BAB 6

Pekerjaan ku di luar kota sudah selesai. Sekarang aku dalam perjalanan pulang menuju rumah. Aku sudah tak sabar lagi ingin meminta penjelasan dari Clarissa.

Aku berjalan masuk ke dalam rumah, perlahan aku melangkahkan kaki ke kamar. Terdengar suara Clarissa sedang tertawa bahagia, sepertinya ia sedang berbicara dengan seseorang melalui panggilan telepon.

Cekleek.

Aku membuka pintu kamar, Clarissa sedang duduk di depan meja riasnya. Ia menoleh dan menatapku dengan membulatkan kedua matanya.

"Wenny telepon nya udahan dulu ya, ntar gue kabarin lu lagi. Bye," katanya mematikan telepon, lalu menghampiri ku.

"Sayaaang. Akhirnya kamu pulang juga, muaach," Clarissa mengecup bibirku dan memelukku erat.

Entah kenapa aku masih teringat ucapan Rafael, hingga sikapku sedikit dingin pada Clarissa.

"Kamu gak kangen aku ya? kenapa diem aja dari tadi?" Clarissa mengerucutkan bibirnya marah.

"Aku sengaja pulang gak ngabarin dulu, ada yang ingin aku tanyain sama kamu. Kemarin kamu pergi kemana, dan sama siapa aja?"

Aku menatap Clarissa dengan curiga, ia membalikan badannya dan mengatakan jika temannya ada yang ulang tahun di sebuah Club. Karena acaranya berlangsung di malam hari, Clarissa memberi alasan, jika ia takut tak mendapatkan ijin dariku.

"Disana banyak teman-teman ku yang datang, memang ada pria juga disana. Tapi kamu jangan salah paham dulu sayang, mereka semua berpesta, dan beberapa ada yang mabuk lalu berjalan sempoyongan. Jadi salah satu dari mereka sempat menabrakku, hingga aku jatuh ke pelukan nya. Tapi kami gak ada apa-apa sayang, percayalah kalau gak percaya tanya aja sama Wenny."

"Aku tahu hari ini akan terjadi, karena secara gak sengaja Sinta mengatakan jika Rafael ada disana. Dan dia jadi galau kembali setelah melihat Rafael bersama wanita lain. Makanya dia sengaja mencari ulah denganku, dia ingin bersama Raymond untuk membalaskan rasa sakitnya karena Rafael. Dasar wanita bodoh, kau tak tahu jika aku lebih cerdik darimu. Apalagi kau mencoba mengambil videoku bersama Raymond. Untung saja Wenny melihatnya, dan dia berhasil jatuhin handphone mu sampai rusak." batin Clarissa di dalam hatinya penuh kelicikan.

Tanpa bertanya tentang pria yang bersamanya, Clarissa langsung mengatakan semuanya padaku. Aku merasa tak ada yang harus aku curigai lagi, tapi setengah hatiku merasakan sesuatu yang tak beres. Tapi aku tak bisa menanyainya lebih banyak lagi. Pasti Clarissa akan marah karena merasa aku tak mempercayai nya.

"Apa kamu masih gak percaya sama aku?" Clarissa menatapku dengan menyipitkan kedua matanya.

"Aku percaya kok, aku hanya menghawatirkan mu. Lain kali kamu gak boleh pergi sendirian apalagi malam-malam seperti itu."

"Pasti Rafael ya yang bilang ke kamu? aku tahu pasti dia melihat kejadian itu, dan mencurigai ku. Dasar Rafael, gak pernah percaya sama sahabatnya sendiri."

Kini kami duduk di taman depan dengan menikmati secangkir teh. Sore hari ini tak biasanya Clarissa ikut duduk di taman, menikmati senja di kursi taman.

Terdengar bunyi bel, Clarissa bergegas membukakan pintu gerbang. Nampak seorang pemuda membawa amplop coklat berdiri diluar pagar. Ia menyatukan kedua tangannya pada Clarissa. Karena penasaran aku menghampiri mereka.

"Maaf ada perlu apa?"

"Pak. Saya sangat membutuhkan pekerjaan, untuk membiayai Ibu saya yang sedang sakit. Saya sudah gak punya pekerjaan karena dipecat bos. Saya terlalu sering cuti kerja untuk mengantarkan ibu berobat. Tapi sekarang jangankan untuk berobat, untuk makan sehari-hari saja saya gak ada Pak. Tolong berikan saya pekerjaan apa saja."

Aku terharu mendengar ceritanya, tapi aku tak tahu mau mempekerjakan nya sebagai apa. Karena selama ini, kami hanya mempekerjakan Mbok Itoh saja di rumah ini. Clarissa memberitahu ku, jika ia membutuhkan sopir untuk mengantar kemanapun. Sebenarnya kami tak terlalu membutuhkan tenaga sopir, tapi tak ada salahnya membantu pemuda ini.

"Tapi kau disini tidak hanya menjadi sopir saja. Karena saya dan suami juga jarang keluar, jadi kau bisa serabutan melakukan semua pekerjaan di rumah ini. Bagaimana, apa kau mau?" tanya Clarissa dengan tegas.

"Sayang, mana mungkin dia melakukan berbagai pekerjaan di rumah ini?"

"Itu resikonya jika bekerja dengan kita, oh iya siapa namamu?" Clarissa berkacak pinggang melihat pemuda itu dengan sorot mata tajam.

Pemuda itu menjabat tangan kami, dan memperkenalkan namanya.

"Saya Raymond Pak, Bu. Dan saya mau kerja serabutan disini. Saya tidak keberatan menjadi sopir dan melakukan pekerjaan lainnya."

"Baiklah Raymond, bisa serahkan berkas lamaran pekerjaan mu. Sebenarnya kami hanya ingin menolong mu saja, semoga ibumu lekas sembuh. Kamu bisa kembali lagi besok pagi."

Aku duduk kembali di kursi taman, membuka amplop coklat berisi data diri pemuda tadi. Clarissa berpamitan padaku masuk ke rumah.

"Loh katanya mau nemenin aku disini?"

"Aku ingin duduk di dalam saja sayang, disini banyak debu tau," jawabnya seraya berjalan ke dal rumah.

*

*

Keesokan paginya. Clarissa sudah bangun lebih dulu dariku. Tak biasanya ia bangun sepagi itu.

"Sayang. Bangunlah, aku sudah menyiapka sarapan untukmu." kata Clarissa dengan mengecup pipiku.

Aku meregangkan otot di tubuh, menatap Clarissa keheranan.

"Loh tumben kamu bangun lebih dulu dariku? ada apa nih, tumben banget. Apa kamu mau melakukan nya pagi-pagi begini?" kataku dengan menaikan alis mata.

"Iih. Apa an sih sayang, kamu kan masih capek. Gak mungkin dong aku memintamu melakukan nya pagi ini."

"Hmm. Kenapa gak mungkin sayang? biasanya kamu selalu maksa minta begituan tiap kali aku baru pulang luar kota. Kok tumben gak ngajakin olahraga?"

"Aku tahu kamu capek sayang. Nanti saja kalau kamu udah gak capek, kita bermain-main lagi."

Aku hanya menyunggingkan senyum, merasa aneh dengan perubahan Clarissa. Tak biasanya ia dapat mengendalikan gairah nya.

Setelah bersiap berangkat ke kantor, Mbok Itoh datang bersama Raymond.

"Tuan, pria ini ingin bertemu dengan anda."

"Iya Mbok Itoh, terima kasih."

"Silahkan duduk dulu." aku meminta Mbok Itoh membuatkan minuman untuk Raymond.

Aku menjelaskan semua yang harus dilakukan Raymond ketika tak melakukan tugasnya sebagai sopir.

"Sudah jelaskan Ray? silahkan diminum teh nya. Setelah ini antarkan saya ke kantor. Dan kau boleh kembali ke rumah membantu pekerjaan Mbok Itoh."

Tiba-tiba Clarissa datang mengenakan baju rapi dan tas jinjing.

"Kalian mau kemana?"

"Aku meminta Raymond mengantarkan ke kantor. Kamu mau kemana sayang sepagi ini sudah rapi?"

"Hmm aku mau ke butik, udah lama gak ngecek kesana."

Clarissa memang mempunyai beberapa butik sebagai usaha sampingannya. Meski ia melakukan bisnis itu, karena bosan di rumah saja.

"Ya udah kita bareng aja. Raymond setelah mengantar saya, kau antar Ibu ke butik nya."

"Iya Pak."

Disepanjang perjalanan Clarissa hanya diam dengan memainkan ponselnya. Tak biasanya istriku itu jadi pendiam, biasanya ia selalu bersimap manja di depan siapapun. Aku mengira, dia hanya malu pada pegawai baru kami.

Setelah sampai di kantor, Clarissa hanya mengecup punggung tanganku. Tanpa memelukku seperti biasanya, aku sedikit aneh dengan perubahan sikapnya. Tapi aku berpikir positif, jika ia memang sedang menjaga sikap di depan pekerja baru kami.

...Bersambung. ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!