Cam tidak akan berdandan aneh untuk kencan kali ini. la memutuskan memakai kacamata saja. Pertemuan nya sendiri diadakan di sebuah restoran. Cam tiba di sana lebih cepat lima belas menit. Tidak masalah. la ingin mengetahui apakah gadis itu akan datang terlambat atau tidak. "Cam Harrison?"
Tepat di jam yang di tentukan, Paula Carter tiba dan menyapa nya. Gadis itu lebih cantik dari foto nya. Apa mungkin karena model rambut nya yang berbeda? Paula tampak baru keluar dari salon jika dilihat dari rias dan tatanan rambut nya.
Cam bangkit dan memberi salam sejenak. "Benar, kau Paula Carter?"
"Benar." Paula tersenyum lalu duduk di kursi seberang Cam.
Cam tidak tahu harus berkata apa untuk memulai pembicaraan. Mereka hanya menikmati makan mereka dalam diam. Paula Carter mengamati nya dengan seksama sampai membuat Cam merasa seperti objek yang diteliti di bawah mikroskop. Mengapa dia mengamati ku seperti itu? batin Cam.
"Jujur saja, kau bukan tipeku, Cam," potong Paula tegas.
Cam mengedipkan mata, terperangah. Jadi, itu kesimpulan yang di ambil dari hasil pengamatan nya. Entah mengapa, Cam ingin sekali tertawa. Cara angkuh Paula mengutarakan maksud nya cukup menunjuk kan betapa kekanakan nya gadis itu, dan bodoh.
Jelas sekali kencan buta kali ini pun tidak akan berhasil. Mungkin, itu yang membuat Cam gembira.
"Benarkah? Kalau begitu mengapa kau setuju mengikuti kencan buta ini?" tanya Cam basa-basi.
"Papa memaksa ku. Papa berkata pada ku bahwa kau calon yang potensial," jelas Paula. Keangkuhan nya semakin terlihat dari suara dan cara nya menggerak kan tangan. "Sudah ku katakan aku hanya setuju jika calon ku itu laki-laki tampan, kaya, dan cerdas, agar kami menjadi pasangan yang sepadan."
Apa? Kalau begitu, kau menganggap mu cantik, sukses, dan pintar? Cam tersenyum miring. Keangkuhan Paula telah membuat gadis itu bernilai nol besar di mata Cam. la sendiri tidak berminat dengan gadis itu.
"Kalau begitu, kau mengira aku memiliki peluang untuk menjadi pasangan mu yang sepadan?" tanya Cam tenang. la seperti sedang menghadapi anak kecil yang berlagak sok dewasa.
"Tentu saja, karena papa mengatakan semua hal baik tentang mu. Tapi, saat ku lihat, kau tidak sebagus yang di jabarkan papa." Paula mendesah dramatis. "Penampilan mu membosankan. Kau tidak akan cocok dengan ku."
Ketidakmampuan mu dalam memilah kata yang pantas atau tidak untuk di ucapkan menunjuk kan betapa rendah nya tata kramamu. Cam dengan senang hati mencoret Paula dari daftar calon pasangan yang di susun bibi nya.
"Ku pikir juga begitu." Cam setuju. "Kita akan menjadi pasangan terburuk yang pernah ada." la bangkit cepat. Paula mengerjap melihat nya.
"Tunggu, kau akan ke mana?" Paula mencegah Cam pergi. "Bukankah sudah diputuskan, kencan ini berakhir."
"Kau menolak ku?" Paula tercengang. "Kau yang menolak ku lebih dulu, Nona Paula Carter!"
"Tapi, tidak ada laki-laki yang boleh meninggalkan ku setelah ku tolak!"
"Maaf?" Cam mulai tidak mengerti. Sikap Paula yang berubah drastis membingungkan Cam.
