Perjalanan pulang dari Malang ke Jakarta dimulai pada sore itu juga. Terlihat Pak Radi yang membawa mobil itu, setelah seharian tadi Bang Agus mengemudikan mobil ini mengelilingi Kota Batu, lalu kembali ke Malang. Mereka berpisah dengan keluarga Mbak Suwartini di satu titik, di pinggiran kota itu.
Tampaknya Tante Ismaya sudah meminta mereka untuk berhenti di rest are berikutnya, menjelang waktu Magrib. Kedua supir yang sudah lama bekerja di perusahaan Om Jhon itu tampak kompak dan membagi tugas dengan adil.
Mereka segera mencari tempat makan, setelah Tante Ismaya dan Jenna keluar dari pintu masjid di bagian wanita. Pada bangunan beratap tinggi itulah, warung- warung yang menjual berbagai jenis makanan berjejer rapi. Di sana, Jenna dan Pak Radi memilih menu soto ayam karena ada kuahnya yang panas, kaya bumbu dan segar. Tante Ismaya mencari menu makanan lainnya. Sedangkan Bang Agus memilih masakan Padang. Walaupun Menurut Jenna, masakan Padang di daerah Jawa Timur ini kurang greget rasanya, bila dibandingkan warung Padang sekelas di pinggir jalanan di Kota Jakarta.
Perjalanan kembali dilakukan, melewati jalan Tol trans Jawa dalam keadaan tenang. Bang Agus menyetel lagu- lagu galau pop Indonesia dengan volume sedang.
Sampai hape Jenna berkedip - kedip tanda ada pesan yang masuk. Maklum sudah menjelang pukul 23.30. Tanda Jenna harus sudah harus beristirahat dan menikmati bobok cantik di kursinya. Hape dia silent, sejak meninggalkan rest area tadi.
Ada pesan WA dari Tante Amanda di group keluarga Damash. Di sana dikabarkan Kalau Karolina sudah melahirkan seorang bayi berjenis kelamin laki - laki lewat operasi Caesar satu jam yang lalu.
" Ada apa, Jenna ? " ujar Tante Ismaya yang ikut terganggu karena cahaya hape yang sedang dibukanya tadi.
" Karolina sudah melahirkan, Tante. Anaknya laki- laki lewat Operasi."
" Akhirnya.. " Bisik Tante Ismaya lega." Bang Agus kita sampai di mana? istirahat dulu ya kalau ada rest area terdekat, ya!"
Jenna hanya memilih minum teh manis hangat. Dia jarang makan makanan berat kalau sudah tengah malam. Agar tidak terlalu mengantuk, Jenna berjalan- jalan dulu di sepanjang tempat yang ditata seperti warung ala anak muda nongkrong. Sementara Bang Agus dan Pak Radi minum kopi dan menikmati semangkok mie instan rebus.
"Jangan jauh- jauh, Jenna. Kita susah nanti mencari mu!" Teriak Tante itu.
" Jenna ke toilet dulu!"
Hoodie merah maron segera Jenna tarik topinya sampai menutupi sedikit dahinya. Mungkin karena masih sedikit mengantuk Jenna kurang memperhatikan keadaan di sekelilingnya.
Ternyata, ada rombongan dari bis-bis yang juga berhenti di tempat parkir yang berbeda. Sebab, ruang tunggu di toilet itu jadi agak ramai, terutama di bagian toilet untuk wanita.
Jenna menyempatkan menggosok gigi. juga menyemprotkan face water di wajahnya. Setelah dia menyelesaikan kepentingannya untuk buang air kecil. Seperti biasa, Jenna tidak terlalu memperhatikan beberapa ibu-ibu yang mengobrol sambil menunggu antrian di depan pintu kamar mandi
.
Langkah Jenna terhadang oleh sekelompok anak - anak remaja tanggung, yang tidak menyadari kalau cara mereka berkumpul di depan pintu masuk toilet itu akan menggangu orang-orang yang akan masuk ke sana.
Bahkan dalam kelompok laki-laki itu ada dua di antaranya adalah remaja putri. Mereka berbicara sangat keras dan tertawa bebas.
" Permisi! " ucap Jenna agak keras, karena mereka menghalangi jalannya untuk menuju ke parkiran di bawah sana.
.
Salah satu diantara anak muda itu mereka menatap Jenna agak seksama. Lalu ada ucapan yang dilontarkan anak muda itu dengan wajah yang kurang ajar. Jenna yang kurang paham dengan arti kata dari bahasa daerah yang jarang Jenna dengar itu. Jadi dia tidak peduli!
Awas saja kalau berani! Berani menyenggol atau menyentuhnya. Si ABG labil itu pasti akan terkena kiriman ketupat Bangka Hulunya. Remaja itu menyeringai bermaksud menegur atau mengajak bicara Jenna.
