Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya taksi online tadi berhenti tepat di halaman salah satu bangunan rumah berukuran minimalis. Dapat di pastikan itu adalah rumah Sorn. Meski ukurannya minimalis tapi terlihat nyaman. Apalagi di halamannya terdapat berbagai macam tanaman bunga. Sangat cantik. Siapapun pasti betah tinggal di sana.
"Kita sudah sampai. Ayo turun!" Sorn membuka pintu mobil di sampingnya.
Lew juga melakukan hal yang sama, tanpa berucap. Mereka berdua pun segera turun dari mobil. Begitu pula sopir taksi yang turun untuk mengeluarkan koper milik Sorn dan bungkusan pakaian Lew dari bagasi.
"Terima kasih, pak! Ini uangnya," ucap Sorn sembari menyerahkan sejumlah uang sesuai dengan biaya yang telah tertera sesuai jarak perjalanan.
"Sama-sama, nona!" sahut sopir itu. Sebelum kembali masuk ke dalam mobil dan langsung melajukannya.
"Apa yang kau lihat? Ini benar rumahku. Ukurannya memang kecil tapi masih ada satu kamar untukmu. Jangan khawatir!" cetus Sorn membuyarkan tatapan Lew yang sedari tadi mengarah ke bangunan rumahnya.
"Aku tidak khawatir," sanggah Lew--Spontan membuat Sorn mengangkat bahu.
"Terserah. Aku masuk duluan. Kau bisa tetap berdiri di sini,"
Sorn menarik kopernya dan berjalan melewati Lew. Tanpa berpikir panjang, laki-laki itu pun segera mengikutinya sambil membawa bungkusan pakaian miliknya. Belum juga mereka berdua berhasil mencapai pintu rumah, beberapa orang datang menyapa.
"Eh, Sorn. Kau baru pulang liburan, ya?" tanya salah seorang dari mereka.
Dari suaranya, Sorn sudah tahu siapa pemiliknya. Ia pun terpaksa berbalik badan, di ikuti Lew.
"Iya nih. Aku baru pulang," jawab Sorn dengan ramah. Sebenarnya pura-pura sih. Ia paling malas meladeni beberapa orang itu yang tidak lain adalah para tetangganya.
"Wah ini siapa? Ganteng banget," salah satu dari mereka bertanya, usai melihat wajah tampan Lew.
Perlu di ketahui, mereka semua adalah para perempuan muda. Rata-rata pekerjaan mereka bergaji cukup tinggi. Berbeda dengan Sorn yang hanya bekerja paruh waktu dan bergaji rendah. Sehingga tidak jarang para tetangganya itu bersikap julid, serta merendahkannya. Oleh karena itu Sorn paling malas bertemu mereka.
"Ah iya, benar. Ini siapa sih, Sorn? Apa kekasihmu?" timpal perempuan lainnya.
"Bukan--Ini sepupuku. Ya, sepupu jauh!" sahut Sorn cepat. Ia terpaksa berbohong agar Lew bisa tinggal di rumahnya dengan nyaman.
Mendengar ucapan Sorn, mata para tetangganya itu berbinar-binar. Seolah baru saja mendapatkan uang miliyaran. Padahal pasti penyebabnya karena tahu bahwa Lew bukan kekasih Sorn, melainkan sepupunya. Dasar perempuan genit, pikir Sorn.
"Wah benarkah? Kenapa kami tidak pernah melihatmu membawanya ke sini?"
Sorn harus kembali memutar otak untuk menjawab pertanyaan itu. "Dia baru datang ke kota ini untuk bekerja. Makanya kalian tidak pernah melihatku membawanya,"
"Oh begitu," sebagian dari mereka ber-Oh ria.
"Eh tapi apa yang terjadi padanya? Kok kepalanya dan tangannya di perban?" tanya salah satu dari mereka yang baru menyadari hal itu.
Sorn berdecak pelan. Kepo amat sih mereka, pikirnya. Tetapi kalau tidak di jawab, mereka pasti akan terus berada di sana. Sementara kakinya sudah mulai terasa kram.
"Biasalah. Namanya juga laki-laki. Iya, kan?" Sorn melirik Lew, berharap laki-laki itu mengiyakan ucapannya.
"Iya," singkat Lew.
"Tapi kan..."
"Udah ya. Aku baru saja pulang dan sepupuku juga perlu istirahat. Kita bicara lagi lain kali," tanpa menunggu balasan para tetangganya itu, Sorn langsung menarik tangan Lew dan membawanya masuk ke dalam rumah. Tidak lupa pula mengunci pintu.