Paula bangkit dengan terburu-buru. "Kau tidak bisa melakukan nya! Seharus nya kau memohon padaku agar kencan buta ini tidak berakhir! Begitulah yang di lakukan pria lain! Kau pikir untuk apa aku berdandan secantik ini?"
Cam sontak mengamati penampilan Paula dari ujung rambut hingga kaki lalu membalas dengan skeptis. "Untuk mengintimidasi teman kencan mu?"
"Bukan, tapi untuk membuat nya terpesona!" Paula tampak syok karena Cam tidak memperlihatkan ketertarikan sedikit pun pada nya.
Aneh, bukankah tadi Paula mencela nya? Jangan salahkan aku jika tidak tertarik, batin Cam. "Kalau begitu sayang sekali, kau bukan tipe ku."
Seperti nya, ini pertama kali nya bagi Paula dicampak kan lelaki. Gadis itu syok hingga mulut nya ternganga. Cam tidak bermaksud kejam, tetapi gadis semacam Paula memang sekali kali harus di beri pelajaran.
"Tunggu dulu! Kalau begitu apa yang harus ku katakan pada papa ku?!" teriak Paula, merasa khawatir.
Itu urusan mu! Cam sama sekali tidak peduli. la melenggang pergi tanpa menoleh. Ia tidak tahu apakah Paula masih terpaku di samping meja atau sudah melesat pergi sambil menahan malu. Cam menolak untuk kasihan.
Sebelum keluar, seorang pelayan menahan nya. Cam lupa belum membayar. la merogoh saku jas, tetapi tidak menemukan dompet nya. la memeriksa saku lain, hasil nya sama. Ke mana dompet nya? Cam kembali ke meja yang di tinggalkan-Paula sudah menghilang-dompet nya pun tidak ada.
"Ah, siall" Cam baru teringat, la meninggalkan dompet nya di rumah.
Sekarang, bagaimana cara nya la membayar? Cam kebingungan di depan meja kasir, la ingin menelepon Edward, tetapi ponsel nya pun ia tinggalkan di rumah karena tidak ingin diganggu. Penjaga kasir memandangi nya curiga. "Maaf, apa aku boleh meminjam telepon?" tanya Cam. Penjaga kasir itu mengizinkan Cam memakai telepon di meja kasir. la menelepon asisten nya. Setelah beberapa kali mencoba, Edward tetap tidak mengangkat.
Cam memikirkan beberapa solusi untuk keluar dari masalah ini, tetapi ia ragu akan berhasil. Terutama, setelah ia melihat kasir itu dan beberapa pelayan menyipitkan mata begitu menyadari diri nya panik. la menolak keras mencari Paula dan meminta nya membayar. Harga diri nya sebagai lelaki sejati menentang nya.
"Berapa semua nya?"
Pandangan Cam berpaling cepat ke samping. Mata nya mengerjap saat bertatapan dengan wajah ramah gadis yang ditolong nya di bar kemarin.
Fanny Blair!
***
"Mohon maaf, Nona, Tuan Scott sangat menyesal tidak bisa datang. Karena itu saya di sini menyerahkan hadiah permintaan maaf pada Anda."
Fanny melongo menatap seorang laki-laki yang mengaku sebagai sekretaris Tuan Scott. la sudah berdandan cantik untuk pertemuan ini. Meskipun tidak menantikan bisa bertatap muka dengan calon klien nya, tetap saja ia merasa kecewa mengetahui Tuan Scott tidak bisa datang. Fanny merasa sedang di permainkan. Kalau begitu, untuk apa ia repot-repot datang kemari? Mengapa Tuan Scott tidak memberitahu nya lebih awal jika tidak bisa datang?
"Tapi, aku belum melakukan apa pun," balas Fanny. Tidak mau menerima amplop tebal yang disodorkan sekretaris itu pada nya. Sudah bisa ditebak isi nya adalah segepok uang. Tempo hari saja, hadiah kecil yang ternyata berisi sepasang sepatu, ponsel model terbaru, gaun malam dan aksesori, belum sempat ia gunakan. Lantas mau ia apakan hadiah yang satu ini?
