yang mengarah ke salah paham."
Shavara diam, tidak menanggapi.
Tidak mendapat respon dari Shavara, Bhumi mengambil tangan Shavara, namun ditepis oleh sang empunya.
Bhumi kaget, ia mencoba lagi mengambil tangan mungil itu, namun lagi-lagi Shavara menepisnya.
Bhumi menghela napas, dia tidak menyukai Shavara yang kembali menjaga jarak dengannya.
" Kita makan dulu, abis itu baru kita ngobrol membahas kesalahpahaman ini."
" Bisa pulang langsung enggak, kak? Aku capek."
" Tapi perut kamu kelaparan."
" Aku bisa makan di rumah."
" Aku yakin kamu gak bakal makan begitu sampai di rumah pasti kamu langsung ke kamar."
Shavara mendelik sinis ke arah Bhumi." Sok tahu. Pacar bukan, tapi sok ngatur."
" Ngomong disaat perut lapar gak bakal mendapat hasil yang diinginkan."
" Ya udah kita pulang. Kalau kakak gak mau nganter aku pulang, aku bisa pulang sendiri." Shavara mulai memasukkan beberapa barang yang sudah dikeluarkan ke dalam tasnya.
Bhumi meminggirkan mobilnya, lalu mematikan mesinnya, kemudian dia mengunci pintu mobilnya sebelum menghadap pada Shavara.
Shavara menatap Bhumi geram." Buka pintunya."
" Aku anter kamu pulang, dan dengerin aku dulu."
" Kalau kakak cuma mau ngasih tahu gadis yang sedang kakak taksir aku gak berminat."
Bhumi memerhatikan raut marah Shavara." Kamu cemburu?"
" Mana ada, enggak. Cuma aku gak minat jadi mainan kakak."
Bhumi sangat tidak suka akan ucapan Shavara, dia menatap marah Shavara.
" Berapa kali aku bilang aku suka kamu."ucap Bhumi dingin.
" Bullshit, kakak juga sedang mendekati perempuan lain. Semua lelaki memang sama tidak bisa pada satu wanita syukur-syukur aku belum masuk ke jebakan kakak walau kakak mungkin sedikit terhibur karena sudah menyentuhku."
" Perempuan itu kamu. Shava." Tekan Bhumi tajam.
Shavara menatapnya tanpa ekspresi, " terserah, sekarang buka pintunya."
" Ya Tuhan. Shava, percaya sama aku. Aku cerita ke mereka kalau aku suka sama perempuan yang diputuskan sama pacarnya di restoran tempo hari.
" Terus Wisnu cerita kalau adiknya patah hati, teman-teman aku ngusulin buat aku deketin adiknya Wisnu yang aku tolak karena aku sudah terlanjur suka sama perempuan itu.
"Mana aku tahu kalau dimaksud Wisnu itu kamu, kalau aku tahu, aku langsung jawab oke saat itu juga."
" Jadi..."
" Iya itu kamu. Teman-teman aku gencar banget promosiin kamu, pake bilang kamu cantik bangetlah, tapi aku kekeuh sama perempuan yang aku cium dipertemuan pertama, dan menghabiskan malam bersama aku."
" Ternyata perempuan yang kalian maksud itu aku?" Bhumi mengangguk.
" Habis ini mereka pasti bakal ngeledek aku habis-habisan."
" Hahahahaha..lagian sok banget pake acara nolak padahal belum juga ketemuan."
" Erlangga atau Adnan sering ngajak aku kencan buta, tapi gak pernah satu pun aku suka perempuannya. Jadi kupikir ini pun bakal sama. Ya..gimana aku udah terlanjur suka sama kamu."
" Apa sih...loncer banget ngegombalnya."
Melihat Shavara yang mulai santai, Bhumi kembali melajukan mobilnya sambil terkekeh.
" Padahal setiap kata yang aku sampaikan ke kamu itu beneran dari hati aku, tapi kamu nanggepinnya sekedar gombalan."
