"Mama, papa Vanye pulang!"
Vanye langsung berlari masuk meninggalkan Daniel sendiri. Dia terlalu rindu pada orang tuanya, sehingga dia kalap saat sampai rumah.
"Ya ampun Sayang, kamu ini sudah menikah tapi masih saja seperti anak kecil," omel Ratih sambil merentangkan tangan bersiap untuk memeluk putri semata wayangnya ini.
Greep!
Pelukan Vanye mampu membuat Ratih oleng kebelakang, tapi dengan cepat Dimas menahan tubuh istrinya agar tidak terjatuh. "Vanye, jangan kencang-kencang Sayang, nanti mamamu jatuh bagaimana?" Protes Dimas.
Vanye hanya tersenyum, "maaf Papa, aku sangat merindukan Mama jadi terlalu bersemangat," balasnya.
"Kebiasaan kamu, Nak."
Dimas pun mencari keberadaan Daniel, sedari tadi dia belum melihat batang hidung menantunya. "Daniel mana?" tanya Dimas.
"Dia ada di luar, mungkin masih keluarin barang-barang," balas Vanye.
"Kamu ini, bukannya bantuin suaminya malah langsung lari." Dimas mencubit gemas pipi anaknya, dia benar-benar tak menyangka Vanye menjadi gemuk kan setelah menikah dengan Daniel.
"Ish, kan dia bisa sendiri Pa!" Vanye langsung mengelus pipinya.
"Tapi —"
"Nggak perlu berdebat, aku sudah masuk kok. Lagian cuma membawa beberapa barang sama oleh-oleh saja, nggak terlalu berat." Daniel menghentikan pertikaian kecil antara anak dan bapak itu.
Daniel langsung memberikan oleh-olehnya pada bibi untuk di simpan atau dihidangkan, setelah itu dia menghampiri mertuanya dan mencium punggung tangan mereka.
"Bagaimana kabarmu? Apa Vanye nggak membuatmu stres?" tanya Dimas langsung mendapat cubitan kencang dari Vanye.
"Papa ih, selalu deh gitu sama anaknya sendiri. Bukannya dipuji, malah di jelek-jelekin!" kesal Vanye.
"Sudah-sudah, jangan bertengkar terus. Lebih baik kalian masuk kamar, bereskan semua baju kalian, setelah itu kita makan siang. Pas banget kalian datangnya di waktu jam makan, jadi kita makan sama-sama." Ratih menengahi perdebatan tanpa henti itu.
Dia hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah suami dan anaknya, selalu seperti anak kecil. Sebab itulah, Ratih sempat khawatir jika Vanye tidak bisa menjalani pernikahan jika sifatnya selalu kekanak-kanakan.
"Benar apa kata Mamamu, cepat masuk kamar dan bersihkan badan kalian. Kita tunggu di meja makan," kata Dimas.
Mereka berdua pun mengangguk dan segera naik ke lantai dua. Ketika mereka sampai di depan pintu, Vanye mempersilahkan suaminya masuk. "Selamat datang di kamar tercintaku," ujar Vanye langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
"Ini kamarmu?" tanya Daniel terus melihat seluruh kamar istrinya. Terlihat sangat mewah, bisa di bilang luasnya melebihi rumahnya. Ranjangnya juga sangat besar, bisa muat empat orang.
"Iyalahh! Bagaimana bagus nggak?" Vanye berharap mendapat pujian, tapi Daniel malah menjahilinya lagi.
"Jelek!" goda Daniel.
"Apa kamu bilang?" Vanye terduduk dan menatap tajam Daniel. Dia sangat kesal saat suaminya mengatai kamarnya jelek, padahal Vanye memilih desain interior terbagus.
"Bercanda Sayang." Daniel langsung memeluk tubuh istrinya. "Bagus kok, malah aku sampai minder masuk kesini. Seperti kamar Sultan," ucapnya lagi.
Tapi kali ini Daniel berbicara sambil menghirup lembut ceruk leher Vanye. Dia juga sedikit menggigit kecil kulit leher istrinya, sampai meninggalkan bekas merah di sana.
"Daniel —"
"Vanye, apakah kamu masih belum siap melakukannya denganku?" tanya Daniel sambil terus mengulum lembut daun telinga Vanye, sambil sang empu merinding disco.
"Daniel, a-aku, akkhh!" tanpa sadar mulutnya mulai mengeluarkan racauan kecil. Bagaimana tidak meracau jika tangan Daniel mulai berani meremass bukit kembarnya.
"Daniel stop!" Vanye langsung mendorong tubuh Daniel sampai terpental ke atas ranjang.
Seketika Daniel tersadar, dia baru saja melewati batasnya. Tapi, bagaimanapun dirinya ini lelaki normal pasti akan ada keinginan untuk menjamahh.
"Maaf, mungkin aku terlalu terburu-buru." Daniel berusaha meminta maaf, meski ini bukan sepenuhnya salah dia.