Ternyata Pak Radi yang berdiri agak jauh dari rombongan itu, sejak tadi mengawasi reaksi anak- anak yang sepertinya rombongan dari suatu daerah di Jawa Barat.
"Mbak Jenna?" panggil supir Om Jhon itu, lalu berjalan di belakangnya.
Sebenarnya Jenna tidak tahu kalau ucapan tadi adalah pujian yang keluar dari mulut seorang remaja tanggung, menjelang dewasa. Karena dia sudah cukup tertarik melihat sosok mungil Jenna dan wajah cantiknya yang asli tanpa sapuan makeup atau bedak tebal.
"Nggak apa-apa, Mbak?"
"Baik-baik, Pak. Disuruh Tante Ismaya menyusul ya, Pak?"
Bang Agus tadi yang melihat beberapa bus yang baru datang di parkiran sebelah timur. Lelaki itu memperhatikan sekeliling mobil. Sebelum melanjutkan perjalanan kembali
Pukul 10 siang, mobil mereka mulai memasuki tol Cikampek arah Jakarta. Pak Radi langsung membawa mobil itu menuju ke arah rumah Tante Ismaya ke arah Tebet.
Baru kedua supir itu mengantar Jenna ke rumah orang tuanya di pasar Minggu.
"Jenna, ingat. Istirahat di rumah tiga hari. Jangan kemana-mana dulu. Apalagi menengok bayi!"
Begitulah nasehat Tante Ismaya, agar mereka benar- benar sehat sebelum beraktivitas kembali.
Sekarang dia dapat merasakan harum sarung bantal,guling dan sprei di kamarnya lagi. Berbaring nyaman untuk meluruskan punggungnya. Setelah perjalanan yang cukup lama, hampir 12 jam lebih karena diselingi dengan istirahat, makan dan sholat.
Seperti biasa, tiga hari tanpa bepergian ke luar rumah bagi Jenna Melinda Damash adalah sebuah siksaan. Walaupun dia sempat membaca tentang artikel penyakit covid ini yang penyebarannya semakin meluas. Bukan saja di Indonesia juga di beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Karolina lebih kecewa lagi. kalau dihitung, sudah lebih dari 14 hari dia tak bertemu dengan sepupunya itu.
Jadi sekarang dia hanya bisa berkirim kabar dan berbicaralah melalui telpon saja. Tampaknya, Jenna harus mengkarantina dirinya sendirinya.
Sedikit kesal Karolina menatap wajah bosan Jenna. Salahnya jalan- jalan terus! Nggak ada simpati sama sekali anak itu dengan kesulitan dirinya, yang harus terbaring diam di ranjang rumah sakit ternama di daerah Jakarta Pusat. Keluarga Damash sengaja mencari kamar kelas VVIP, demi menjaga kesehatan ibu dan bayinya.
" Sudahlah,Jenna. Minggu depan Kita tengok Karolina kalau sudah kembali ke Sentul. Oke!"
"Nggak oke itu, sih. Ma!"
Tangan terampil dokter Arunika memeriksa suhu tubuh putri bungsunya itu. Sebenarnya, dia kurang setuju dengan langkah adiknya Jhon dan istrinya yang masih terus berbisnis di masa pandemi. Apalagi tetap mengunjungi beberapa kota dalam rangka memperkuat pangsa pasar. Memang menjual produk secara online lebih aman. Tetapi adiknya itu bertanggung jawab pada kebutuhan hidup dan nafkah para pegawainya yang jumlahnya ratusan orang.
"Telpon Tante Ega, sana. Minta dikirim brosur produk bayi. Nanti kita buat parcel yang bagus untuk hadiah bayinya Karolina."
Jenna memandang bosan pada jendela kaca di kamarnya dalam tiga hari ini. Banyak Mal yang mulai ditutup karena mematuhi himbauan pemerintah setempat m
Tadi, Aira cucu perempuan Mak Isah yang kelas 6 SD sudah membawa pesanan Jenna. Empat lembar kertas kado yang bergambarkan batik. Di depan sekolahnya ada toko buku kecil yang menjual semua keperluan alat tulis dan pernak- pernik kado.
Gadis manis itu langsung ke toko itu menggurus sepeda mininya. Setelah menyelesaikan sekolah daring. Di paviliun belakang rumah, memang masih dapat menangkap sinyal WiFi yang dipasang pak Ferry untuk kepentingan kerjanya.Bahkan WiFi itu sekarang dimanfaatkan dua cucu Mak Isah yang harus belajar di rumah. Karena sekolah ditutup. Sekarang cucu Mak Isah yang lebih sering tinggal di paviliun tersebut yang merupakan tempat tinggal Mak Isah orang yang dipercaya mengurus rumah keluarga Darmawan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 292 Episodes
Comments