" Ya..agak janggal aja kamu obralin kata suka padahal kita belum kenal sama sekali."
" Dapat dipahami juga omongan kamu, tapi malam itu kita udah saling ngobrol tentang diri kita."
" Itu gak cukup untuk dijadikan alasan suka."
" Kalau gitu mari kita saling mengenal pribadi masing-masing."
" Oke, deal."
" Kita kenalannya jadi diri sendiri ya?"
" Iyalah masa jadi diri tetangga." Balas Shavara.
" Bukan gitu, kita jangan saling sungkan. kalau memang gak cocok atau gak suka bilang supaya tabiat nyebelin kita keluar langsung."
" Oke, siapa takut. aku anti gengsi-gengsian.
" Oke, kalau gitu sekarang aku mau ngajak kamu makan di angkringan atau pinggir jalan a.k.a kaki lima. Kalau kamu gak suka kita skip, kalau suka kita lanjut makan di sana."
Ucapan itu diartikan Shavara sebagai tantangan, " boleh, siapa gak berani."
Bhumi terkekeh, ia mengacak lembut rambut Shavara.
Setiba di jejeran penjual kaki lima, Bhumi memarkirkan mobilnya di depan ruko yang sudah tutup dekat para pedagang itu, Bhumi mengajak Shavara ke pedagang yang menyediakan pecel lele, dan teman-temannya.
" Lho, bapak tumben makan disini, pak. hari bukan waktunya ngawas daerah sini." Sapa penjual yang terlihat masih muda yang terdiri dari dua orang.
" Saya mampir buat makan."
Mereka malah mencium tangan Bhumi, walau Bhumi sedikit terlihat risih.
" Kamu mau makan apa? Tanya Bhumi.
" Pecel lele, ada nasi uduknya gak?"
" Yud, ada nasi uduk gak? Bhumi menghampiri meja yang terdapat jejeran menu makanan tambahan.
" Ada pak."
" Saya pesan dua nasi uduk yang satu pecel lele, satunya pecel ayam."
" Aku mau tambah tahu, kak." Kata Shavara yang ternyata mengikutinya.
" Tahu aja?"
" Iya, dua."
" Terus ditambah satu tempe, dan tiga tahu ya."
" Oke, bapak sama calon ibunya bisa duduk di tempat yang nyaman." Ujar pria bernama Yudi.
mereka berdua tertawa kecil mendengar Selorohan Yudi.
" Kamu ngawsin mereka dagang juga?"
Bhumi mengangguk." cuma sambilan untuk memastikan kalau mereka konsisten."
" Mereka siapa kamu?" Tanya Shavara saat mereka duduk lesehan.
" Mereka murid aku."
" Seriusan?" Shavara tidak menyangka ada anak SMA yang mau dagang.
" Iya, Beberapa lapak angkringan yang tersebar di daerah sini merupakan dagangan murid aku."
" Woow keren..jarang banget anak muda sekarang mau dagang kaki lima."
" Ini, pak. Pesenannya." Yudi menaruh pesanan mereka di atas meja.
" Buat kakak cantik ini gratis es jeruk."
Shavara tersenyum." Makasih."
" Sama-sama, pasti tidak mudah ya kak punya pacar kayak pak Dewa yang galaknya naudzubillah."
" Hahahaha... Gak galak sama sekali."
" Beda ya pak kalau sama calon bini." Cibir Yudi.
" Bedalah, gak kayak ke kamu fisika dapat enam itu juga keseseret sama si Adit gimana saya mau baik sama kamu."
" Dih, curhat." Yudi melipir kembali sibuk dengan dagangannya.
" Hahahaha...sumpah aku kalau dapat guru yang asik kayak kamu pelajaran kimia juga aku jabanin." Ucap Shavara ditengah memisahkan daging lele yang masih panas.
Bhumi membantu memisahkan daging lele dari tulangnya.
" makasih." ucap Shavara setelah daging lele semuanya terpisah dari tulangnya.
" Sama-sama."
