Sebenarnya Pak Haji Anwar sering sekali membahas tentang kutukan dari hutan bambu di desa mereka itu hanya mitos. Setiap pria itu mengisi acara ceramah di mushola atau masjid besar dekat kantor Kecamatan setempat. Mungkin itu pesan dari nenek moyang agar para penduduk desa tetap menjaga lingkungan dan kelestarian desa mereka.
Sedangkan berbagai peristiwa yang dialami Bude Ayu dan Keponakan nya Asti, adalah siklus hidup.
Dalam ajaran agama Islam tidak ada namanya Karma. Manusia menjalani kehidupan secara Qada dan Qodar.
Jadi semua manusia yang hidup suatu saat juga akan menghadapi kematian. Terkadang batas umur itu milik Allah. Tak Ada seorang manusia pun yang tahu rahasia hidup itu
Tampaknya Bude Ayu yang agak terpukul melihat keberadaan orang tua Nanik. Asti mendengar hal itu dari cerita Bulek Ratih.
Sepertinya Ibu Sriyatun dan Pak Junaidi itu bermaksud menemui Bude Ayu untuk minta maaf. Mereka baru menyadari kesalahannya setelah didera sakit berkepanjangan dan harta yang ludes tak bersisa.
Bahkan Bude hampir saja menertawakan rumah besar yang dulu menjadi kebanggaan Nanik karena merasa menjadi gadis tercantik dan terkaya di desanya. Sehingga menuntut mas kawin yang tinggi dan mahal saat dilamar Hardiman Juwono alias Timbul.
Segala rasa amarah, kecewa juga sakit hati, yang membuat Bude Ayu tak mempedulikan pasangan orang tua Nanik tadi yang bersusah payah menghampirinya. Dia langsung segera pergi meninggalkan kedua orang tua Nanik tanpa berbicara sepatah kata pun. Masa bodoh dengan etika dan sopan santun!
Apa mereka pikir dengan hanya minta maaf segala hasutan yang diterima Bude Ayu bertahun- tahun akan hilang? Hatinya terlanjur sakit dan tubuhnya teraniaya oleh Timbul.
Mungkin saking cintanya kepada Nanik, segala omongan dan permintaan itu ditelannya bulat- bulat. Mungkin juga Timbul yang bodoh tanpa berpikir dulu kalau dia sudah direkayasa oleh mertuanya yang gila harta.
Sedapat mungkin, Asti berusaha menguatkan hati Bude Ayu. Kata sabar dan tawakal adalah kuncinya. Buktinya mereka selalu diberkahi rezeki dan dijaga oleh para tetangga yang menghargai mereka.
Lek No dibantu dua orang saudaranya yang mengatur penggunaan sawah bagi hasil milik Bude Ayu. Tanah milik keluarga Harjo Winangun ini yang paling subur karena menjaga sendang atau telaga dari mata air yang ada di tengah- tengah kebun mereka.
Dulu Sendang atau telaga kecil ini digunakan para warga desa untuk keperluan sehari- hari dari mandi sampai mencuci pakaian dan mengambilnya untuk persediaan air bersih di rumah.
Setelah banyak warga yang membuat sumur dan kamar mandi di rumah masing- masing, Sendang itu terlupakan. Namun Pak Harjo Winangun selalu menjaga Sendang itu. Malah memberinya pembatas beton dan lantainya yang landai dengan plester semen.
Biasanya hanya orang- orang yang baru pulang dari sawah yang mengunakan sendang itu untuk bersih- bersih. Sisanya dipakai mandi oleh anak- anak yang sedang menggembalakan kambing atau sapi.
Lek No akan memakai air sendang ini untuk menyirami bibit palawija yang baru ditanam setelah lahan sawah selesai panen sebelumnya. Sedangkan para petani lain harus membuat sumur pompa di dekat ladang mereka dengan biaya yang tinggi untuk menyirami tanaman mereka. Kalau tidak mau gagal karena bibit mereka mati. Sebab bertanam palawija itu biasanya di musim kemarau dan kering, jadi tanaman itu membutuhkan penyiraman yang rutin agar tumbuh dan berhasil saat panen.
Kini berbelanja pun Asti masih dikawal Lek No atau Bulek Ratih. Malah Asti langsung membawa barang belanjaannya itu tanpa memerlukan jasa pengiriman. Biasanya Asti menyewa mobil milik tetangganya sekaligus dengan supirnya.
Ninuk tampak lebih mandiri dan dewasa setelah naik ke kelas 10. Tentu dia dapat belajar dari keadaan keluarganya. Sebab tidak semua temannya di SMP dulu, dapat melanjutkan pendidikannya. Walaupun biaya sekolah SMA atau SMK negeri di daerahnya banyak mendapat bantuan dari pemerintah, namun bagi masyarakat tetap saja mahal . Apalagi buat para penduduk di pedesaan, mereka memerlukan biaya transportasi dan biaya lain untuk menyekolahkan anaknya tersebut.
Ninuk jadi lebih kalem dari yang sebelumnya. Asti dan Bulek Ratih terkadang menengok Ninuk di tempat kostnya walau sebentar, sebab mereka melakukan hal itu setelah pulang belanja dari kota.
Banyak barang yang diberikan Asti untuk Ninuk . Biasanya adalah mie instan, makanan dan minuman yang dapat disimpan agak lama sebab kamar kostnya Ninuk tidak ada kulkas.
Sikap Asti juga biasa- biasa saja saat bertemu atau berpapasan dengan Mas Kusno di pasar.
Mungkin pria itu telah mendengar rumor yang disandang Asti sehingga pria itu mundur secara teratur.