"Mandilah, aku akan keluar dulu." Daniel bergegas pergi. Tapi belum sempat dia keluar, Vanye mulai mengeluarkan suara.
"Aku butuh waktu Daniel!" seru Vanye.
"Sampai kapan?" Daniel mulai tak bisa mengontrol emosinya.
"Entahlah, tapi aku butuh waktu. Nggak muda untuk melakukan semua, aku harus memantapkan hatiku sebelum benar-benar menyerahkan semuanya," balas Vanye berlinang air mata.
Jujur saja, Vanye jadi sedih jika Daniel mulai tak sabaran seperti ini. Apa yang dia takutkan akhirnya terjadi, suaminya meminta haknya sebelum dia siap seratus persen.
"Van, aku memutuskan untuk menikah denganmu itu serius bukan main-main atau hanya sebagai pengganti. Kamu yang ku pilih, berati aku ingin pernikahan ini seumur hidup. Jadi apa yang kamu takutkan?"
Vanye tak bisa menjawab, kalau dia jujur pasti Daniel akan marah jika istrinya masih menyimpan rasa pada mantan kekasihnya.
"Pernikahan itu nggak bisa di buat main-main Vanye, pernikahan itu sakral. Tapi, akunya juga sih yang terlalu memaksa. Sudah lupakan jangan bahas ini lagi, kita lupakan saja jangan dibahas lagi."
Daniel akhirnya mengalah dan tak mau melanjutkan perdebatan mereka, jika dipikir-pikir dia juga salah karena memaksakan kehendaknya. Daniel pikir Vanye akan sama dengan dirinya, yang mulai membuka hati padanya dan mencoba berdamai dengan masalah lalu. Tapi ternyata salah, sifat manusia semuanya tak sama.
***
Suasana di ruang makan terlihat sangat hening, tak ada yang berbicara sedikitpun dan ini menjadi perhatian Dimas. Dia merasa ada yang aneh dengan anak menantunya, padahal saat datang mereka terlihat baik-baik saja.
"Ekhem ... Daniel, Papa mau bicara empat mata denganmu. Apa kamu ada waktu setelah ini?" tanya Dimas, merasa tak sabar ingin mengetahui semua yang terjadi.
"Bisa, Pa. Sekarang juga nggak apa-apa, aku sudah selesai makan kok," balas Daniel.
Dimas mengangguk paham, dia melirik istrinya dan memberikan isyarat agar menemani Vanye terlebih dulu. Setelah itu, dia meninggalkan ruang makan secepatnya.
"Mbak, aku tinggal dulu ya." Daniel kembali memanggil istrinya mbak lagi.
Ada rasa kecewa dimata Vanye ketika Daniel kembali memanggilnya seperti tadi, padahal di perjalanan Daniel bilang mau membiasakan diri memanggilnya Vanye, atau 'Sayang'.
"Iya." Hanya itu yang Vanye jawab.
Di tambah dia juga malu, Daniel mengatakan semua itu di depan Mamanya dan berakhir membuat Ratih menatap bingung padanya.
"Sayang, Daniel kok memanggilmu Mbak? Bukannya tadi ...." Ratih menggantung pertanyaannya, dia takut salah bicara dan semakin memperumit keadaan.
"Nggak masalah. Mungkin dia lupa, atau belum terbiasa. Tapi kalian baik-baik saja kan, Nak?" Ratih membelai lembut puncak kepala Vanye.
"Baik-baik saja, Ma. Mungkin dia lelah, jadi seperti tadi," balas Vanye.
Ratih mengangguk paham, mereka melanjutkan makan siangnya dan menunggu dua lelaki menyelesaikan masalah.
'Apa aku keterlaluan ya?'
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sambil menunggu update, ayo mampir ke cerita temanku yuk. Ceritanya seru loh, jangan lupa mampir ya.
Judul : Cinta Pertama Sang Mafia Psycopath, karya Yayuk Triatmaja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
𝓐𝔂𝔂🖤
ya iyalahhh saodahh...daniel udh udh diubu2 elu tolak..😌😌.butuh waktu mulu..kawin udh berminggu2...gk lucu kali daniel kawi nya ama elu,,trus maen kuda2an ama tetangg sebelah.😒😒... ketikung diperempatan nangessss.....hadeh...kan aku jadinya marah2🙄🙄🙄😣
2022-12-14
3
Tiahsutiah
vanye jangan egois dong kamu mengabai kan tanggung jawab mu sebagai istri, kasihan Daniel sdh banyak berkorban buat mu
2022-11-18
0
Chacha Nunuy Chasanah
pengen 😢😢😢rsa y...sebenarnya vanye itu terlalu polos or oon sihhh...udh tau mantan y pergi ninggalin di saat hari terpenting y...alhamdulillah msih ada Daniel yg mau ikut tanggung jwab...bersikap lah dewasa vanye jgn samping kmu ntn menyesal ketika Daniel mengabaikan mu
2022-11-18
0