" Aku sama mereka beda aku sama kamu, mending kamu jangan jadi murid aku, auto ngambek mulu kamu sama aku."
" Hahahaha." Bhumi senang Shavara banyak tertawa karena dia.
Di jalan sepulang dari makan, Bhumi mengendarai mobilnya secara lambat, amat sangat lambat. dia sengaja melakukannya karena enggan mengakhiri kebersaman mereka.
derrrt....drrt....
Shavara menghela napas untuk kesekian kalinya karena Aditya sudah menelponnya untuk ke empat Kalinya menanyakan posisinya.
" mobilnya mendadak keabisan bensin, mode hemat atau gimana. kok lelet banget."
" Bhumi terkekeh," sengaja, aku belum mau pisah sama kamu."
" Ish, nyari masalah. ini si adek nelponin mulu padahal udah dikasih tahu aku lagi di jalan."
" Adek?"
" Adit, adik aku."
" Ooh, bocah songong yang tadi di restoran ngancem aku itu ya."
" hehhehe, iya. dia."
" lagian kenapa dia nelponin kamu mulu, kan Aa Wisnu udah tahu kamu sama aku, dia juga tahu kamu sama aku."
" Gak tahu dia mah emang paling rempong."
Saat mobil mengarah ke rumah Shavara terlihat beberapa siswa SMA nongkrong di atasan motornya yang ternyata Aditya dan sahabatnya.
Aditya yang mengenali mobil Bhumi langsung berdiri di tengah jalan sambil bertolak pinggang berniat menghalangi.
Bhumi menghentikan mobilnya tidak jauh dari mereka.
" Lihat, adek kamu ngapain coba nongkrong di sana bukannya masuk rumah." kata Bhumi menunjuk segerombolan sosial SMA tersebut.
" Gak tahu, baru tahu aku dia ga jelas gitu misi hidupnya." sahut Shavara yang membuat Bhumi tertawa.
" Misi hidup...Keren banget ni bocah pake istilah misi padahal nongkrong."
" Oh iya, aku udah simpan nomor aku di hp kamu, nanti kamu hubungi aku ya."
" Gak mau, mana ada perempuan dulu yang nelpon nanti disebut ganjen."
" Mana ada, enggak gitu konsepnya."
" Pokoknya gak mau, kalau mau telponan, harus kamu dulu."
" Ya udah aku minta nomor kamu." Bhumi menyodorkan ponselnya pada Shavara
" Gak mau ngetikin, kamu lah yang ngetik. beras aku nawarin diri sendiri kalau ngetik sendiri."
" Ya Tuhan. ribetnya. kalau aku gak suka kamu banget aku langsung masukin lagi ini hpnya. malas aku debat cuma soal nomor."
" Dih, kayak aku mau adu mulut cuma soal nomor. kalau aku gak terlanjur dicivm aku juga gak bakal mau dianter pulang." sewot Shavara.
" Berapa nomornya?" Shavara pun menyebutkan nomornya dengan Bhumi yang mengetiknya.
"Soal ci-uman,..." Bhumi mematikan lampu dalam mobil, dan langsung mengecup bibir Shavara. hanya kecupan tapi mampu membuat Shavara tertegun.
" kiss perpisahan." bisik Bhumi depan wajah shavara.
" Kebiasaan." bisik Shavara
" Biasakan."
Cup
Satu kecupan mendarat Lagos belum Bhumi membuka pintu.
Bhumi dan Shavara turun dari mobil, menghampiri Aditya yang sudah berlagak kepala keluarga dilengkapi tatapan menilai pada Bhumi.
Sementara para sahabatnya menikmati kecantikan Shavara yang menurut mereka mahapurna.
" Bapak darimana saja?" tanya Aditya dengan raut sok galak mengintimidasi, tapi bukannya takut jatuhnya mereka malah melihat lawak. sekuat tenaga Bhumi menahan tawa.
" Restoran." jawab Shavara santai.