Bu Haji Anissa selalu membesarkan hati Asti.Katanya setiap manusia itu ada jodohnya masing- masing, jadi Asti diharapkan lebih bersabar menunggu jodoh itu.
Berita- berita kehidupan sebagian masyarakat di desa itu berseliweran. Kadang fakta kadang hanya obrolan tak jelas. Maklum sehari- hari Bude Ayu dan Asti berada di pasar. Jadi mereka tidak hanya bertransaksi dalam hal jual - beli, juga ada ngobrol ngalor - idul tentang keseharian mereka.
" Eh, Bu! Ada lho orang di desaku yang pernah ketemu si Timbul."
Ibu Pawit yang berjualan es cendol menghampiri Bude Ayu yang saat itu sedang selesai sholat Dzuhur di mushola kecil di dalam pasar tersebut.
" Masak, Yu? Kapan itu?"
" Kalau nggak salah dua hari lalu.."
" Yu Pawit tinggal di mana, toh?"
Ibu Pawit yang baru mendapat bergelar Mbah Uti, karena anak perempuannya yang tinggal di Purwodadi bulan lalu melahirkan putra pertamanya.
" Desa Sendang Kanti, Bude Ayu . Nggak jauh dari rumah mertuanya Timbul."
Bu Pawit berpikir sejenak. " Apa dia mau ke makam si Uci ya? Sebab saat anaknya meninggal dua bulan lalu, dia kan nggak datang?"
Akhirnya Bu Pawit menceritakan hal itu kepada Mas Kusno. Sebab lelaki itu susah dicari jejaknya dalam enam bulan ini setelah buron. Petugas kepolisian pun sudah mengejar ke Jakarta. Tetap saja tidak menemukan jejak laki- laki itu
Tampak Mas Kusno terburu- buru mengambil motornya dari tempat parkir. Untungnya Asti tadi pulang ke rumah karena mau bantu- bantu Ibu Haji Anissa yang akan mengadakan hajatan kecil karena putranya yang mondok di Boyolali akan pulang, lalu melanjutkan pendidikannya ke Mesir. Jadi tidak mengetahui isu Bu Pawit Cendol itu yang mulai menimbulkan spekulasi besar di pasar tersebut.
Asti datang tak lama kemudian. Dia juga membawa sebuah kresek yang berisi kotak kardus yang berisi nasi, sambel goreng kentang, bihun goreng, beserta ayam bumbu kecap dan satu boks kue jajanan pasar
" Nih, De. Titipan Bu Haji Anissa buat Budeku tersayang.."
" Waduh enak ini. Tapi aku tadi sudah makan bakso,lho? Masih kenyang, Asti."
" Bude ini! Kalau jam makan siang itu makan yang bener. Nasi gitu. Nanti maag-nya kumat, lagi!"
Wajah Bude Ayu tersipu- sipu, " Tadi aku pengen makan yang seger-seger, Ya, sudah makan bakso jadinya!"
Mereka dikejutkan dengan kedatangan sebuah mobil bak terbuka dari polsek. Beberapa orang petugas turun dari mobil itu bersamaan dengan kedatangan Mas Kusno bersama motor ninja hijaunya.
Asti mendekati Budenya yang masih berdiri di depan toko. Ternyata rombongan itu bergerak mendekati gerobak es cendol milik Bu Pawit . Tampak mereka bercakap- cakap sebentar. Seorang petugas yang menjadi pemimpin polisi itu segera menghubungi seseorang dengan HP-nya.
" Tadi Bu Pawit bilang ada orang di desanya yang lihat Timbul ." Terang Bude Ayu melihat Wajah Asti yang bingung.
"Masya Allah! Lek No tadi di rumah juga cerita, kalau malam Minggu lalu rumah Juragan Acmad di perempat desa Sendang Biru dibobol rampok . Nggak sempat masuk rumah, tetapi motor tamunya di teras depan diambil, De"
" Apa itu komplotan Timbul ya?. Mudah- mudahan si Timbul ini ketangkep, dari preman kok jadi begal. Walah makin salah itu, bocah..." Seru Bude Ayu kesal.
Asti segera menutup tokonya setelah menyelesaikan sholat Asar. Bude Ayu sempat keliling pasar untuk membeli berbagai kebutuhan dapur. Dari minyak goreng, garam sampai bumbu kering dalam sachet. Padahal sebelumya dia sudah membeli telur satu kg, tempe dan tahu.
Lek No keluar rumah setelah Magrib . Dia berkumpul di depan rumah Pak Haji Anwar bersama bapak - bapak lain. Tadi Bude sempat membuat tempe goreng mendoan agak banyak sehingga dibawa keluar untuk dapat menemani para bapak yang sedang minum wedang kopi yang dibuat Mbak Ipah, ART Bu Haji Anissa.
Berkali- kali Asih mendengar suara sandal Bude yang keluar dari kamarnya. Asti berusaha memejamkan matanya . Walaupun sudah capek. Mungkin rasa penasaran dengan kelanjutan penangkapan Mas Timbul membuatnya tidak dapat tidur nyenyak.
Apalagi Bude Ayu yang sudah dimusuhi anak sulung suaminya almarhum itu dengan alasan yang tak masuk akal. Berkali- kali Asti melihat waktu di HP, tetap saja menit- menit berlalu dengan sangat lambat.
Setiap kali menguap, Asti berusaha memejamkan matanya. Keadaan ini lebih menegangkan daripada menonton film- film aksi produser buatan Hollywood. Sampai agak lama baru matanya terasa semakin berat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 442 Episodes
Comments