"Tuan Scott tetap ingin Anda menerima nya. Beliau sungguh menyesal tidak bisa datang. Ada panggilan mendadak yang mengharuskan nya pergi ke luar negeri segera dan sudah terlalu terlambat untuk membatalkan pertemuan nya. Karena itu, sebagai bentuk penyesalan nya, beliau memberi hadiah ini."
Fanny mendesah. Ia tidak memiliki pilihan selain menerima nya. "Jika itu yang Tuan Scott inginkan, aku menerima nya. Sampaikan ucapan terima kasih ku."
"Baik, Nona."
Setelah itu, Fanny di tinggalkan sendirian. Pertemuan yang disangka nya akan berlangsung lama ternyata berakhir dalam waktu beberapa menit. Fanny bahkan belum sempat meminum teh nya. la terpaku menatap bungkusan berisi uang itu. Bukan nya senang, hati nya justru terasa hampa.
Tidak ada guna nya meratapi nasib. Fanny menghela napas panjang lalu bangkit. Ia sudah melakukan tugas nya. Madame Jasmine tidak akan menghukum nya hanya karena ia kembali lebih awal, bukan?
"Maaf, apa aku boleh meminjam telepon?"
Fanny tersadar dari lamunan nya karena suara itu. la melihat seorang laki-laki berkata pada penjaga kasir.
"Seperti nya Tuan itu lupa membawa dompet."
Fanny tanpa sengaja mendengar dua orang pelayan yang saling berbisik. la melirik kembali pada pria di depan kasir, kemudian pada tas nya di mana uang dari Tuan Scott berada. Mungkin sekarang waktu nya untuk menggunakan uang Itu. Fanny mendekati pria itu. Fanny merasa seperti mengenal nya. Di mana ia pernah melihat nya?
Ah, Fanny mengingat nya. Dia adalah pria yang menolong nya di bar. Fanny tersenyum. Ternyata, memang sekarang waktu nya uang itu ia gunakan.
"Berapa semua nya?"
Pertanyaan itu menarik perhatian penjaga kasir dan Cam ke arah Fanny. Gadis itu tidak menyadari keterkejutan di wajah Cam karena pandangan nya tertuju pada si penjaga kasir. Fanny segera mengeluarkan uang untuk membayar tagihan Cam begitu penjaga kasir menyebutkan jumlah nya.
"Tunggu!" Cam tanpa di duga menahan tangan Fanny yang mengulurkan sejumlah uang pada kasir. "Kau tidak perlu membayar tagihan ku."
"Tidak apa-apa. Aku ingin membalas budi."
Cam tertegun. Balas budi? Apakah dia mengingat ku?
Tangannya perlahan melepaskan tangan Fanny.
"Terima kasih," gumam Cam pelan. Ia berusaha menahan malu karena ini kali kedua ia ditolong Fanny. Apakah ia terlihat seperti laki-laki ceroboh?
"Tidak masalah." Fanny mengangguk lalu pergi. Cam mengejar.
"Tunggu!"
Fanny berhenti saat hendak menuju mobil nya. Sebenar nya, mobil itu milik salah satu senior nya. Fanny hanya meminjam nya. "Aku akan mengembalikan uang mu. Tolong beritahu nomor rekening mu."
"Sudah ku katakan tidak masalah."
"Tapi ...." Cam kembali mencegah sebelum Fanny membuka pintu mobil. "Tadi itu uang yang cukup banyak. Aku harus mengembalikan nya."
Fanny menatap tangan Cam yang memegang tangan nya. "Apa kita akan memperdebatkan hal ini seharian, Tuan... mmm ...." Fanny diam.
"Maaf." Cam melepaskan tangan Fanny. Melihat ekspresi wajah pria di hadapan nya berubah sedingin es, Fanny mengerjap. "Kau benar, kita tidak perlu memperdebatkan topik ini, Nona Fanny Blair."