" Lama amat, aku udah datang dari 30 menit yang lalu. ini kita tadi pake acara mampir dulu nganter Aira karena si bulol itu ditelepon Aira yang minta jemput." Aditya melirik Bian yang masih bertengger di atas motor mengisap permen kaki.
" Tadi kita mampir makan dulu." jawab Bhumi.
" Shava, aku anter kamu ke rumah." Bhumi sudah berdiri di samping Shavara menyentuh ujung pinggang Shavara agar berjalan karena merasa tidak nyaman mengobrol di pinggir jalan.
" Gak perlu, biar aku yang nganter." tolak Aditya.
" Saya saja, kalau saya gak nganter nyampe masuk rumah nanti kalian ledek ganteng sih, tapi beraninya nganter sampai gerbang rumah doang." ucap Bhumi yang sudah hafal sifat nyinyir para muridnya tersebut.
" Tetap saja gak perlu ..."
" Udah sih, Dit. Lo kayak laki yang ngeciduk bininya selingkuh." omel Bian menarik kerah seragam Aditya.
" Tahu, daritadi juga nagapain kita berdiri di sini bukannya masuk rumah Lo." timpal Devgan.
" Berisik Lo pada. kalau mau pulang, pulang sana." usir Aditya.
" Ogah, belum makan kita." sahut Ajis yang dibenarkan oleh semuanya.
" Gembel bermodus temen Lo pada." dumel Aditya yang diabaikan para sahabatnya.
Melangkah ke rumah, Aditya berjalan di samping Shavara menghalangi Bhumi, namun Bhumi yang didukung para temannya berhasil berjalan di sisi lain Shavara.
" Kenapa kamu gak masuk duluan Dek?"
" Gak berani masuk, takut ketahuan berantem sama mama." bisik Aditya.
" Dek? hmmpt..." Devgan dan yang lain pura-pura menahan tawa.
Aditya memejamkan matanya, dia tahu setelah ini hidupnya akan selalu diolok-olok sampai temannya itu menemukan hal baru yang lebih menarik.
"ADEK!" ledek Leo.
" Di sekolah bisa ae jadi biang kerok, ternyata dia rumah ADEK!" ledek Ajis.
" Dia berlagak berlagak cool, ternyata di rumah ADEK!" sahut Bian.
Shavara meringis perihatin adiknya menjadi bulan-bulanan para sahabatnya.
Aditya mengamuk, saat ia hendak menggeplak satu persatu para sahabatnya, mereka malah lari.
" Woy, jangan lari Lo pada, sini Lo." bentak Aditya yang tidak ada aura menakutkan sama sekali.
" Si bego nyuruh berhenti, tapi dia ngejar mau ngegetok ya kita lari." sahut Ajis yang bersama yang lainnya memasuki pekarangan rumah.
Saking kesalnya Aditya, dia melupakan kakaknya yang masih berjalan santai bersama Bhumi.
" Jalannya jangan cepat-cepat, nanti cepat sampe." Bhumi menggenggam jemari Shavara.
" Ini kita udah di depan rumah lho, kak."
" Tapi kan belum masuk pagar."
" Ya Tuhan ku, pantesan aja mereka konyol gurunya sendiri absurd."
" Aku hanya ingin menikmati kebersamaan dengan mu biarpun sedetik lebih lama."
" Kak, woy, cepat. lelet amat dah." Aditya menarik tangan Shavara.
" Ngapain bapak ikut kemari?"
" Dek, biarin sih. siapa tahu kalau ada guru kamu mama gak begitu marah." ujar Shavara sambil menuju pintu untuk memencet bel.
melihat lampu dalam rumah masih menyala, Shavara yakin orang rumah belum tidur.
Ting..tong...
Seakan orang yang di dalam sudah menunggu, begitu bel berbunyi pintu segara dibuka. Mama lah yang membukanya.
Mata Fena langsung tertuju pada Aditya yang meringsek ke belakang tubuh Shavara, Dalam pandangan Aditya mata Fena melancarkan sinar X yang bisa mengoyak jantungnya.
Fena merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.
