Di ruangan sempit dan agak pengap, itulah Jenna duduk seperti tawanan.
Apa kesalahannya kali ini? Apa dia hanya datang tanpa membawa undangan?
Lagi- lagi pria tampan itu hanya mengamatinya dengan seksama. Mulai dari alas kaki Jenna yang hanya menggunakan sepatu kerjanya high heels hitam. Setelan berupa blus lengan pendek yang dilengkapi dengan blazer coklat dan celana Palazzo hitam.
Apalagi dia datang hanya mengenakan pashmina hitam yang disampirkan di kepalanya saja dengan melilitkan kedua ujung kerudung itu di sekeliling lehernya. Dengan satu tujuan menghormati tuan rumah pada acara pengajian ini.
" Apa- apaan ini, bagus sekali cara tuan rumah menyambut tamunya seperti ini?" Ujar Jenna menjelaskan. Tentu setelah dia berusaha menghilangkan rasa terkejutnya.
" Apa tujuan Nona datang ke rumah ini!? " Tanya lelaki itu dingin.
"Saya mau mengikuti acara tujuh bulanan Karolina Anita Damash, apa saya tidak boleh datang ?"
Lelaki itu menggelengkan kepalanya. Tanda kurang yakin dengan kehadiran gadis cantik ini di luar ekspektasi.
" Ya , Sudah saya akan pulang! Sungguh sambutan yang paling spesial buat saya kali ini!" Ujar Jenna jengkel.
" Nona, Anda tidak boleh keluar dulu! Sebelum menjelaskan apa tujuan anda datang ke kediaman Bapak Hisbillah?"
Kesal Jenna memandang pria tampan ini yang memperlakukan dirinya laksana si pesakitan. " Siapa nama Anda ?"
Pria itu jadi ragu- ragu. Sungguh wanita cantik dengan tubuh mungil yang molek ini masih punya nyali yang besar juga. " Saya Marvin Jayadi!"
" Saya Jenna Melinda Darmawan, cucu Andrian Saputra Damash! " katab Jenna menjelaskan jati dirinya.
" Siapa nama Anda dan keturunan dari mana! Saya tidak peduli! Apa maksud anda berputar-putar di depan rumah tadi?"
"Tuan Marvin Jayadi yang terhormat! Saya baru kali ini datang ke rumah ini. Tak ada orang yang menyambut di depan sana. Rumah ini seperti museum saja. Besar, kosong dan tak ada petunjuk!"
Bola mata Pria tampan itu melotot tajam. Dia terus berdiri tegak bagai menara Eiffel. Tak goyah dengan penjelasan Jenna yang panjang lebar itu. Huh, menyebalkan!
" Ya, sudah. Tolong berikan kado ini pada Ibu Karolina Anita. Hati-hati!"
Jenna tersenyum licik ketika dia menyerahkan seperangkat alat make-up khusus yang dibuat Tante Ismaya untuk para ibu hamil dengan mengurangi kadar tertentu dalam pembuatannya .
Tampak pria itu agak takut memegang kado dalam kotak besar berbungkus kertas warna-warni yang cantik.
Cepat, Jenna keluar dari ruangan di samping dapur itu! sial! Memang wajah cantiknya ini lebih mirip agen kGB apa! Yang diperkenalkan para pejabat Rusia zaman dahulu untuk mendapatkan informasi dari lawannya politiknya.
Suara sepatu high heels Jenna mengetuk jalan beraspal mulus di sekeliling rumah besar itu. Segera dia menuju Honda Jazz merahnya yang terparkir agak jauh dari rumah besar itu .
Mungkin karena sangat kesal dan agak tersinggung dengan perlakuan pria tadi, Jenna kurang mengamati keadaan sekeliling. Dia juga tidak melihat sosok suami Karolina yang terburu- buru berlari keluar dari halaman rumah. Setelah mendapat laporan dari Marvin, asistennya. Tentang tamu wanita cantik yang datang agak mencurigakan.
Farhan baru menyadari ketika sebuah mobil city car warna merah melesat dari ujung jalan sana, sambil membunyikan klakson dengan sangat keras.
"Bagaimana, Bos? " Teriak Marvin yang tadi mencari ikut mencari Si Tamu cantik dari pelataran parkir di seberang rumah lainnya.
"Gawat, Vin! Dia itu Jenna. Celaka dua belas ini... Nanti bukan saja kita diamuk oleh Karolina tetapi Lo bisa ditembak Opa Damash karena membuat cucu kesayangannya marah karena ditolak datang ke rumah ini!"
" Sorry, Bos!" ujar Marvin menyesal.
Kesal, Farhan meninju lengan kokoh asistennya itu. Pria muda ini sangat handal dalam menangani sebagian pekerjaannya di kantor. Tetapi sangat menjauhi kehidupan percintaan yang dulu pernah menghancurkan keluarganya .
" Lo harus minta maaf, Vin! Terserah caranya.Sial .... Lo, kebanyakan nonton film spionase kali ya sampai segitunya?"
Baru kali ini Marvin Jayadi melihat bos mudanya agak senewen. Selama ini sahabatnya, saat mereka kuliah di kampus yang sama di kota Bogor ini selalu tenang saat menghadapi berbagai persoalan.
"Saya harus minta maaf, Bos?"