"Bagaimana kau...." la terkejut ketika Cam menyebut nama nya.
"Aku mendengar teman mu memanggil mu," jawab Cam datar.
Camilla menyebutkan nama nya? Fanny tidak ingat.
"Bukan saat di bar." Cam meralat setelah menebak nya dari ekspresi Fanny. "Tapi saat kau membantu ku membenarkan mobil ku yang mogok." Fanny langsung teringat pada laki-laki yang kebingungan di samping mobil nya yang mogok di pinggir jalan tempo hari. "Jadi laki laki itu Anda?"
"Cam Harrison tepat nya." Cam mengulurkan sebuah kartu nama. "Kau bisa menghubungi ku saat kau membutuhkan bantuan. Apa saja."
"Cam Harrison, sudah kukatakan ...."
"Bukankah kita sudah sepakat tidak akan memperdebatkan ini?" potong Cam. "Karena itu, anggaplah ini sebagai ucapan terima kasih ku. Hubungi aku jika kau membutuhkan uang yang kau gunakan untuk membayar tagihan ku tadi. Atau, bila kau membutuhkan pertolongan, sebisa mungkin aku akan membantu."
Pria ini terlihat tulus dan bersungguh-sungguh walaupun raut wajahnya tidak seramah sebelum nya. Fanny tak sampai hati untuk menolak lagi. "Baiklah. Ku anggap kita sudah impas." Senyum Fanny memudar saat melihat Cam hanya menatap nya. "Ada apa?"
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Cam tiba-tiba.
Fanny merasakan jantung nya berhenti berdetak. Ia tidak mengerti mengapa la terperangah, mungkin karena suara Cam terdengar serius.
"Sejujur nya aku merasa bersalah karena kejadian di bar itu. Kau pergi dengan wajah sedih. Ku pikir aku telah membuat mu dalam masalah," tambah nya.
Pria ini hanya merasa bersalah. Fanny merasa diri nya konyol sekali karena mengira pria ini mengkhawatirkan nya.
"Aku baik-baik saja." Fanny tidak mengerti mengapa pipi nya terasa panas. Cam hanya menanyakan keadaan nya, bukan menyatakan cinta.
Melihat Cam menatap nya tak percaya, Fanny menambahkan. "Tidak ada masalah. Aku justru merasa bersalah karena bukan nya berterima kasih, aku justru bersikap dingin. Maafkan aku, saat itu pikiran ku kacau."
"Kalau begitu, kau baik-baik saja?"
Fanny mengangguk. Cam merasa lega.
"Bagaimana dengan teman mu?"
"Dia masih kesal pada ku, tapi aku bisa memaklumi nya."
"Memaklumi? Dia bahkan tidak berterima kasih setelah kau menolong nya. Apa yang bisa di maklumi atas tindakan egois seperti itu?"
Fanny tak bisa menjawab. la begitu tertohok oleh kata-kata Cam yang tak di maksudkan untuk menyinggung nya. la lupa bahwa pria ini tidak mengetahui bahwa ia dan Camilla adalah seorang wanita penghibur. Tentu saja, Cam tidak akan mengerti mengapa Camilla murka.
Tiba-tiba saja Fanny merasa sedih. Ia tidak pantas bicara dengan laki-laki terhormat seperti Cam. Ia harus segera pergi.
"Aku ada perlu. Maaf, aku harus pergi sekarang. Selamat tinggal." Cam tidak sempat mencegah kepergian Fanny. la terlalu kaget melihat Fanny terburu-buru pergi. Cam baru menyadari melakukan kesalahan ketika la melihat mobil Fanny melesat meninggalkan nya. Tampaknya ia harus menghubungi Fanny Blair untuk meminta maaf.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Benazier Jasmine
semoga cam mau nolong fanny kluar madam jasmine
2022-12-03
0