" Wahai putraku.., adindaku.. kebanggaan ku...kemarilah nak. hari ini adinda sudah berhasil membuat Mamanda mu bangga."
Pertunjukan tali kasih yang konyol ini segera diabadikan oleh para Devgan dengan ponselnya sejak Fena mengatakan adindaku.
Aditya menatap Shavara meminta pendapat, ia tidak yakin ini mamanya." mam, are you okay?" tanyanya, matanya melirik papanya dan Wisnu yang berdiri di belakang mamanya.
Tidak kunjung ada sambut atas rentangan tangannya, Fena menarik kuat Aditya ke dalam pelukannya. Fena memeluk erat Aditya yang kemudian digoyang-goyangkan dengan kuat sambil melontarkan sejuta pujian untuk anak bungsunya sementara Aditya meringis kesakitan yang mana matanya menyorotkan memohon pertolongan pada papanya yang mengedikan bahu tidak berdaya.
Fena mengurai pelukannya setelah puas memeluk anaknya, tapi bagi Aditya dirinya serasa dicekik. " ADEK, udah besar udah bisa menjaga tetehnya. mama bangga padamu, nak."
" Ma, adek habis berantem lho, mama gak marah?"
" Kenapa harus marah, kamu cuma melindungi kakak kamu dari si brengsek itu."
" Dari mama tahu?"
" Kamu gak tahu, kalau kejadian sore tadi viral, bahkan sampe mampir di fyp mama." Aditya menggeleng.
Para sahabatnya langsung membuka medsos mereka yang ramai masuk pesan pada mereka terkait kemarahan Aditya.
" Berapa tulang dia yang patah?"
" Gak tahu, Adek cuma ngehajjar dia aja terus-terusan.
"Great job, tapi lain kali pastikan tangannya yang berani melecehkan anak gadis mama potong tiga."
Mata Fena kini tertuju pada Shavara yang berdiri bersama Bhumi.
" Omo..Omo..Omo...nak Bhumi kok bisa bareng Vara?" tanya sumringah Fena yang langsung menyingkirkan Aditya dari hadapannya.
Hanya sesaat itu rasa takjub Fena pada tindakan Ksatria anak bungsunya yang sekarang diganti kehebohan sejoli ini.
Bhumi menyalami Fena," Maaf, Tan. nganterin pulangnya agak terlambat tadi makan dulu.
Fena mengibaskan tangannya, " ah enggak apa-apa. jam segini mah masih sore." padahal jam sudah menunjukan pukul sembilan malam.
" Mama,..gak bisa gitu dong." protes Aditya.
" Apa sih kamu, Dit. masuk ke dalam sana." usir Fena dengan teganya.
" Tante, kita numpang makan ya." ujar Ajis.
" Makan saja,Tante sengaja masak banyak karena tahu kalian pasti ngegembel."
" Astaga Tante bahasanya halus sekali." sindir Leo yang menyalami Fena begitu juga yang lain.
" Itu bahas sayang Tante buat kalian. udah cepat masuk, jangan bikin mata Tante sepet lihat tampang kucel kalian."
" Bhumi juga masuk dulu, kita ngobrol sebentar."
" Mama kok udah akrab sama pak Dewa?" Aditya masih keberatan gurunya disambut layaknya tamu spesial.
" Lha dia kan anak teman mama, yang mama jodohkan waktu itu sama kakak kamu."
" Hah? berarti dia yang..civm kak Vara?"
Jeger...gelegar ...
Di kepala Aditya saat ini banyak sekali suara petir dan geledek yang saling bersahutan, dia terkena syok mental. tubuhnya mematung kaku memerhatikan mereka berdua.
Shavara tersenyum kaku, sedangkan Bhumi terkana tenang. Wisnu menatap Bhumi dengan segudang pertanyaan yang dibalas Bhumi dengan keyakinan...
Baca karyaku yang lainnya..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Wkwkwk Dasar mama comblang🤣🤣🤣🤣😜😜
2023-04-24
0