" Nggak tahulah .... Jenna itu lebih sulit dihadapi dibandingkan Karolina! Seharusnya tadi Jenna menghajar tubuhmu itu dengan tendangan taekwondo yang dipelajarinya dengan tekun, sejak di bangku SMP!"
"Maksud Bos, gadis itu punya ilmu bela diri,. begitu ?"
" Mungkin, Jenna juga diajari si Opa menggunakan senjata api untuk berburu. Sebab Opa Damash mempunyai komunitas kelompok berburu yang masih aktif sampai sekarang...."
Wajah Marvin memucat. Selama ini dia hanya mendengarkan kehebatan dan kedigdayaan keluarga dari istri sahabatnya, karena dia hanya mendengarkan dengan sebelah telinga. Jadi, dia agak bingung ketika Farhan memutuskan menikahi Karolina hanya setelah enam bulan mereka berpacaran.
Padahal banyak kenalan dari kedua orang tua Farhan yang ingin menjadi besan dengan mereka. Pada umumnya para orang tua itu berasal dari lingkup pendidikan dan latar keluarga yang hampir sama. Mulai dari teman seperjuangan Pak Zaenuddin Hisbillah di partai, rekan bisnis juga ada yang mempunyai hubungan persaudaraan dan sahabat lama dari beliau.
Justru Farhan tertarik ketika dia diperkenalkan oleh Pak Damash pada cucunya yang cantik dan tampil memukau pada pertemuan bisnis di sebuah gedung pertemuan di Jakarta.
Penampilan Karolina yang sederhana, justru membuatnya lebih cantik dari beberapa foto dan brosur yang menampilkan wajah profesionalnya sebagai model.
Mereka bertemu beberapa kali di studio foto dan lokasi pengambilan gambar yang menampilkan pemandangan resort juga arena wisata terbaru yang menjadi proyek Farhan tersebut
Jarak Sentul-Bogor bukanlah jarak yang jauh bagi Farhan kala itu. Di satu rumah besar, dari beberapa rumah yang menjadi kompleks perumahan keluarga Damash itulah Karolina tinggal. Sedangkan dia dan Sepupunya Jenna, tinggal di sebuah apartemen di daerah Selatan Jakarta.
Farhan akhirnya melamar Karolina setelah mereka mantap melanjutkan hubungan itu sampai ke jenjang pernikahan.
" Bos?"
Suara panggilan asisten yang lain, membuyarkan lamunan Farhan. Sementara acara di rumah utama sudah selesai. Terlihat para tamu berbondong - bondong keluar. Di tangan mereka ada goodie bag besar berisi nasi kotak dan sovenir berupa gelas besar berukir tanggal dan nama acara hari ini.
"Mam, Jenna mana? Kok, nggak kelihatan?" Suara Karolina agak berbisik karena menahan rasa nyeri pada punggung dan pinggangnya karena terlalu duduk lama di lantai mengikuti pengajian dan doa- doa. Sementara perutnya semakin besar dan berat .
Tak lama terdengar suara ketukan di pintu kamar itu. Wajah keruh Marvin tampak terlihat di depan pintu yang dibuka oleh mamanya Karolina.
"Ya?"
" Maaf, Bu. Ini kado dari Non Jenna!" ujar Marvin sopan, sambil menyerahkan bungkusan kado yang kertasnya sudah lecek dan tak seindah saat diserahkan oleh gadis cantik tadi.
"Lho cuma kadonya aja, Keponakan saya mana? Suruh masuk , Vin! Karolina sudah menunggu tuh. Maklum tadi ikut pengajian jadi hape silent jadi nggak dengar kalau sepupunya itu telpon berkali- kali."
" Maaf, Bu... Karena ada miskomunikasi, Non Jenna marah sama saya. Tadi dia langsung pulang!"
" Hah, kamu suruh pulang? Apa- apaan kamu ini, Vin! Bilang sama Farhan sana, dia harus bertanggung jawab dengan acara santunan nanti!"
Ibu Amanda mulai tak bisa menahan emosinya. Padahal dia sudah wanti- wanti untuk menunggu kehadiran keponakannya itu yang paling handal mengurus pengorganisasian soal santunan. Dia juga yang mengusulkan agar beberapa panti itu dikirim berbagai makanan cepat saji dari beberapa restoran fast food yang paling dekat dengan area mereka. Bukan karena tidak percaya kalau sumbangan uang itu tidak sampai pada anak- anak yatim secara langsung!
" Maaf, Bu! " Ujar Marvin terbata- bata. Seumur hidup baru kali ini dia kena semprot emak - emak rempong kelas sosialita.
" Apa kamu pikir jarak Kelapa Gading ke Bogor itu dekat, Hah! Kasihan Jenna diperlakukan tidak pantas di rumah ini. Ayo Karolina kita pulang! Mama males berurusan dengan masalah ini lagi.
Panggil Farhan, sana!"
Kaki Marvin sampai gemetaran melihat kemarahan wanita yang tadi terlihat anggun dan kalem. Agak lama dia mencari keberadaan Farhan sang bos. Pria itu ternyata duduk di ruang tamu bersama orang tua dan keluarganya yang sengaja datang dari beberapa wilayah mulai dari Depok, Puncak sampai Sukabumi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 292 Episodes
Comments