"Fiuhhh," Sorn mendudukkan dirinya di sofa, sembari mengelus dada.
Lew menatap heran ke arahnya. Sorn pun menyadari akan hal itu. "Ada apa?"
"Siapa mereka?" tanyanya.
"Para tetanggaku. Kau jangan terlalu dekat dengan mereka!" jawab Sorn memperingatkan.
"Kenapa?" Lew kembali bertanya.
"Gakpapa. Intinya mereka bukan perempuan baik," Sorn menjawab apa adanya.
Lebih baik Lew tidak berdekatan dengan para tetangganya itu. Daripada mendapat pengaruh buruk. Ujung-ujungnya ia juga yang repot.
"Oh ya, kamar kau ada di sana! Di dalamnya juga ada kamar mandi," sambungnya, menunjuk ke arah kamar yang ia maksudkan.
Tatapan Lew mengikuti arah yang Sorn tunjukkan. Dimana menunjuk pada sebuah pintu kamar berwarna putih. Letaknya tidak berada jauh dari dapur dan ruang tamu.
"Di situ dapur dan ini adalah ruang tamu. Sedangkan kamarku ada di lantai atas. Kalau perlu apa-apa, panggil saja!" Sorn menjelaskan secara singkat dan ia rasa, Lew sudah mengerti.
"Baik. Aku mengerti," balas laki-laki itu cepat.
"Oke, sekarang aku ke atas dulu!" seru Sorn seraya beranjak berdiri.
Lew mengangguk. Sorn segera berjalan menaiki satu-persatu anak tangga. Seperginya Sorn, Lew tidak langsung pergi ke kamarnya. Laki-laki itu berjalan mengelilingi setiap sudut rumah Sorn. Tidak berbeda jauh dari penampilan luarnya, di dalam rumah Sorn juga tampak nyaman. Semua perabotan tersusun rapi dan tidak memakan banyak ruang. Desain interiornya pun tampak elegan dengan nuansa putih. Benar-benar hunian yang nyaman.
Puas berkeliling mengitari rumah Sorn, Lew pergi ke kamarnya. Laki-laki itu duduk di tepi ranjang. Kepalanya sedikit berdenyut, mungkin efek dari luka. Keadaan seperti itu mengharuskan ia untuk berdiam sejenak. Setidaknya sampai kepalanya terasa nyaman. Untuk membantu meredakan sakit di kepalanya, Lew juga segera meminum obat yang dokter berikan. Sambil menunggu obat itu bekerja, ia memejamkan matanya dan tanpa sadar langsung tertidur.
***
Tok... Tok.. Tok...
"Lew!" panggil Sorn di sela mengetuk pintu tapi si empunya belum juga memberikan balasan.
"Lew! Apa kau tidur!?" sekali lagi Sorn memanggil. Namun kali ini mendapatkan balasan, sekaligus pintu terbuka.
Lew membukakan pintu dalam keadaan baru saja bangun tidur. "Ada apa?"
"Apa kau tidak ingin makan malam?" tanya Sorn balik.
Lantas Lew langsung melihat ke arah jam dinding yang ada di dalam kamarnya. Benar. Jam sudah menunjukkan waktunya makan malam.
"Aku lapar," jawabnya jujur. Bahkan raut wajahnya mendukung jawabannya itu.
"Kalau begitu ayo makan. Aku sudah membeli beberapa makanan. Ku harap kau menyukainya,"
Lew menganggukkan kepala. Mereka berdua pun segera berjalan menuju dapur. Di sana sudah terdapat beberapa makanan yang tertata di atas meja makan. Sorn langsung menarik kursinya dan duduk. Hal itu juga di lakukan oleh Lew. Kini mereka berdua duduk berhadapan dengan meja makan sebagai penghalang.
"Semua makanan ini aman untukmu. Jadi makanlah!" seru Sorn, bisa menebak isi pikiran Lew. Laki-laki itu sedari tadi hanya menatap semua makanan itu. Mungkin ia ragu untuk memakannya sebab mengingat keadaannya yang tengah penuh luka.
Mendengar ucapan Sorn, Lew tidak merasa ragu lagi untuk memakan. Ia pun mengambil beberapa makanan dan memakannya secara perlahan. Sorn juga ikut makan setelahnya. Mereka makan bersama dengan suasana hening.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments